1-4 • Terjatuh

57 23 0
                                    

───── ∘•∘❉∘•∘ ─────

Semua kepala yang ada di tempat itu menoleh dengan tatapan risih karena bau alkohol menyengat dari dua perempuan itu. Jam bahkan belum menjukkan pukul sepuluh, namun Laras sudah berjalan dengan terhuyung-huyung. Sementara Claudia berjalan di sampingnya, menghisap batang rokoknya dengan khidmat.

Namun kekhidmatan itu hanya bisa dinikmatinya sesaat, karena Laras terus saja bersender kepadanya setiap perempuan itu kehilangan kendali.

"Lo berat kampret," keluh Claudia.

"Gila banget tadi kelakuan si Alvin," celetuk Laras dengan matanya yang setengah terbuka. "Bisa-bisanya nurut disuruh naik meja bar kayak gitu."

Melihat tingkah laku Laras membuat Claudia tertawa geli. "Tolol. Udah tau kita ada photoshoot malem ini, udah dibilangin jangan minum banyak-banyak, malah bablas satu botol."

"Aelah..." Laras melambaikan tangannya. "Nanti kalo udah di tempat, gampang kok."

Claudia menoyour kepala Laras dengan sekuat tenaga. "Gampang-gampang, gue geprek juga pala lo. Kita ini udah hampir sampe, lo masih keluyungan gitu. Gampang di bagian mananya?"

Suara familiar tiba-tiba terdengar dari depan mereka. "Gampang bagi kalian."

Reflek, mereka berdua pun menghentikan langkah mereka, kemudian menatap perempuan penuh luka yang berdiri di hadapan mereka itu dengan bingung. Sampai akhirnya, Laras pun menyadari siapa perempuan itu, "Eh, ada Kailani ternyata."

Claudia tertawa remeh, "Lo ngapain di sini hah? Bukannya lo terlalu miskin buat belanja di sini?"

Kailani masih saja berdiri terdiam dengan kepalanya yang menunduk. Dan pemandangan itu sukses membuat emosi Laras memuncak. "Minggir heh, tolol."

"Yang tolol itu kamu, kan?" Kailani akhirnya kembali bersuara, masih dengan kepalanya yang menunduk.

"Apa lo bilang?" Emosi Laras semakin memuncak. "Heh, gue yang mabok, kenapa malah lo yang ngelantur dah?"

"Dulu saya inget, hari-hari pertama sekolah, kamu itu penyendiri. Tapi cuma karena kamu cantik, alhasil banyak yang ngajak kenalan sama kamu, dan sekarang kamu terbelit pergaulan yang ngebuat kamu jadi cewek malem kayak gini, kamu kira mereka beneran temen kamu? Mereka cuma mau kamu jadi perhiasan mereka."

Laras tak kuasa lagi menahan emosinya, dan segera mengangkat kepalan tangannya, bersiap mendaratkan pukulan kepada Kailani. Namun, kepalan tangan Laras justru ditahan oleh Claudia. Claudia menatap Laras dengan tajam, "Heh, di sini tempat umum. Di sini juga banyak kenalan Bu Ida. Kalau kita ketahuan main fisik kayak gini, reputasi kita bisa hancur. Tahan emosi lo."

Kailani justru terkekeh. "Gampang ya bagi kalian. Wajahnya cantik, dapat uang gampang, dan walau di dalamnya iblis pun orang-orang gak peduli." Kailani akhirnya mengangkat kepalanya, menatap Claudia lurus dengan mata yang lelah. "Pernah gak sih kamu mikir kalau setiap lembar uang yang kamu hamburkan untuk mabuk-mabukkan itu, bisa dipakai untuk membantu orang yang memang membutuhkan? Nggak pernah, kan?"

Dengan keputusasaan yang terlihat jelas dan air mata yang sudah mulai menetes, tatapan Kailani begitu menyayat hati. Sampai-sampai Claudia hanya bisa terdiam setelah mendengar pertanyaan itu. Seribu pertanyaan tiba-tiba saja muncul di benak Claudia, namun ia terlalu terkejut untuk berkata apapun.

Suatu cahaya yang telah lama mati di dada Claudia tiba-tiba saja kembali menyala. Dan walau kecil, itu cukup bagi Claudia untuk menyadari bahwa cahaya itu adalah rasa empati.

Apa yang sebenarnya terjadi kepada Kailani? Kenapa hari ini dia bertingkah jauh berbeda dari biasanya? Dan ada apa dengan semua luka-luka di sekujur lengannya itu? Ia tak ingat pernah menggoreskan benda tajam pada tubuh Kailani, namun kenapa kini tangannya penuh dengan luka sabitan? Pertanyaan itu terus berkeliling di kepala Claudia.

DhatriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang