"Kak, udah berhari-hari mobil lo nganggur di garasi. Sedangkan buat kerja lo selalu minta anter jemput gue atau pinjem mobil Ibun sama Ayah. Itu aneh banget tau ngga? Lo lagi coba metode penghematan baru?"
Setiap masa berlalu, setiap hari berganti, setiap orang berubah, tapi kenapa perubahan seorang Osean Mahagra ini aneh sekali? Lelaki itu tidak pernah mau memakai mobilnya sendiri selama kepulangannya di Indonesia. Jika tidak meminjam mobil orang tuanya, Osean akan meminta Eknath untuk menjadi sopir dadakannya seperti sekarang.
Morning all. Tidak usah terlalu semangat menjalani hari karena hasilnya gitu-gitu aja.
Tulisan di belakang badan truk yang Eknath baca sekilas malah membuatnya menghela napas panjang. Ck, persetan. Jika saja bukan Sang kakak yang menyuruhnya, Eknath malas sekali antar jemput seperti ini. Pasalnya, jarak antara kantor Osean dan Eknath ini berlawanan arah. Telat sedikit saja nantinya akan berakhir dirinya yang terjebak macet.
"Oh, jadi maksudnya lo ngga ikhlas ya Nath antar jemput gue?" ujar Osean saat mobil mereka sudah ada di depan gedung Mahagra & Associates, tempatnya bekerja.
"Bukan gitu Kak, tapi aneh aja. Kalo mobil lo bermasalah ya service lah, jangan malah dianggurin."
Osean lalu melepas sabuk pengamannya. "Siapa yang bilang bermasalah sih? Itu mobil jarang di pake bertahun-tahun tapi masih suka di servis sama Ayah, jadi aman."
"Ya terus kenapa ngga pernah lo pakai selama balik rumah?"
"Tolong jual itu mobil deh, Nath."
"Jual?" tohoknya, matanya menyipit dengan dahi mengerenyit. "Kenapa di jual?"
"Gue mau beli yang baru."
"Uuu," ledeknya. Yah, terkejut tidak terkejut sih sebenarnya. "Gajih lo di Amrik berapa, sih? Gue mau kerja di luar negeri juga jadinya,"
"Menurut lo?"
Ah, tidak usah ditebak. Ekntah hanya bisa memperkirakannya. "Mau ambil apa, Kak? Aston Martin, G-Class, atau Rolls-Royce, mungkin?"
Osean pun tertawa, "gue ambil Rolls-Royce cicilannya baru lunas setelah dua kali reinkarnasi kali ya, Nath? Engga lah. Mau yang sederhana aja."
"Sederhananya lo di atas 2M, Kak."
Ia hanya mengibaskan tangannya di udara. "Udah sono pergi, kalo nanti kejebak macet terus telat jangan nyalahin gue."
"Gimana mau pergi kalo lo nya aja ngga mau turun? Turun dulu sono woi!"
"Oh, iya, sorry."
Setelah keluar dari mobil Eknath, kini Osean hendak melipir sejenak ke arah minimarket untuk membeli camilan untuk rekan tim-nya. Namun, ramai-ramai orang yang berkumpul di depan sebuah toko bunga cukup mencuri atensinya sehingga ia melewatkan minimarket tadi untuk terus berjalan menuju parkiran toko yang dipenuhi bunga berwarna-warni.
Tapi ternyata, tidak. Osean menghentikan langkah sejenak. Dari jarak ini, ia melihat sosok perempuan yang mati-matian ia hindari di hidupnya. Ya, Ruby Anathea. Perempuan rupawan itu terlihat tengah berdebat dengan seorang pria tua dan ditonton beberapa orang lainnya.
Karena tidak ingin terlibat apapun itu dengan mantan kekasihnya, Osean lantas berbalik kembali menuju arah minimarket dan melupakan rasa penasarannya.
Satu langkah..
Dua langkah..
Osean merasa bimbang. Hati dan logikanya terasa tengah beradu mana yang lebih mendominasi mengambil keputusan.
Dan pada akhirnya, logika Osean kalah. Lelaki itu segera memutar tubuhnya lagi menuju ramai-ramai orang di sana.
"Ada apa ini?" tanya Osean pada pria berumur di hadapannya. Melalui ekor matanya, ia yakin jika Ruby Anathea terkejut akan kehadirannya.