13 | Luka

1.3K 310 45
                                    

Bab ini trigger warning ⚠️

☆☆☆☆☆

Untuk ke sekian kalinya, Kalea kembali menginjakkan kakinya di kediaman mewah itu. Rasa takut kembali menyusup dalam hatinya namun ia berusaha untuk tetap tenang. Kalea meremas kuat tas nya begitu langkahnya tiba di ruang tamu kediaman itu. Tatapan Kalea terhenti pada foto keluarga yang dicetak besar memenuhi sebagian dinding. Hatinya terasa miris, dia tidak pernah merasakan keutuhan keluarga.

"Ikut ke ruang kerja Papi."

Kalea tersentak kaget, jantungnya semakin berdetak kencang dan tangannya mulai berkeringat dingin. Dengan berat ia melangkah menuju ruang kerja Papinya. Begitu pintunya tertutup, sebuah tamparan mendarat di pipinya.

"Dasar gak becus! Saya lepas Nayaka sama kamu, kenapa kamu biarkan dia kerja?" amuk Papinya. Kening Kalea berkerut samar.

"Maksud Papi?"

Pria paruh baya itu berdecih lalu menjepit kuat pipi Kalea.

"Kamu bahkan tidak mengawasi Nayaka! Memang gak pernah benar kamu jadi anak!"

Kali ini tamparan yang diberikan pada Kalea cukup keras hingga Kalea tersungkur di lantai dan telinganya berdenging. Lalu beberapa lembar foto dilempar ke lantai tepat di hadapan Kalea.

Kalea menatap foto itu satu per satu. Di dalam foto itu Nayaka tampak bekerja sebagai barista di sebuah cafe. Kalea menggigit bibir bawahnya. Rasa bersalah mulai menguasai relung hatinya.

Pantas Papi marah. Apa duit gue kurang untuk Nayaka?

"Kamu juga kenapa sih selalu buat masalah? Apa maksud kamu nyuruh perempuan itu ke kantor saya?!" sentak Ardiman Sardjono. Kalea mendongakkan kepalanya lalu beranjak berdiri.

"Dia hamil anak Papi! Setidaknya Papi harus bertanggung jawab," jawab Kalea.

"Salah perempuan itu yang hamil. Dia yang lebih dulu memulai, saya hanya mengikutinya."

Kalea mengepalkan tangannya kuat. Ardiman Sardjono kemudian melangkah menjauh, tangannya mengambil stik golf lalu mengetuk-ngetuk ke lantai sambil berjalan mendekati Kalea.

"Kamu sudah bikin saya malu dengan keributan yang kamu ciptakan dengan perempuan itu!"

Stik golf itu kemudian menghantam lengan Kalea. Kalea memekik sambil melindungi tubuh dan kepalanya.

"Dasar anak kurang ajar!"

Puas memukuli Kalea, Ardiman melempar stik golfnya lalu menarik rambut Kalea hingga Kalea merasa kepalanya seperti akan terlepas. Ditariknya Kalea untuk berdiri kembali.

"Seharusnya saya tidak biarkan kamu lahir. Kamu tidak pantas dengan nama Sardjono. Kamu hanya anak perempuan yang selalu jadi beban saya seumur hidup!"

"Aku gak pernah minta untuk dilahirkan, Pi. Papi bunuh aja aku sekarang. Bunuh aku." Kalea mencengkram lengan Papinya yang masih memegang rambutnya.

"Begitu?"

Ardiman mendorong tubuh Kalea hingga pelipis Kalea menghantam ujung meja dan darah segar langsung keluar dari pelipisnya. Kalea tersenyum lemah dengan sudut bibir yang memang sudah terluka akibat tamparan Papinya.

"Ternyata Papi selalu tega sama aku. Papi selalu lukai aku."

Tubuh Kalea kemudian ditendang oleh Papinya dan Kalea tidak melawan hingga pintu ruang kerja Papinya terbuka.

"Cukup! Berhenti, Mas."

Seorang wanita muda dengan perutnya yang mulai membuncit melangkah masuk lalu berdiri di sisi Kalea. Kakinya dengan sengaja menginjak tangan Kalea.

FelicidadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang