Setelah merapikan tempat tidur serta barang-barangku, aku keluar dari kamar Jade karena merasa bosan. Aku naik ke lantai dua rumah mewah itu untuk melihat-lihat, sebelumnya aku tidak pernah melangkah sampai kesini.
Sebuah tangan tiba-tiba melingkar ke perutku, aku terkejut bukan main dan menyadari itu adalah Jade, "apa yang kamu lakukan disini?" Tanya pria itu.
"Aku hanya melihat-lihat. Kamu kembali dengan cepat."
"Ayo turun, ini bukan tempat kita. Ini adalah tempat Jack dan aku tidak ingin kamu mendengar suaranya yang sedang bercinta dengan wanita bayarannya." Bisik Jade.
Jade menariku turun dan kami kembali ke kamarnya. Aku mendengus pelan dan duduk di kursi kerjanya. Pria itu berdiri di depanku lalu melepaskan seluruh pakaiannya dan hanya menyisakan boxer.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanyaku sedikit gugup.
"Apa yang kulakukan? Bukankah aku memang selalu seperti ini saat berada di kamar?"
Aku memalingkan wajahku saat melihat benda yang besar nan panjang tercetak jelas dibalik boxernya. Jade mendekatiku lalu mencium leherku,
"Kapan kamu siap untuk menikah denganku?" Tanya pria itu.Aku mendesah pelan karena bergidik merasakan hembusan nafas serta bibirnya yang menyentuh leherku, "Jade..." panggilku lirih.
Tangan Jade beralih mengeluarkan kalung mawar biru yang selalu aku sembunyikan di balik pakaianku. "Terima kasih kamu masih memakainya." Ucap pria itu.
Aku menangkup wajah Jade lalu mengulum bibirnya, kami bertukar saliva dan Jade mengeram dalam ciumannya lalu ia tiba-tiba menjauhkan kepalanya.
"Katakan sayang, kapan kamu siap untuk menikah denganku?" Tanyanya lagi."Masih ada yang harus aku lakukan, Jade." Bisikku.
Jade kembali mencium leherku lalu meninggalkan tanda ciumannya disana, "apa yang ingin kamu lakukan?" Tanyanya.
"Setelah urusanku selesai, aku janji, kita akan menikah." Ucapku.
Jade menekukkan lututnya didepanku dan memegang kedua tanganku, "urusan apa itu? Apakah aku boleh tahu?"
Aku mengusap rambut Jade, "akan kupikirkan apakah kamu harus mengetahuinya atau tidak." Jawabku sambil tersenyum.
Jade berdiri dan ia menarik tanganku untuk ikut berdiri, seketika aku merasa linglung. Aku hampir saja jatuh jika Jade tidak memegangku.
"Rose? Kamu tidak apa-apa?" Tanya Jade khawatir.
Aku mencengkram erat lengan Jade, kepalaku mendadak pusing tetapi hanya sebentar. "Tidak..." jawabku pelan. Jade menggendongku di dadanya menuju ke kamar biru itu dan membaringkan aku dengan pelan.
"Perlu kuganti lampunya? Mungkin warna lampunya bisa membuatmu pusing." Ucap Jade, wajahnya tampannya terlihat sangat khawatir.
Aku menggeleng, "aku menyukainya."
"Aku akan menganti pakaianmu agar nyaman."
Aku tersenyum, kubuka pakaianku dan celana jeansku sedangkan Jade mengeluarkan sebuah piyama dari lemari pakaian yang tak jauh dari tempat tidur. Jade berbalik menatapku, kulihat matanya berbinar-binar dan jakun di lehernya bergerak naik turun. Pria itu menghela nafas dengan berat lalu berjalan mendekatiku, aku tersenyum lebar menatap wajahnya yang sedang menahan nafsu.
Jade duduk di tepi ranjang dan aku beralih duduk dipangkuannya dengan melingkarkan kedua kakiku ke pinggangnya. Aku berdeham pelan saat merasakan vaginaku yang masih terbungkus celana dalam menyentuh miliknya yang keras. Jade mengusap punggungku dan mencium bahuku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Xavier Brothers
RomanceLondon, Inggris... ROSE Namaku Rose dari keluarga biasa dan anak terakhir dari tiga bersaudara, ayahku hanya pekerja kantor biasa dan ibuku adalah ibu rumah tangga. Sejak masuk ke Xavier High School perjalanan cintaku menjadi berliku-liku berkat par...