| 2017. . .
"Dear night, I will always love him endlessly. So please, tell the Ocean."
Tenda-tenda pengungsian untuk para korban gempa bumi berjejer memanjang, memenuhi tempat seukuran lapangan bola yang jaraknya jauh dari pemukiman. Lampu-lampu nampak berdiri pada luar tenda menggunakan tiang bambu berukuran tiga koma lima meter yang di tancapkan ke tanah. Bukan hanya dari luar tenda, tapi cahaya lampu juga sudah terpasang di dalam tenda yang suplei listriknya di peroleh dari generator set.
Setidaknya, cahaya-cahaya itu mampu menemani seorang Kimara Laiadinuar.
Di tengah-tengah suasana sekitar pengungsian yang mulai lenggang aktivitas, perempuan itu nampak sedang melukis. Ya, melukis di atas rerumputan beralasan kain. Ia sengaja membawa alat lukisnya untuk mengisi kekosongan saat sulit tidur akibat insomnia.
Dan karena situasinya cukup sulit, Kimara hanya membawa alat lukis sederhananya yang berupa kertas lukis, kuas, palet beserta catnya.
"Please, tell the Ocean that I love him." Ia mengucap mantranya lagi.
Kimara pandang sejenak lukisannya yang hampir sempurna itu lalu menghela panjang kemudian. Jika ada satu kesempatan untuk mengungkapkan isi hati yang terpendam, maka ia akan melakukannya pada waktu tengah malam. Bicara pada langit gelap walaupun tidak akan pernah ada jawaban.
Kalimatnya mungkin akan hilang dalam sekilas pandang bersama angin. Ya, tak apa. Semoga Sang angin bisa membawa mantranya hingga berakhir di lautan sana, seperti harapannya.
"Tell who, Gianirera?"
Suara dingin yang mengalun tiba-tiba saja terdengar berbisik, membuat Kimara segera menoleh sebab ia tau suara siapa itu.
"Eh, Kak?"
Tepatnya satu tahun yang lalu, Kimara yang merupakan mahasiswa semester empat itu memutuskan untuk bergabung menjadi anggota dari Organisasi Relawan Sosial Kemanusiaan.
Bukan tanpa alasan.
Alasan Kimara menjadi volunteer adalah agar ia bisa dekat dengan Osean Mahagra, lelaki yang merupakan kakak tingkatnya dari Fakultas Hukum. Osean cukup aktif dalam kegiatan sosial. Itu kenapa Kimara mengikuti jejaknya sampai akhirnya mereka berada di sini setelah sebelumnya juga sering bertemu dalam kegiatan organisasi.
"Hai."
Senyum Osean langsung menyambut Kimara. Lelaki itu ikut duduk di sampingnya, membuat sengatan-sengatan kecil pada hati yang terasa kian mendebarkan.
Osean tidak mendengar mantra konyol Kimara tadi, kan?
"Kenapa belum tidur?" tanya Osean, hoodie hitamnya menutup tubuhnya dengan sempurna.
Lantas perempuan itu berdehem sejenak, "belum bisa tidur, Kak,"
"Lagi?"
"Hm."
Osean tau akan hal tersebut. Pasalnya, kemarin malam pun Kimara melakukan hal yang sama, melukis di tengah malam. "Lukis apa sekarang?"
"Night ocean."
"Boleh gue liat?"
Kimara pun memberikan kertas lukisnya. "Jelek, ya?" Ia bertanya begitu sebab Osean tidak segera memberi respon, hanya diam beberapa saat.
"This is real therapy," jawabnya. "Lo punya bakat, Kim. Kalo ini di jual, gue jadi orang yang pertama beli karya lo deh,"
"Ah, belum se-worth it itu, Kak." elaknya dan Osean hanya tertawa kecil. "Oh iya, Kak. Tadi gue sama temen-temen habis beresin bantuan logistik. Akhirnya datang hari ini juga,"