BAB 17

47 24 2
                                    

                         SESEORANG

Setelah Anansya pulang dari sekolah. Ia mengajak sepupunya yang berumuran 11 tahun untuk pergi bersamanya ke taman sukaanya. Ia ingin menenangkan dirinya di sana. Setelah kejadian yang membuat dirinya kesal satu harian.

Anansya dan Aca - sepupunya itu sampai di taman tersebut. Mereka berdua duduk di salah satu bangku yang ada ditaman. Setelah duduk, Anansya diam termenung di bangku itu. Aca hanya melihat Anansya. Aca bosan. Ia pergi ke arah kanan taman. Terdapat ada banyak bunga di sana. Aca sangat suka dengan bunga, daripada ia terus bosan melihat Anansya yang hanya terus termenung.

Ditengah-tengah keasikan Aca bermain bunga. Datang sosok laki-laki bertubuh kekar dan tinggi, farfum yang di pakai laki-laki sangat menyebar membuat Aca menoleh ke arah belakang.

Dia melihat laki-laki itu. Tetapi tidak kenal sama sekali dengan laki-laki yang ada dihadapannya Itu.

"Hai anak kecil," sapa Naren pada Aca.
Aca melihat Naren dengan muka kesal, sama seperti Anansya melihat Naren. "Apa anak kecil, gue udah besar kali," ucap Aca.
Setelah mendengarkan ucapan Aca. Naren terkekeh. "Nama lo siapa?" tanya Naren.
"Nama gue, Aca," Aca langsung mengahlikan pandangannya dan lanjut bermain bunga.

Naren mengangguk pelan. Ia mendekat ke arah Aca, dan ikut bermain bersama. Aca melirik ke arah Naren.
"sama siapa lo cil ke sini?" tanya Naren sambil memetik bunga.
"Sama kak Anansya," jawab Aca.

Naren langsung menghentikan tangannya. Ia melihat ke arah Aca. Naren kaget saat Aca mengatakan bahwa dia pergi ke sini bersama Anansya. Berarti Aca adalah ade Anansya?

"Anansya siapa lo?"
Pertanyaan Naren membuat Aca bingung. Aca langsung menoleh ke arah Naren dan berkacak pinggang. "Kakak sepupu gue, memang kenapa?"

"Kakak kamu? di mana dia," Naren terus bertanya. Karena ia juga ingin berbicara dengan Anansya. Aca kesal. Karena Naren terus menerus bertanya. "Memang kenapa sih, sibuk banget. Itu noh di sana," tunjuk Aca ke arah tempat keberadaan Anansya.

Naren pun mengikuti arah yang ditunjukkan oleh Aca. Iya melihat Anansya. Ternyata kakak sepupu dari Aca itu adalah Anansya. Naren pun kaget. Ia langsung kembali melihat ke arah Aca. "serius itu kakak lo?" tanya Naren seakan-akan tidak percaya.

Aca menghela nafasnya pelan. Ia tidak suka di ganggu pada saat lagi asik bermain. Tetapi Aca tetap sabar menghadapi laki-laki yang ada dihadapannya Itu. "Iya loh! Itu kakak gue. Buat kesal aja argh, orang lagi asik juga," cetus Aca sambil memincingkan matanya melihat Naren.

Naren langsung pergi meninggalkan Aca. Ia menghampiri Anansya yang sedang termenung. Naren berdiri tepat di hadapannya. Seketika Anansya tersadar bahwa ada sosok yang berdiri di hadapannya. Anansya langsung melihat wajah orang itu.

Setelah Anansya melihat wajahnya, IA langsung  beranjak dari duduknya. "Mau ngapain lo disini," ujar Anansya.
"nggak boleh ya?" tanya Naren lembut.
Raut wajah Anansya langsung berubah menjadi kesal. 
"Kenapa Sya, lo masih marah sama gue karena tadi siang," ucap Naren.

Anansya hanya diam. Tak lama pun Aca datang menghampiri mereka.
"lo apain kakak gue sampai mukanya kesal begitu?" tanya Aca memastikan sebenarnya ada apa antara mereka.

Anansya langsung menarik tangan Aca. "Ayok Ca, kakak gak mood ada disini."
Namun Naren menahan tangan Anansya agar tidak pergi. Anansya pun langsung menghempaskan tangan Naren dari tangannya. "Apa lagi sih!"

"Tunggu dulu Sya, jangan pergi," Naren memegang pundak Anansya dan dengan tatapan memohon. Anansya melihat Naren. "Gak usah pegang-pegang gue," Anansya menghempaskan tangan Naren dari pundaknya.

"Gue mau bicara sama lo, Sya," ucap Naren.
"Gak penting. Kan lo dah tahu semuanya, apa yang perlu dibicarakan lagi,"
"Tapi Sya. Walaupun gue tahu, gue juga mau dengar dari lo,"

Namun Anansya tidak menjawab. Ia langsung menarik tangan Aca dan membawanya pergi dari taman itu. Naren menghela nafas pelan melihat kepergian Anansya dan Aca.

Anansya menarik tangan Aca sangat kuat. Ia berjalan dengan penuh amarah. Membuat Aca harus cepat mengikuti langkah Anansya. Kalau enggak, Aca bakal terjatuh.

Karena kekesalan yang mendarah daging. Anansya tidak menyenggol seseorang pria

"Aw, sorry sorry." Anansya mendesis kesakitan sambil memegang lengannya.
"ya, nggak apa-apa,"
Pria itu melihat Anansya memegang lenagnnya. "lengan lo sakit?" tanyanya.
"Nggak," jawab Anansya. Padahal lengannya begitu sangat sakit. Itu memang salahnya tetapi lengan pria itu sangat kuat hingga membuat lengan Anansya terasa sakit.

Pria itu pun mendudukkan Anansya di bangku yang letakkan di pinggir jalan.

"masih sakit?" tanya pria itu.
"Iya, tapi gue yang salah, maaf ya. Gue tadi gak fokus lihat jalan," ucap Anansya.
"Lo kenapa buru-buru gitu jalannya," bukannya penarasan. Tetapi memang terlihat, Anansya memang sangat buru-buru berjalan seperti ada seseorang yang sedang mengikutinya.

"Anansya!"

Anansya, Aca, dan pria itu pun
langsung mencari dari mana sumber suara itu. Ternyata dari depan terlihat Naren yang berlari untuk menghampiri mereka. Anansya langsung buru-buru beranjak dari tempat duduknya. Pria itu pun kebingungan sebenarnya apa yang terjadi. Ia pun langsung menahan tangan Anansya.

"Jangan tahan gue!" bentak Anansya pada pria itu. Namun pria itu pun tidak melepaskan tangannya.
"Sya, jangan pergi Sya, lo kenapa sih menghindar,"
Anansya langsung menatap sinis pada Naren. Setelah itu, Anansya menarik tangan Aca dan pria itu untuk pergi dari situ.

"Sya," pekik Naren.
Tapi Anansya tetap membawa Aca dan Pria itu.

Mereka bertiga pun berhenti di suatu tempat. Anansya melihat, apakah masih ada tanda-tanda bahwa Naren bakal mengikutinya atau tidak.
"Hei," pria itu melambaikan tangannya di hadapan Anansya.
"Ha, oh, maaf ya. Gara gue lo harus gue bawa ke sini," Anansya tersenyum sambil menggarut tengkunya yang sebenarnya tidak gatal.

"lo ada masalah sama tuh cowok tadi?" tanyanya penasaran pada Anansya.
"Bukan urusan lo," jawab Anansya. Ia tidak mau membahas tentang Naren.

Pria itu mengangguk paham.
"Gue pergi dulu," pamit Anansya pada pria itu.
Sebelum Anansya melangkahkan kakinya, pria itu bertanya. "lo anak sekolah mana?" Anansya mengerutkan dahinya. Namun dia tidak berpikiran Aneh. "Anak SMA Nusantara,"

Ternyata pria ini juga adalah salah satu murid SMA Nusantara. Namun ia tidak pernah melihat Anansya. Dan baru kali ini ia melihat Anansya.

"Yaudah, gue jalan duluan, bai, " Anansya dan Aca pergi meninggalkan pria itu sendirian.

Pria tersebut menatap kepergian Anansya dan Aca.

"cantik," ucap pria itu dalam hati.

HAI HAI GAISS, GIMANA? SERU? TERIMAKASIH YAAA UDAHH VOTE CERITA AKUUUUU. SELAMAT MENUNGGU BAB SELANUTNYA SAYANGGGG.

AKU, KAMU, DAN SAHABATKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang