"Kimara, if the multiverse is real, I hope another me got you. Not because I want to have you, but... almost is never enough, right?"
Eknath Mahagra masih setia memandangi perempuan yang tertidur di pangkuannya, seraya mengalunkan kalimat-kalimat yang mungkin hanya akan berlalu begitu saja dengan percuma. Tidak percuma juga sebenarnya. Setidaknya, ia bisa mengungkapkan perasaan itu melalui bibirnya, tak hanya di simpan dalam hati bagai rahasia.
Beberapa saat sebelumnya, Eknath dan Kimara sengaja meluangkan waktu untuk bermain futsal di sebuah gedung olahraga. Tenang saja, Eknath sudah meminta izin kepada Osean. Kira-kira alasan Eknath kepada kakaknya seperti ini, ---"sebelum kalian menikah, boleh gue ajak Kimara main futsal dulu"?--- begitu. Singkat saja.
"Why didn't we meet earlier, Ra? Seandainya kita bisa kenal lebih awal sebelum lo ketemu dia, apa mungkin gue masih punya harapan?"
"—unfortunately, no."
Mereka berdua tengah istirahat di sekitar tribun penonton. Tapi mungkin karena Kimara terlalu kecapekan, akhirnya perempuan itu malah tertidur. Awalnya di pundak. Namun Eknath segera memindahkan kepala Kimara ke pangkuannya agar tidak sakit lehernya nanti.
"Sejujurnya, gue bingung. Gue bisa suka sama lo karena liat apanya, sih? Sejak kapan gue jatuh cinta sama orang keras kepala modelan lo ini, Meredith?"
Terkekeh kecil akan kalimatnya sendiri, Eknath melempar pandangannya sejenak pada lapangan futsal di bawah sana yang mengkilap karena lantai vinyl biru menyalanya.
Ia lantas memandang wajah Kimara lagi. Ey, perempuan itu sangat nyaman tidur. Bulu matanya lentiknya alami, cantik. Padahal kerjaannya tadi pun hanya berteriak dan lari-larian tidak jelas. Saat menendang bola, bukannya bola yang melesat tapi kakinya yang terpeleset dan berakhir dirinya terpental.
Ternyata benar yang dikatakan Eknath jika kaki Kimara itu loyo sekali. Menendang bola saja kewalahan.
"Tapi tenang aja, kalo ada laki-laki lain yang cintanya lebih dari gue, udah pasti Osean orangnya. Gue lega karena dia juga ternyata secinta itu sama lo walaupun di awal emang denial."
Love language Eknath itu ribut. Jika ia sedang tertarik dengan lawan jenisnya, maka ia akan sering membuat Si perempuan kesal sampai akhirnya debat kusir. Seperti yang dilakukannya kepada Kimara.
"Lo masih inget lukisan pertama yang gue beli dari lo? Iya, waktu kita pertama kali ketemu. Lukisan yang katanya sangat berharga karena punya momen berharga juga. Sebenernya lukisan itu bukan gue yang mau tapi Osean. Dia nyuruh gue beli lukisannya karena lukisan itu, gambaran dari kalian, kan?"
Sementara lukisan itu sendiri memang terinspirasi dari pengalaman pribadi Kimara bersama lelaki yang dicintainya. Tepatnya saat Kimara, Osean, dan Malinka tengah bersama-sama diantara tenda-tenda pengungsian pada malam yang semakin hanyut.
Kurang lebih gambaran lukisannya begitu. Itu kenapa saat melihat instagram @meredithocean, Osean langsung merasa dejavu dan ingin memilikinya. Karena saat itu Osean baru pulang dari Amerika akhirnya ia menyuruh Eknath. Lelaki itu masih canggung untuk bertemu katanya. Apalagi tiba-tiba membeli lukisan.
***
Hari yang ditunggu semakin mendekati tanggalnya. Setelah mendapat izin dari tempatnya bekerja untuk mengurus persiapan pernikahan, akhirnya pagi ini ia bisa pergi bersama Klaudia karena Osean rupanya masih ada pekerjaan yang tak bisa ditunda.
"Maaf ya, aku jadi ngerepotin Ibun karena harus antar aku," ucap Kimara disaat Klaudia yang berada di sampingnya tengah fokus menyetir.
Kimara belum bisa menyetir mobil. Ingin segera belajar pun tapi Osean melarangnya. Katanya nanti saja, jangan sekarang-sekarang.