28 | Pain and Joy

1.9K 351 52
                                    

Sesosok anak kecil dengan piyama dress berdiri di ujung anak tangga sambil memeluk boneka cindy berwarna merah muda. Tatapan dinginnya terarah pada dua orang yang tampak bertikai di depannya. Suara mereka berseru diantara derasnya hujan dengan kilat yang sesekali menyambar, membuat bumi terang sepersekian detik.

"Aku akan tetap urus perceraian kita. Dan aku akan ambil hak asuh Nayaka."

"Gak bisa! Nayaka belum genap satu tahun dan dia masih butuh aku sebagai Maminya! Kamu jangan egois. Kalau kamu mau hak asuh anak kita, ambil Kalea."

"Untuk apa? Karena anak itu, perusahaan Daddy diserahkan pada Pratama! Seharusnya dia tidak lahir di dunia, tapi kamu dengan bodohnya malah membiarkan dia hidup!"

"Sadar! Kalea itu anak kamu juga."

"Kamu yang menyerahkan diri padaku dan membuat semua rencanaku berantakan! Aku bahkan belum siap untuk memiliki anak saat itu!"

Kalea yang masih berusia 7 tahun lagi-lagi harus mendengar penolakan Papi terhadap dirinya. Ia menghela napas lalu dengan langkah gontai kembali menaiki anak tangga menuju kamarnya, memendam lukanya sendirian seperti yang sudah-sudah.

Langkah kecilnya membawa ia ke kamar lain. Matanya bergerak gelisah menatap sekitar lalu pandangannya tertuju pada box bayi di kamar itu. Ia tersenyum dingin lalu mendekat ke arah bayi yang rupanya sedang membuka matanya itu. Ditatapnya dengan datar bayi yang juga sedang menatapnya dengan polos.

"Kamu akan ikut Papi pergi, dan aku akan dibuang sendirian," ucapnya lalu mengulurkan tangannya untuk menekan tubuh sang bayi, namun tangan mungil bayi itu meraih jari Kalea dan menggenggamnya dengan erat. Ia mulai mengeluarkan celotehan khas bayi.

Gerakan Kalea terhenti, matanya terarah pada jarinya yang digenggam erat oleh bayi mungil yang adalah adiknya.

"Kamu lebih disayang Papi, ngapain sentuh-sentuh aku? Papi aja jarang nyentuh aku," ucapnya dengan sinis. Bayi itu tertawa.

"Kita gak akan ketemu lagi." Kalea melepas genggaman tangan kecil bayi itu lalu ia berbalik, namun langkahnya terhenti saat mendengar bayi itu menangis.

"Ck!" Kalea berdecak kesal lalu ia berbalik kembali melihat bayi itu. Tangis bayi itu terhenti begitu melihat Kalea, tatapan polosnya seolah ingin mengajak Kalea bermain.

"Kamu takut sendirian juga ya kayak aku?" tanya Kalea lalu ia melirik boneka cindy di tangannya.

"Nih, buat temenin kamu." Kalea meletakkan boneka cindy itu di sebelah sang bayi yang sudah kembali berceloteh.

"Aku kasih ini semua buat kamu. Kamu udah ambil Papi, Mami, sekalian boneka cindy deh aku kasih kamu juga."

Setelah mengucapkan itu, Kalea berbalik pergi.

☆☆☆☆☆

Kalea perlahan membuka matanya, tangannya terulur menyentuh matanya dan mendapati dirinya menangis. Mimpi buruk tentang luka masa kecilnya kembali hadir dan itu karena semalam Satria mengabarkan jika Opungnya mengundang Kalea untuk makan malam bersama. Kalea jelas takut untuk bertemu dengan keluarga Satria, ia belum memiliki keberanian jika ditolak. Selama ini Kalea selalu berteman baik dengan penolakan. Kalea menghela napas lau menatap tangannya yang gemetar. Pikirannya kembali berisik.

Kalea kemudian beringsut duduk, ia membuka laci untuk mengambil obat antidepresannya lalu menenggaknya. Setelah itu Kalea menenggelamkan wajahnya di sela lututnya yang terlipat. Tangannya memeluk erat lututnya.

"Mami mau menikah, Kal. Kamu boleh pilih tetap bareng Mami atau ke tempat Papi mu."

"Saya gak sudi menampung anak pembawa sial seperti kamu!"

FelicidadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang