16 | Tanpa Basa-basi

1.9K 340 33
                                    

Setelah bertemu dengan keluarga Satria beberapa hari yang lalu, semalaman Kalea berpikir banyak. Kalea tidak tahu sejak kapan perasaan nyamannya tumbuh, namun sebelum semuanya semakin jauh, lebih baik Kale berhenti. Mau dilihat dari sudut manapun Kalea memang tidak pantas untuk Satria.

Kalea merasa takut jika kebahagiaan yang ia dapatkan dari keluarga Satria itu akan berubah menjadi luka, ia akan ditinggalkan. Dan Kalea tidak ingin merasakannya lagi, maka lebih baik Kalea hidup dengan dirinya sendiri. Seharusnya Kalea tidak terbuai dengan act of service dari Satria.

Tangan Kalea bergerak mengambil ponselnya lalu ia menghapus kontak Satria dari phonebook nya, berikut menghapus chat mereka di whatsapp setelah membaca beberapa chat dari Satria yang sengaja ia abaikan.

Keputusan lo udah bener, Kal.

Kalea meyakinkan dirinya agar ia tidak jatuh dalam penyesalan. Melihat harmonisnya keluarga Satria memang tidak pantas ia yang penuh masalah dan luka ini masuk ke dalam keluarga itu.

"Muka lo kayak menanggung beban yang berat banget," celetuk Iren lalu duduk di sofa yang berada di ruangan Kalea.

"Beban hidup gue emang berat," jawab Kalea dengan santai lalu ia memilih beralih pada iPadnya.

"Lo sama Satria gimana? Kata Buna, lo udah main ke rumah?" tanya Iren penasaran. Ia baru saja kembali dari Kuala Lumpur kemarin. Kalea hanya mengedikkan bahunya.

"Gak gimana-gimana, kemarin juga cuma makan siang bareng biasa," jawab Kalea dengan santai.

"Terus pendapat lo tentang keluarga Satria gimana?" tanya Iren. Kalea terdiam sesaat, tangannya mengetuk-ngetuk meja sembari memikirkan jawaban yang tepat.

"Sempurna. Tapi itu jadi beban buat gue, Ren," jawab Kalea. Kening Iren berkerut bingung.

"Beban gimana?"

"Hati gue merasa terbebani aja, gue gak pernah terbiasa dengan kasih sayang keluarga, rasanya aneh pokoknya, gue juga takut. Dan ini gue, Ren. Gue yang penuh masalah ini gak akan cocok sama keluarga baik-baik seperti keluarganya Bang Satria," jelas Kalea.

"Kan belum lo coba, Kalea. Ketakutan lo apa?" tanya Iren.

"Ditinggalkan. Papi Mami gue ninggalin gue, padahal kami keluarga, tapi mereka malah buat keluarga baru masing-masing," jawab Kalea.

Lidah Iren kelu. Untuk mendekati Kalea memang sulit. Apalagi Kalea memiliki trauma terkait keluarga. Puluhan tahun Kalea hidup sendirian dan itu tanpa sadar menciptakan banyak luka dihatinya.

Rasanya semua luka sudah dicicipi Kalea. Ditinggalkan keluarga, pernah dikhianati teman dekat, pernah terjebak toxic relationship, dan sekarang pekerjaannya di intertainment berada di ujung tanduk karena ulah Damian Lorenzo. Rasanya dunia tidak berhenti memberi luka untuk Kalea.

"Terus sekarang gimana?"

"Ya gue cut off Bang Satria dari hidup gue sebelum semua terlalu jauh, toh kami juga baru temenan aja kemarin, jadi belum telat," jawab Kalea.

"Yaudah, gue dukung apapun keputusan lo, Kal," ucap Iren. Iren tidak mungkin memaksa Kalea hanya karena Satria sepupunya. Bagi orang yang memiliki banyak luka, mereka tidak membutuhkan kata-kata penenang atau lainnya, karena menurut mereka semua itu kebohongan belaka.

☆☆☆☆☆

Akhir pekan ini Satria mengunjungi kediaman Opungnya yang baru saja kembali dari Singapura.

"Susah kali pun kau dihubungi, Satria!" omel Opung Hadi begitu melihat kedatangan Satria.

"Opung telepon mau ngobrol hal penting apa memangnya?" tanya Satria.

FelicidadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang