"Selamat ulang tahun."
Sayup-sayup gumaman halus terdengar berbisik di telinga, membuat lelaki itu bergerak perlahan bersama matanya yang sedikit terbuka. Mimpi? Apa ini masih mimpi? Begitu penglihatannya terbuka sempurna, keberadaan istrinya adalah hal pertama yang ia lihat. Kimara berada di hadapan wajahnya. Tangan perempuan itu bahkan memegang pipinya, mengusap-usap lembut menggunakan ibu jari.
"Selamat ulang tahun, Osean."
Tidak, Osean tidak sedang bermimpi. Ternyata istrinya memang membangunkannya. Bukan dengan ucapan selamat pagi melainkan selamat ulang tahun. Ah, manis sekali. Orang pertama yang memberikan ucapan selamat kepadanya.
"Kimara..." Ia memegang tangan yang berada di pipinya. "Makasih sayang, makasih."
Ungkapan terima kasih itu bukan hanya sekedar jawaban atas kalimat perayaan barusan. Osean lebih berterima kasih lagi karena ia merasa Kimara-nya telah kembali. Benar. Tatapan mata yang berbinar itu sudah berada di tempatnya.
Terima kasih, Tuhan. Terima kasih.
Posisi Kimara pun sama, berbaring di kasur menghadap suaminya. Saat genggaman tangan Osean semakin menguat, Kimara sedikit mengernyit bingung. Hei, kenapa Osean masih saja melihat wajahnya tanpa mau berkedip seolah belum percaya jika yang dilihatnya adalah istrinya?
"I love you, don't act so surprised, Mas."
Astaga, apa katanya barusan? Osean mengerjap sebanyak dua kali. Ia merasa lemas sampai tautan tangan mereka ia lepas. Sebagai gantinya, lelaki itu segera menarik tubuh Kimara lalu dipeluknya kemudian.
"How do you feel, sayang? Lebih baik dari kemarin?"
Ia mengangguk, "Karena kamu."
Setelah mengatakan itu, hampir satu menit mereka saling diam. Sungguh Kimara masih menunggu jawaban lain dari suaminya. Tapi.. kenapa tak kunjung ada juga? Telinganya yang menempel di dada Osean rupanya menemukan jawaban. Iya, Kimara bisa mendengar debaran jantung milik lelaki tersebut yang ternyata— oh, berdetak cepat sekali.
Osean sedang salah tingkah, ya?
"Kamu pasti lupa sama hari ulang tahun sendiri, kan?" Akhirnya Kimara bertanya hal lain saja daripada menunggu.
"Yang aku ingat cuman kamu."
"Gombalan cowok baru bangun tidur."
Tertawa gemas, Osean mengecup pucuk kepala istrinya. "Aku suka kadonya."
"Kado?"
"Kamu kadonya. Beruntung di umur sekarang Tuhan kasih aku izin buat jadiin kamu pelengkap hidup aku. All our talks and the time we spent together mean a lot to me. I hope you believe my words. I swear. I love you so so so much. Ini bukan gombalan cowok bangun tidur. Not just acting. I love my Gianirera for real."
Pelukkan Osean hangat sekali Kimara rasakan. Dua selimut tebal saja kalah hangatnya. Ia semakin tenang lagi saat mendapat kalimat manis dari bibir manis suaminya barusan.
Karena itu lah, Kimara mulai mendongakkan kepalanya sampai akhirnya pandangan keduanya bertemu. Berdebar. Kali ini debaran jantung mereka seakan berkolaborasi bahkan berlomba-lomba siapa yang paling tercepat.
"Mas..." lirih Kimara, sambil menggigit bibirnya kecil. Posisi ini membuatnya tak bisa berkutik.
"Don't bite your lips, sayang. Kalo aku jadi mau gimana?"
Sial! Kimara sontak mengatupkan bibirnya rapat. Wajahnya bisa semerah tomat matang jika diserang bertubi-tubi Osean mode Engines begini!
"Kayaknya sebentar lagi turun hujan," kata Osean saat Kimara memutus pandangan mereka, tak kuat lama-lama. Guntur baru saja terdengar. "Hujan gini enaknya ngapain?"