23 : soul bracelets

134 27 15
                                    

               "Kalo bukan sama Osean gue juga ngga akan kepikiran buat menikah, Nath. Posisi gue di keluarga berantakan. Lo tau maksudnya gimana. Trauma buat berkeluarga udah pasti ada. Tapi kaya yang sering gue bilang, Osean berhasil buang semua ketakutan itu. He's my first color. Engga tau deh udah berapa kali gue bilang begitu."

Sinar kekuningan yang bersatupadu dengan suasana yang perlahan menghangat telah berada pada titik puncaknya, membawa setidaknya sedikit hawa menenangkan pada sore hari di pukul 16.00. Tumben sekali hari ini tidak turun hujan— atau belum? Karena beberapa hari belakangan hujan lebih sering turun di jam-jam orang terlelap.

Keheningan sempat berlangsung selama beberapa saat, ketika lantunan kalimat dari perempuan yang memakai dress panjang dengan dua tali terikat ke belakang itu menjadi akhir dari pembicaraan acak dua manusia yang sedang mencuci mobil ini.

Pekerjaan Eknath sebenarnya. Kimara hanya ingin merecokinya saja mumpung ia tengah berada di rumah mertuanya.

Lalu, cepat-cepat saja Eknath menggelengkan kepala karena sadar telah terlalu lama memberi jeda. "Lo keren kok, Meredith. Makasih ya udah survive sampai di umur lo yang sekarang. Berapa tahun? Ah, kita seumuran. 26, bukan?"

Kimara tertawa kecil. Hei! Ia jadi dejavu dengan ucapan Jenoval yang juga pernah berterima kasih kepadanya karena telah bertahan hidup. Apa tidak sekalian saja mereka berdua mengalungkan mendali penghargaan atas pencapaiannya?

Perempuan itu lantas menjawab, "Salah. Sebentar lagi gue 27 tahun di bulan sekarang,"

"Oh, ya?" balasnya. Ternyata ulang tahunnya di bulan ini. Tangan Eknath kemudian menarik selang air panjang untuk membersihkan busa-busa pada kap mobil. "Tanggal berapa?"

"Kenapa? Mau kasih gue hadiah apa emang?"

Ia sedikit mendecak lirih, "Hadiah belakangan, yang penting doa terbaik. Buat keluarga lo juga, maksudnya, rumah tangga lo sama Kakak gue."

Sepasang alis Kimara pun meninggi diiringi bibir yang melengkung. Tumben sekali mulut Eknath jauh dari kata-kata menyebalkan. Ah, ia jadi teringat kejadian saat di gedung olahraga ketika mereka bermain futsal.

..I hope another me got you.

Iya, Kimara tidak tidur sungguhan di pangkuan Eknath saat mereka duduk di tribun penonton.

Apa itu artinya, Kimara sudah tau perihal perasaan Eknath kepadanya? Totally yes.

"Dear Fangiggs," ujar Kimara kemudian. Ia sedikit mendekat untuk mengambil alih selang dari tangan Eknath lalu meluncurkan air itu pada bagian mobil lainnya. "You are a good guy— even though you are so so annoying. Gue harap lo bisa cepet ketemu sama perempuan baik juga ya, Nath."

Mengalihkan pandang, ia malah tertawa. "Biar apa si lo bilang begitu?"

"Biar apa? Biar kita bisa double date!"

Dalam sekejap mata, Kimara cepat-cepat mengarahkan selang yang masih mengalirkan air deras ke tubuh Eknath sampai lelaki itu memekik terkejut. Kaos hitamnya mulai basah.

"Eh?! Stop! Meredith!" serunya, tetapi Kimara malah semakin meluncurkan air ke tubuhnya. "Baju gue basah, ya?! Gue males mandi, dingin!!"

"Cowok apaan lo males mandi!"

"Cowok ganteng se-Alaska!"

"Lebih ganteng juga Os— WUUUAAA EKNATH ALASKAIR MAHAGRA JANGANNNN!!!"

Keadaannya langsung berbalik sekarang. Dengan gesit Eknath membalaskan dendamnya untuk mengarahkan selang itu ke tubuh Kimara.

LABYRINTH : HOW DID IT END?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang