"Mama! Papa!"
Pada siang menjelang sore yang cahaya terangnya semakin memudar, seorang anak perempuan berambut hitam berantakan tampak berlari-lari kecil menghampiri orang tuanya yang duduk di halaman rumah. Dua orang dewasa itu terlihat cukup terkejut atas seruan tiba-tiba Si anak. Mungkin mereka tak menyangka anaknya sudah bangun tidur dan menyusul menghampiri.
Lucu sekali. Anak itu bahkan hanya memakai singlet putih mini sampai pusarnya terlihat dan celana pendek yang menunjukkan paha gembulnya. Kira-kira usianya masih dua tahun, ya dua tahun.
"Kenapa Mama duduk Papa?" tanyanya, saat melihat ibunya duduk dipangkuan ayahnya.
"Sylana mau di pangku juga?" Sang ayah yang menjawab. Tangannya tetap melingkar di perut istrinya.
"Mau! Mau!" Namanya Sylana rupanya. Dengan antusias, anak itu menaiki kaki ayahnya agar bisa duduk di pangkuan juga.
"Mama bessal, kenapa mau mau dipangku Papa sepelti aku? Aku kecil, jadi boleh. Iya, kan, Papa?" Mulut kecil itu menggemaskan sekali jika sudah banyak bicara.
Dengan senyum yang belum memudar perempuan dewasa itu pun berujar, "Kenapa emang kalau Mama deket-deket Papa? Sylana cemburu, ya?" Ia sungguh tak mau mengalah, tetap duduk di satu paha suaminya sambil berpegangan pada bahu lebar nan mantap itu.
"Cemblublu apa sih, Papa?" Oh, bahkan kalimat ibunya tak ia tanggapi. Ia melengos. Sylana langsung bertanya pada ayahnya.
"Papa juga ngga tau sayang. Coba Sylana tanya Mama langsung." Tangan kanan lelaki itu melingkar di pinggang istrinya, sementara tangan kirinya melingkar di perut putri kecilnya. Dua tangannya sama-sama menjaga dua perempuan terkasihnya.
Namun bukannya bertanya kepada ibunya, Sylana malah memberikan kode agar kepala ayahnya menunduk. Anak itu rupanya ingin bisik-bisik karena mendekat ke arah telinga.
"Jangan kasih tau Mama... aku pipis.. di kasul beal.. ya Papa..."
"Lana sayang, pantesan celana kamu basah."
Bisikkan Sylana benar-benar membuat ayahnya menahan tawa sekaligus terkejut atas perkataannya. Ey, rupanya anak itu ngompol. Pantas saja celananya terasa basah juga.
Namun karena gemas akhirnya lelaki itu menciumi rambut setengah berantakan anaknya. Tak mau merasa tak adil, lantas ia juga mengecup kepala istrinya yang terlihat kebingungan dan penasaran. Dikecupnya secara bergantian sampai dirinya cukup— walaupun rasanya tidak akan pernah cukup.
Ah, Osean benar-benar terlihat bahagia berada di tengah-tengah dunianya; Kimara dan Sylana.
.
.
.Tepat pada pukul 04.00 pagi, perempuan yang sedang terbaring memakai selang oksigen itu membukakan matanya secara perlahan. Ia mengerenyit halus seraya menelisik ruangan dimana dirinya berada. Pandangannya yang kabur sedikit demi sedikit bisa terlihat menajam kembali. Digerakkannya jari jemarinya yang terasa kaku untuk selanjutnya melepas alat bantu pernapasan dari hidungnya.
Ah, rumah sakit, akhirnya ia bisa menyadari tempat ini
Sekelebat bayangan akan alasan mengapa dirinya terbaring di sini muncul di benaknya secara acak. Kimara menemukan jawaban. Rupanya ia masih di tempat ini setelah kejadian mengerikan itu.
Kenapa Mama duduk Papa?
Mau! Mau!
Kenapa emang kalau Mama deket-deket Papa? Cemburu, ya?