BAB 8

92 49 10
                                    

                      PERTENGKARAN

Anansya pulang kerumah setelah berbicara dengan Renaya. Jam sudah menunjukkan malam. Anansya sampai tepat didepan gerbang rumahnya. Pak satpam langsung datang kemobil Anansyaa dan mengetok kaca mobil Anansya.

"Neng," ucapnya.

Anansya langsung membuka kaca mobil itu. Dia berfikir bahwa satpamnya yang akan memasukkan mobilnya kedalam.

"kenapa, pak, bapak mau masukkin mobil Assya?" jawab Anansya.

"Enggak, neng,"

"lah, terus,"

"Bapak mau ngasih tau, kalau papi neng sama mami neng lagi berantam neng,"

"Ha,"

Anansya langsung kaget. Dia baru saja sampai tetapi harus mendengarkan ini. Dirinya sudah lelah tetapi harus gimana lagi. Kedua orang tuanya itu memang seperti itu. Jika tidak masalah kantor pasti masalah sepele yang akan dipertengkarkan.

Tanpa aba-aba. Anansya langsung membuka pintu mobilnya dan berlari masuk kedalam rumah. Dia membuka pintu rumahnya. Melihat mami papinya sedang beradu mulut. Berlari kearah kamar. Buru-buru melemparkan tas dan Sepatunya. Turun kebawah. Kedua orang tuanya masih bertengkar. Suara mereka sangat nyaring. Melihat sekeliling. Ternyata kakanya Ceyya sedang Tidak ada dirumah. Anak itu memang selalu begitu. Ketika kedua orang tuanya sedang bertengkar dia seenaknya aja langsung keluar rumah mencari kesempatan. Bukannya mendiamkan.

Anansya pun mendekat kearah pertengkaran itu.

"Mi, pi, udah dong jangan berantem mulu, nanti didengar orang, mi,pi,"
Anansya menangis melihat orang tuanya sedang bertengkar.

"Kamu yang salah, gara-gara kamu perusahan menurun,"

"Kok jadi aku, pi, aku gak ada ngapa-ngapain. Kamu itu yang gak becus ngurus Kantor,"

"Alah, kamu itu istri gak ada guna. Taunya habisin duit mulu,"

Pertengkaran itu terus berjalan. Anansya terus menangis. Dia bingung harus dengan cara apalagi dia harus mendiamkan kedua orang tuanya. Badannya sangat lelah. Ditambah lagi mendengarkan kedua orang tuanya bertengkar. Pikirannya semakin buntuh.

Arga melihat Anansya yang menangis.

"Kenapa nangis kamu, Assya, ini semua gara-gara kamu juga, kenapa pulang malam gini, mau jadi jalang kamu," bentak Arga.

"Jangan bawa anak kita pi, kamu yang salah jangan lampiasin ke Assya,"

Arga menghiraukan perkataan istrinya. Dia mendekat kearah Anansya yang sedang menangis.

"Dari mana kamu, Assya?, baru malam begini baru pulang, kamu gak tau kalau perusahaan papi lagi nurun. Kamu pasti main-main habisin duit sama kayak mami kamu ini kan,"

"Enggak, pii, Assya baru dari rum-"

Plak....

Anansya belum melanjutkan perkataannya. Tangan Arga menampar pipinya hingga bermerah. Tangisan Anansya semakin kuat. Tapi dia tetap berusaha menutup mulutnya supaya tangisannya tidak didengar oleh siapa-siapa.

"Gak usah nangis, itu kesalahan kamu, lain kali jangan pulang malam kalau gak mau ditampar. Lagian anak cewek malam-malam gini baru pulang. Mau jadi lonte kamu, HAH,"

"Jangan kayak gitu pi, kamu marah sama saya aja, jangan lampisain ke Assya." pinta Eca.

Begitula Arga, papinya Anansya. Dia akan ngelampiasin amarahnya ke putri bungsunya itu, Anansya. Tetapi tidak dengan Ceya, putri sulungnya. Dia membiarkan putri sulungnya pergi dari rumah. Tetapi tidak dengan Anansya.

AKU, KAMU, DAN SAHABATKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang