Halo, Ren 💙
Semoga suka sama ceritanya, Aamiin 💙
Absen di kota kalian pada hujan? Komen di sini
***
KELUARGA CEMARA
-
Seminggu kemudian, di tengah sinar matahari sore yang lembut, kehangatan dan kedamaian menyelimuti keluarga Maliki. Ruang tamu mereka, meskipun sederhana, dipenuhi dengan aura cinta dan kebersamaan. Di atas karpet yang berwarna-warni, Baskara dan adiknya, Meidiana, duduk berdekatan, dengan tawa ceria mengisi udara. Senyum lebar terpancar di wajah Baskara saat ia merangkul adiknya, merasakan betapa berharganya momen kebersamaan ini.
Baskara meraih mainan kesukaannya dari usia tujuh tahun—sebuah robot kecil yang bisa bergerak dan mengeluarkan suara. Ia mulai bermain bersama Meidiana, seolah-olah menghidupkan kembali kenangan manis yang telah lama hilang. Meidiana, dengan mata menyala-nyala penuh semangat, menjelaskan aturan permainan baru yang baru saja ia pelajari di sekolah. Tangannya bergerak lincah, menunjuk ke sana kemari, sementara Baskara memperhatikan dengan seksama dan ikut tertawa. Mereka saling melempar bola kecil berwarna biru, bergantian menjadi penjahat dan pahlawan dalam cerita imajinatif mereka.
Sejenak, Baskara menghentikan permainan dan memandang Meidiana dengan penuh kasih. "Oh iya, Mei, aku belum sempat nanya. Kamu masuk SD mana sekarang?"
Meidiana tersenyum lebar, bangga dengan jawabannya. "Aku masuk SDN Cendikia, Aa. Sekolahnya lumayan dekat dari rumah ini, di pinggir jalanan menuju kota."
Baskara mengangguk, matanya menunjukkan rasa kagum dan kebanggaan. "Aa yakin kamu bakal bahagia sekolah di sana."
Lalu setelah itu, mereka berdua melanjutkan permainan mereka dengan antusias, suara tawa mereka bergema di seluruh rumah. Robot kecil itu bergerak dengan lincah, menambah keceriaan di antara mereka. Orang tua mereka, yang mengamati dari dapur, saling bertukar pandang dan tersenyum, merasa bahagia melihat anak-anak mereka kembali akur dan penuh keceriaan seperti biasanya.
Di antara tawa dan canda, keluarga Maliki menemukan kembali arti dari kebersamaan dan cinta yang tulus. Di tengah cobaan yang telah mereka hadapi, mereka kini merasakan kembali kedamaian yang begitu berharga. Keintiman keluarga ini mengingatkan mereka bahwa rumah adalah tempat di mana cinta dan dukungan tak pernah pudar, di mana mereka bisa selalu menemukan penghiburan dan kekuatan.
***
Pada pagi hari tanggal 6 Agustus 2011, sinar matahari baru saja mulai menyelinap melalui celah-celah tirai, menciptakan bayangan lembut di dinding kamar tidur keluarga Maliki. Cuaca pagi itu cerah dengan angin sepoi-sepoi yang menambah kesejukan udara musim panas. Burung-burung berkicau riang, menambah kesan damai dan menyambut awal hari yang baru.
Afifah terbangun dari tidurnya dengan gerakan yang lamban, merasakan kehangatan sinar matahari di wajahnya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba mengusir sisa kantuk. Rambutnya yang panjang terurai berantakan di atas bantal, dan ia meregangkan tubuhnya yang ramping sebelum duduk di tepi kasur. Setelah mengumpulkan tenaga, ia berdiri dan melangkah dengan pelan menuju pintu kamar.
Afifah meraih gagang pintu dan membukanya perlahan sembari menghela napas dalam. Ia menikmati aroma segar pagi hari yang mengalir masuk. Tiba-tiba, dari balik pintu, Maliki melompat dengan senyum lebar di wajahnya. "Selamat ulang tahun, istriku!" serunya dengan semangat, membuat Afifah tersentak dan mundur satu langkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAUT KARAM
Romance𝐴 𝑡𝑜𝑢𝑐ℎ 𝑐𝑜𝑚𝑏𝑖𝑛𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛𝑠 𝑜𝑓 ℎ𝑖𝑠𝑡𝑜𝑟𝑖𝑐𝑎𝑙, 𝑓𝑎𝑛𝑡𝑎𝑠𝑦, 𝑎𝑛𝑔𝑠𝑡, 𝑎𝑛𝑑 𝑠𝑎𝑡𝑖𝑟𝑒. 𝐋𝐚𝐮𝐭 𝐊𝐚𝐫𝐚𝐦 menuturkan perjalanan hidup Baskara yang mimpinya diperkosa oleh kenyataan keparat. Sejak kecil, ia mengejar impian...