9 | Khawatirnya

1.6K 306 18
                                    

Kalea keluar dari lift menuju pos keamanan apartemennya. Seperti biasa, malam ini Kalea akan kembali membagi-bagikan makanan namun hari ini hanya di daerah sekitar apartemennya saja.

"Hai Pak Warman, mau pinjam motor dong," sapa Kalea dengan ramah.

"Boleh. Eh Mbak Kalea, kemarin saya lihat lho yang jemput Mbak Kalea," ujar Pak Warman sambil memberikan kunci motornya pada Kalea. Kalea terkekeh.

"Cakep ya, Pak?"

"Beuh cakep banget. Itu pacarnya Mbak? Bapak cuma mau tahu saja, cocok sama Mbak Kalea itu Masnya," ucap Pak Warman.

"Padahal kemarin Pak Ujang udah seneng tuh Mbak, dikiranya beneran pacarnya Mbak Kalea."

"Waduh bukan dong, Pak. Itu temen saya," jawab Kalea.

Lagi-lagi Kalea tertawa lalu dia memutuskan untuk segera pamit karena harus mengambil makanan pesanannya terlebih dahulu.

Begitu tiba di lokasi, Kalea mulai membagikan nasi bungkus kepada orang-orang di jalanan. Mulai dari anak kecil hingga lansia.

"Mbak Kalea!"

Beberapa anak kecil yang baru selesai berjualan koran di lampu merah berlari menghampiri Kalea. Kalea tersenyum lebar.

"Udah makan belum?" tanya Kalea. Ketiganya menggeleng bersamaan.

"Ih kebiasaan ya, udah jam 10 malam ini, nih aku bawain nasi bungkus," ujar Kalea lalu memberikan nasi bungkus pada ketiganya.

"Mbak Kalea kok gak ke taman baca lagi?" tanya Ino lalu duduk di sebelah Kalea.

"Lagi sibuk aku, nanti kalau ada buku baru lagi, aku ke taman baca deh. Tapi kalian belajarnya pada pinter kan?"

"Iya dong, Mega udah mulai bisa hitung-hitung Mbak, jadi gak bisa dikibulin pembeli lagi," ujar Mega dengan riang.

"Aku udah bisa baca sedikit, kalau bosan bisa deh baca koran yang di jual-jualin," ucap Aryan.

"Ino dijagain ya adik-adiknya, jangan bergaul sembarangan pokoknya, kerja yang bener, belajarnya juga yang bener," ucap Kalea. Ino adalah anak tertua di taman baca, usianya 15 tahun, tapi dia harus berhenti sekolah saat masih kelas 5 SD karena kekurangan biaya dan harus menjadi tulang punggung untuk keluarganya.

Kalea suka merasa sedih jika melihat anak-anak yang putus sekolah. Kalea bersyukur walaupun keluarganya broken home, tapi dia masih bisa melanjutkan pendidikannya hingga Sarjana.

"Iya Mbak. Tapi Mbak, Oji pindah tempat minggu lalu, diajak orang gitu," ucap Ino. Kening Kalea berkerut bingung.

"Pindah ke mana?"

"Gak tahu, Mbak. Aku juga diajak kemarin tapi gak mau, kasihan Ibu sama adik-adik kalau harus pindah-pindah tempat lagi."

"Yaudah, kalian istirahat sana. Aku juga mau balik, itu masih ada sisa nasi bungkusnya ambil aja," ucap Kalea mengangsurkan kantong plastik pada Ino lalu dia beranjak berdiri.

"Baik-baik ya," ucap Kalea lagi sebelum dia pergi. Ino, Mega, dan Aryan mengangguk lalu melambaikan tangannya pada Kalea.

Kalea berjalan sendirian menuju tempat motornya terparkir yang memang agak jauh. Seorang lelaki asing tiba-tiba saja menghadang langkahnya membuat langkah Kalea terhenti. Lelaki itu memegang bagian bawahnya yang terbuka sambil tersenyum dengan wajah mesum pada Kalea.

Kening Kalea berkerut menatap alat kelamin lelaki itu lalu beralih pada wajah lelaki itu. Kalea sempat terdiam sesaat karena terkejut dan menetralisir rasa takut dan paniknya lalu dia berdehem.

"Kecil banget itu, gak bisa lebih gedean lagi punya lo?" tanya Kalea membuat senyum lelaki itu pudar.

"Lo kerja gini dapat duit berapa?" tanya Kalea lagi. Lelaki itu berbalik hendak pergi namun langkahnya terhenti karena dua orang dengan seragam polisi sudah berdiri di belakangnya. Lalu dengan gerakan cepat mereka menahan lelaki asing itu.

FelicidadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang