15 | Sebuah Keluarga

1.7K 320 28
                                    

Hari ini Kalea akan melepas jahitan pada lukanya ditemani Satria karena mobilnya masih berada di kediaman Papinya dan Satria juga semalam menawarkan tumpangan padanya. Selama satu minggu ini mereka tidak bertemu, namun setiap waktu makan Satria akan mengirimkan makanan untuknya. Kalea tanpa sadar mengopek kulit jarinya dan itu tidak luput dari perhatian Satria.

Satria menggenggam tangan Kalea, saat ini mereka sedang menunggu antrean di dokter yang menangani Kalea.

"Tangannya, Kalea," ucap Satria.

"Sorry."

Kalea kembali menarik tangannya dari Satria namun karena kebiasaan, Kalea kembali melakukannya lagi.

"Kalea Annisa." Satria menatap Kalea dengan tegas. Kalea menghembuskan napasnya lalu ia memilih meremas ujung kemeja biru muda yang ia pakai. Tak lama nama Kalea di panggil. Kalea masuk bersama Satria.

Hanya dalam waktu 10 menit, Kalea dan Satria sudah selesai dan kini mereka melangkah menuju parkiran.

"Bang, makanan yang selalu abang kirim itu beli atau catering? Enak banget, baru nemu deh gue masakan rumahan yang enak gitu," tanya Kalea.

"Kamu suka?"

"Suka."

"Itu masakan Ibu saya," ucap Satria lalu menoleh pada Kalea. Kalea otomatis menghentikan langkahnya dan menatap Satria dengan wajah kaget.

"Serius, Bang?"

Satria menganggukkan kepalanya lalu melangkah mendahului Kalea. Dan Kalea buru-buru menyusul Satria.

"Kok bisa Ibu lo yang masak buat gue?" tanya Kalea dengan penasaran.

"Saya bilang punya temen lagi sakit, terus ya saya minta tolong sama Ibu dan beliau mau masak untuk kamu, katanya juga Ibu mau kenal sama kamu," jelas Satria lalu membukakan pintu mobilnya untuk Kalea.

Kalea tertegun. Pasti keluarga Satria sangat harmonis karena pria itu bisa menceritakan tentangnya pada Ibunya, bahkan waktu itu juga Satria mengenalkannya pada Papanya. Sangat berbanding terbalik dengan Kalea yang sama sekali tidak memiliki tempat untuk menuangkan perasaannya. Sejak kecil orang tuanya tidak pernah mau mendengarkannya sehingga Kalea terbiasa memendam semuanya sendirian.

"Kok diam? Ayo masuk, panas," ujar Satria membuyarkan pikiran Kalea. Kalea buru-buru masuk ke dalam mobil Satria.

"Lo cerita tentang gue ke Ibu lo?" tanya Kalea saat Satria mulai melajukan mobilnya. Satria mengangguk santai.

"Saya bilang punya teman baru namanya Kalea," jawab Satria.

"Terus?"

"Ibu mau kenalan. Tapi itupun kalau kamu tidak keberatan bertemu Ibu saya."

"Tanggapan Ibu lo tentang gue? Lo tau lah, gimana problematiknya gue di khalayak, ada aja kan berita jelek tentang gue," ucap Kalea.

Dulu, Kalea pernah dikenalkan pada keluarga mantan kekasihnya. Respon yang ia terima tidak jauh dari dugaannya. Ibu dari mantan kekasihnya tidak melihatnya ada, bahkan para tantenya menatap Kalea dengan sorot tidak suka. Lalu seminggu setelah itu Ibu dari mantan kekasihnya meminta Kalea untuk menjauhi anaknya.

"Gak gimana-gimana," jawab Satria. Kening Kalea berkerut, dia malah heran jika Ibu Satria akan membiarkan anaknya berteman dengan Kalea.

"Gue mau kenalan sama Ibu lo," ucap Kalea.

"Oke. Kita ke rumah orang tua saya sekarang," jawab Satria dengan santai lalu memutar arah tujuannya untuk ke rumah orang tuanya.

"Lo udah ngerencanain ini kan?" tebak Kalea melihat sikap tenang Satria. Satria menggelengkan kepalanya.

FelicidadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang