4-9 • Rantai yang Terputus

18 10 8
                                    

───── ∘•∘❉∘•∘ ─────

Hari Senin, hari yang paling dibenci oleh seluruh umat manusia.

Hari di mana hari libur telah berakhir, dan kita semua terpaksa kembali ke rutinitas harian kita. Entahlah kerja, kuliah, atau pun sekolah. Dan tak beda juga dengan SMA Dhatri, karena keluhan kini bergema di seluruh sisi dinding sekolah itu ketika mendenger bel berbunyi. Dan bukan, bukan bel masuk kelas. Namun, karena ini hari senin, bel itu berarti adalah waktu di mana semua pelajar diwajibkan melakasanakan kegiatan upacara.

Tak berbeda dengan Kartika dan Claudia, yang kini sedang melangkah menuruni tangga dengan energi yang begitu tipis, di tengah keramaian dari pelajar lain yang juga tengah dalam perjalanan menuju lapangan upacara.

Menyadari ada yang janggal, Kartika pun bertanya kepada Claudia, "Delyon sama Kailani bukannya harusnya udah masuk sekolah hari ini?"

"Masih di jalan," Claudia menjawab singkat, dengan matanya yang menatap kaki.

Kartika menghela napasnya berat setelah melihat mata Claudia yang redup. Kalau bisa jujur, ia ingin berkata kepada perempuan itu bahwa hatinya terasa perih setiap kali dirinya melihat Claudia yang semakin kehilangan percaya dirinya di tengah keramaian. Namun, ia takut jika ia melontarkan pertanyaan itu sekarang, ia justru memperparah keadaan. Karena itu, ia hanya bisa bertanya, "Pil yang kemarin dikasih psikiater udah mulai kamu minum?"

Claudia mengangguk kaku.

"Teratur, kan?"

Claudia kembali mengangguk kaku.

Hatinya begitu sakit melihat sahabatnya itu berubah, namun, ia pun sudah paham tentang semua yang perempuan itu lalui. Dan ia paham bahwa setelah melalui semua itu, pasti akan sulit bagi Claudia untuk kembali mengangkat kepalanya dan menatap orang-orang di sekitarnya.

Mendekati keramaian di lapangan upacara, Kailani pun inisiatif memegangi lengan Claudia, supaya Claudia bisa mengikutinya dengan kepala yang tertunduk.

"Kita udah sampe," Kartika berkata halus sebelum melepas genggamannya, yang kemudian dibalas anggukan lemas dari Claudia. Mereka berdua kini sudah berbaris rapih, di belakang lautan manusia yang memenuhi lapangan upacara SMA Dhatri.

Tak butuh waktu lama. Tahapan demi tahapan upacara pun dilaksanakan. Pasukan pemimpin upacara pun yang mulai memasuki lapangan, pengibaran bendera, sampai pembacaan pancasila dan UUD 1945.

Namun, di sepanjang upacara, Claudia terus saja menunduk. Ia bahkan tidak mengangkat tangannya di saat semua orang di sekitarnya sedang melakukan hormat.

Sampai akhirnya. setelah 40 menit berlalu, upacara telah mencapai tahapan pengumuman penutup.

Tetapi, Kartika segera mengernyitkan keningnya ketika menyadari sesuatu yang janggal. Karena kali ini, yang berdiri di depan mic untuk melakukan pengumuman justru bukanlah seorang guru seperti biasanya. Namun justru, wajah yang familiar, "Delyon?"

Kartika menoleh kepada Claudia yang berdiri di belakangnya, kemudian mencolek lengannya. "Ci, Delyon ngapain?"

Setelah sejak tadi tertunduk, akhirnya Claudia pun mengangkat kepalanya, dan ikut terbingung ketika melihat Delyon sedang berdiri di panggung upacara, menggunakan jas OSISnya.

Delyon mengetuk mic di hadapannya, menatap lautan manusia di hadapannya dengan senyuman percaya diri. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," jawab seluruh lapangan serempak.

"Langsung ke intinya saja, di sini sini saya mau mengumumkan bahwa OSIS akan kembali dibuka, yeyyy!" Delyon bertepuk tangan garing dengan senyumnya yang semakin lebar. "Mulai besok, pendaftaran ulang akan kembali diadakan, di ruangan OSIS yang dulu."

DhatriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang