19 | Officially

1.6K 353 65
                                    

Pagi ini Kalea ditemani oleh Morin di rumah sakit, para sahabatnya itu bergantian menemani Kalea lalu nanti saat siang menjelang sore, orang tua Satria akan mampir melihat kondisi Kalea dan malamnya Nayaka akan menginap. Kalea benar-benar tidak dibiarkan sendirian. Empat hari belakangan ini Kalea tidak menemukan keberadaan Satria, menurut penjelasan Jehan kemarin, Satria sedang disibukkan dengan kasus butterfly club. Kalea belum membuka ponselnya lagi sejak kejadian itu karena ia masih fokus untuk berkonsultasi dengan psikiater.

"Lo udah oke? Gak lemas lagi?" tanya Morin sambil mendorong kursi roda Kalea untuk kembali ke kamar.

"Oke kok. Sorry ya gue lemah banget, jadi ngerepotin lo," jawab Kalea. Jadi mereka sedang berada di taman rumah sakit, itu kali pertama Kalea keluar di tempat umum, tetapi baru beberapa menit Kalea kembali ketrigger yang menyebabkan ia sesak napas dan lemas.

"Gue gak pernah merasa repot dan lo gak lemah. Lo udah keren banget dengan berani keluar," ucap Morin.

Gerakan Morin yang mendorong kursi roda Kalea terhenti saat ia melihat dua orang di depan kamar inap Kalea.

"Mami.. Papi.."

Kalea meremas kedua tangannya dengan gugup.

"Om sama Tante ngapain di sini?" tanya Morin dengan tatapan tidak bersahabatnya. Sekalipun dua orang di hadapannya adalah orang tua Kalea, namun keduanya lah yang menciptakan luka terbesar dalam hidup Kalea.

"Saya menengok putri saya, bisa tinggalkan kami?" Mami Kalea menjawab. Kalea menoleh pada Morin dan menganggukkan kepalanya.

"Kalau ada apa-apa lo panggil gue," ucap Morin lalu ia mendorong kursi roda Kalea untuk masuk ke dalam kamar inap Kalea diikuti kedua orang tua Kalea setelah itu Morin meninggalkan mereka.

Ada setitik rasa bahagia yang dirasakan Kalea melihat kedua orang tuanya datang bersama. Rasanya sudah lama sekali ia tidak melihat orang tuanya secara lengkap seperti ini.

"Papi lihat di berita, kamu terlibat kasus narkoba itu?" tanya Papi membuka suara. Jari telunjuk Kalea bergerak mengopek kulit ibu jarinya, kebiasaannya jika mulai panik.

"Enggak, Papi. Saya hanya hadir di acara ulang tahun Sakila Harun, tidak lebih," jawab Kalea.

"Lalu apa yang kamu lakukan? Nama kamu kembali muncul setelah skandal pelakor kemarin, kamu selalu saja membuat malu keluarga," cecar Papi.

"Kamu kenapa belum berubah juga sih, Kal? Ke club, mabuk-mabukan. Mami sudah memperingati kamu untuk jaga kelakuan, kamu itu sering menjadi atensi banyak orang," ucap Mami membuka suara.

Kebahagiaan yang tadi dirasakan Kalea perlahan runtuh. Orang tuanya hanya mementingkan nama baik tanpa menanyakan kondisi Kalea yang hampir gila selama satu minggu ini.

"Saya sama sekali gak mabuk, Mi. Mami dan Papi gak tahu kan? Saya nyaris mati di sana, orang-orang itu menyentuh tubuh saya, mereka melecehkan saya. Ada Mami sama Papi peduli dengan keadaan saya?" Kalea menatap Mami dan Papinya bergantian.

"Kalau kamu dilecehkan itu kesalahan kamu! Kamu memang pantas mendapatkannya!" jawab Papi.

Mata Kalea berkaca-kaca dengan napasnya yang mulai sesak dan ia semakin kuat mengopek kulit ibu jarinya yang sudah lecet dan mengeluarkan sedikit darah.

"Sekalipun saya mati, ternyata Mami dan Papi tidak akan peduli ya? Mami sama Papi sayang gak sih sama saya?"

Setetes air mata Kalea jatuh.

"Untuk apa Mami ke sini kalau Mami gak sayang kamu? Bisa gak sih Kal kamu tidak berulah? Mami malu ditanyain sama keluarga besar kita setiap hari," ucap Mami.

FelicidadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang