KEKESALAN
Anansya sudah sampai di sekolah lebih dulu. Dia berdiam diri di kelas. Tidak ada satu pun orang yang ada di dalam kelas selain Anansya. Entah mengapa. Disaat kejadian tadi malam membuat Anansya diam membeku.
Kejadian tadi malam membuat dirinya tidak semangat seperti biasanya seperti pecicilan, selalu terlambat ke sekolah, bahkan selalu sarapan di pagi hari. Di pagi ini Anansya tidak melakukan aktivitasnya di setiap pagi hari. Ia langsung berangkat sekolah tanpa sarapan.
Anansya bersandar di dinding sambil termenung. Beberapa menit, datang Renaya. Sebelum dai melihat Anansya termenung, Renaya tersenyum lebar seperti orang kesenangan. Renaya masuk ke kesal dan melihat Anansya bersandar di dinding dengan muka ditekuk.
"Woi, Sya, ngapa lo," ucap Renaya.
Anansya masih saja terdiam. Ia mengabaikan Renaya. Saat melihat tidak ada jawaban dari Anansya. Renaya pun langsung duduk di samping Anansya dan memegang lengan Anansya.
"ANANSYAAAA...." teriak Renaya.
Anansya sontak kaget karena suara Renaya yang amat kuat itu.
"Ck, apa sih." Anansya menghempaskan tangan Renaya dari lengannya.Renaya kembali memegang lengan Anansya sambil menggoyang-goyangkan lengan Anansya. "Buset Sya, lo kenapa ha, jangan gini gila,"
Anansya langsung menghadap ke Renaya. "Diam, gue gak mau di ganggu," mata Anansya menunjukkan bahwa dirinya memang tidak bisa di ganggu pada saat ini.
Setelah itu. Kiana datang. Ia melihat ke arah Anansya dan Renaya. Tetapi pandangan Kiana lebih dalam ke arah Anansya. Karena dia melihat Anansya membuat raut wajah kesal dan marah.
Kiana pun langsung duduk di bangkunya. Saat mendengar suara bangku yang bergerak. Anansya langsung melihat ke arah bangku itu. Anansya melihat Kiana yang meletakkan tasnya ke bangku.
Anansya langsung menatap ke arah Renaya dan menarik tangannya. "Ayo keluar,"
Renaya kaget, ia melihat tangannya yang di tarik Anansya. "Loh, Kiana gak di ajak Sya?" tanya Renaya sambil melihat Kiana.Seketika Anansya memincingkan matanya ke arah kiana dan kembali melihat Renaya. "Lo mau gue tinggal atau ikut?" tanya tegas dari Anansya.
"Argh, iya iya ayo," pasrah Renaya dan beranjak dari kursi.
"Kita duluan ya Ki!" seru Renaya dari ambang pintu.Kiana melihat Anansya dan Renaya pergi tanpa dirinya. Dia sudah tahu bahwa Anansya akan kecewa dengannya. Tetapi dengan begitu Kiana tetap biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa. Kiana kini bermain handphone miliknya di kelas sambil menunggu kedatangan murid-murid yang lain.
Anansya dan Renaya pergi ke kantin sekolah. Raut wajahnya Anansya masih terlihat kesal dan marah. Dirinya masih terbayang dengan kejadian tadi malam.
"ARGHHHH," Anansya mengacak rambutnya dengan kasar.
"Lo kenapa sial," Renaya menyenggol lengan Anansya.
"Gue masih gak terima, kenapa coba si Kiana harus bilang di tweetnya kalau gue suka sama Naren," cetus Anansya.
"Gue emang suka, tapi kenapa harus di sebarin kayak gitu, sok-sok an gak mau lagi dicie-ciein." lanjut Anansya."Sabar Sya, sabar, mau gimana lagi," bujuk Renaya sambil mengelus-elus punggung Anansya. Walaupun begitu Anansya tetap merasa kesal. Anansya menghela nafas kasar.
Ternyata dari ujung kantin, Naren melihat Anansya dan Renaya. Muka Naren menunjukkan kebingungan dan rasa penasaran. Naren pun menghampiri kedua perempuan itu yang sedang duduk salah satu meja kantin.
"Sya," panggil Naren.
Sontak kedua perempuan ini kaget mendengar suara berat memanggil Anansya.
"Ha," sahut Anansya sambil mencari dari mana sumber suara itu. Ternyata Naren ada di belakang Anansya dan Renaya. "Gue di belakang, Sya,"Anansya langsung melihat ke arah belakang. Yang memanggil Anansya adalah Naren. "Ha, astaga Ren, gue kira siapa, ngagetin aja lo,"
"Tumben berdua Sya, Kiana mana," ujar Naren. Anansya langsung berbalik badan, raut wajahnya kembali kesal. Lagi dan lagi. Naren seketika bingung melihat tingkah Anansya.
"Sya, kok diam?" tanya Naren.
"Kalau lo nyari Kiana jangan di sini, langsung ke kelas, manusianya ada di sana," ucap Anansya. Naren mengernyit kan dahinya. Bukannya mereka selalu bertiga kalau kemana-mana. Tapi kenapa sekarang tidak? Naren semakin penasaran. Ia langsung pergi ke kelas Anansya untuk menemui Kiana."ARGHHHH! ke sini cuman nanya Kiana doang, buat apa coba, buat makin gak mood aja," cetus Anansya sambil menggoyang-goyangkan badan Renaya.
"Plis ya Sya, kalau lo marah jangan gue yang lo apain," ucap Renaya kesal sambil menghempaskan tangan Anansya dari pundaknya.
Anansya dan Renaya pun pergi dari kantin. Kedua perempuan ini pergi mengelilingi sekolah. Renaya sudah mengajak Anansya untuk balik ke kelas. Tetapi Anansya menolak. Karena Anansya tidak mau melihat muka Kiana. Kekesalan yang Anansya dapatkan kini semakin kesal.
Pulang sekolah tiba. Anansya dan Renaya pergi kegerbang sekolah berdua. Anansya masih kesal terhadap Kiana. Mungkin kekesalannya tidak akan lama. Tetapi untuk saat ini ia tidak bisa ngomong dengan Kiana.
"Anansya, berhenti Sya," panggil Naren dari belakang Anansya dan Renaya.I Anansya dan Renaya pun langsung menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. "Kenapa Ren," jawab Anansya.
Naren berjalan menghampiri kedua perempuan itu. Raut wajahnya Naren terlihat seperti muka datar tetapi ada kemarahan yang ia tunjukkan. Disaat Naren berhenti tepat di hadapan Anansya. Naren menaik turunkan pandangannya pada Anansya.
"Gue udah tahu semuanya," ucap Naren seperti ada sesuatu yang terjadi. Anansya dan Renaya saling melihat satu sama lain. Mereka berdua sangat bingung. Tahu semuanya? Memang apa yang terjadi?
"Ha, tahu semuanya. Memang kenapa Ren?" tanya Anansya kebingungan.
Naren tersenyum tipis mendengar pertanyaan Anansya. "Lo jauhin Kiana karena dia dicie-ciein sama gue kan ditweet," tuduh Naren. "Dan lo nyuruh Kiana buat jauhin gue, terus jangan chat-chat gue bahkan lo suruh dia buat jangan pernah nampakin wajahnya depan gue kan," lanjut Naren.Anansya pun kaget saat mendengar ucapan Naren. Sejak kapan ia begitu? Sepertinya tidak pernah.
"Apa apaan, gue gak pernah bilang kayak gitu," tangkas Anansya. Ia tidak membenarkan perkataan Naren.
"Gak usah bohong , Kiana udah bilang ke gue, jadi lo gak bisa ngelak," tekan Naren."Gue harus ngelak dong, karena gue pernah bilang itu sama sekali, dan gak pernah," Anansya menatap Naren dengan penuh kekesalan. Ia tidak menyangka bahwa Naren akan menuduhnya seperti ini.
"Dan kalau lo masih tetap ngotot, yaudah, gak penting. Percaya aja sama omongan Kiana biar lo kesal," ucap Anansya dengan suara yang lantang. "Ayo Re, kita pergi, gak penting ngomong sama orang yang suka nuduh," pinta Anansya sambil menarik tangan Renaya.Anansya dan Naren pergi dengan kekesalan dan amarah masing-masing. Sebenarnya Naren tidak begitu percaya pada omongan Kiana. Tapi entah mengapa ia harus menanyakan hal itu pada Anansya. Tetapi Anansya menjawabnya dengan penuh amarah. Dari tadi malam hingga saat ini Anansya dibuat kesal oleh orang sekitarnya.
HAI HAI GAISSS, AKU UP LAGIII. GIMANA SERU? SELAMAT MENUNGGU BAB SELANJUTNYAAA YAAAAAAAAAA. MAKASIHHH.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU, KAMU, DAN SAHABATKU
Teen Fictionini adalah cerita fiksi semata. Anansya yang sampai sekarang ini tidak bisa melupakan cowo yang bernama Narendra algerio . Cowo yang perhatian dan baik menurut Anansya, dan dijadikan rumah bagi Anansya. "kenapa lo selalu datang diwaktu yang tepat s...