BAB 15

48 23 2
                                    

                      APALAGI INI

Anansya baru saja pulang dari rumah Renaya. Mereka berdua melakukan aktivitas mereka seperti biasa. Sayangnya Kiana tidak ikut bersama mereka. Padahal mereka bertiga sudah jarang bermain bersama seperti dulu.

Karena akhir-akhir ini Kiana selalu sibuk dengan aktivitasnya. Anansya dan Renaya sudah mengajak Kiana untuk bermain dengan mereka di rumah Renaya. Tetapi Kiana menolak, dengan alasan ada urusan diluar.

Anansya pun sampai di rumahnya. Ia memarkirkan mobilnya dengan baik, lalu masuk ke rumah. Ia melihat Eca dan Ceyya berada disofa bermain handphone milik masing-masing.

"Mi, dimana papi?" tanya Anansya sambil duduk disofa samping Eca.
Eca menoleh ke arah Anansya. "Papi kamu lagi di kantor, belum pulang dari tadi, Sya,"

Anansya mengernitkan dahinya. "Loh, kok gak ditelpon, Mi,"
"Sudah mami telpon, tapi papi gak ngejawab telpon mami," kata Eca.
"Oh, kita tunggu saja mi, mungkin papi lagi ngurus berkas banyak," ujar Anansya.

Eca hanya menganggukkan kepalanya. Eca dan kedua anaknya hening. Mereka bertiga sibuk bermain handphone milik masing-masing.

Tak lama pun. Handphone milik Anansya bunyi, membuat Eca dan Ceyya melihat ke arah Anansya.
"siapa yang nelpon, dek?" Eca kepo siapa yang menelpon putrinya malam-malam begini.

Anansya melihat layar atas handphonenya. Ternyata Renaya yang menelpon dirinya. Bukannya Anansya baru saja pulang dari rumahnya? Kenapa Renaya langsung menelpon Anansya. Tetapi Anansya tidak berfikir panjang. Dipikiran Anansya, mungkin barangnya ketinggalan di rumah Renaya.

"Ini mi, Renaya yang nelpon, mungkin dia mau bilang sesuatu," ucap Anansya. Ia pun mengangkat telpon dari Renaya.

"Hallo, Re," ucapnya.
"Sya, plis sya, kalau lo tahu ini pasti sakit, jahat banget woi dia."
Anansya bingung, kenapa Renaya mengatakan sepergi itu. Memang apa yang terjadi sampai Renaya bilang seperti itu?
"Apa, memang kenapa, kalau ngomong tuh gak usah ngegantung anjir," kesal Anansya. Lagian Renaya, udah ngomongnya tanpa aba-aba terus ngegantung lagi.

"Tapi, Sya, gue takut lo sakit hati kalau gue kasih tahu ini."
Anansya semakin bingung dan penasaran. Muka Anansya terlihat sangat kesal. Membuat Eca juga bingung. Eca pun menatap Anansya dengan penuh penasaran sampai ia meletakkan handphonenya ke sofa. "kok kesal, dek, memang Renaya bilang apa?"
Anansya masang muka kesal dan menggerutu. "Ini mi, si Re, ngomongnya ngegantung, Assya kan penasaran,"

"Bukan gitu Sya, kalau gue bilang, janji lo ya jangan marah atau sakit hati?"
Anansya menghela nafas pelan. "Iya. Cepat apaan,"
"Tadi gue lihat tweet Kiana, dia ngeposting foto bareng Naren, terus banyak yang ngomen. Kayak bilang cocoklah kenapa gak jadianlah, gitu Sya."
Deg...
Lagi dan lagi Anansya harus mendengarkan hal yang membuatnya cemburu. Kemarin dia dengar dari Naren mereka jalan ketaman bareng, dan sekarang lagi sama juga.

"Sya, berarti ini yang dibilang Kiana kalau dia lagi sibuk urusan rumah, tapi dia malah jalan sama Naren, Sya."
Anansya hanya terdiam. Dia tidak tahu lagi harus berkata apa. Karena hatinya sekarang lagi hancur setelah mendengarkan perkataan Renaya.
"Sya, lo kok diam, jawab Sya. Kan gue udah bilang, lo pasti sakit hati. Wajar, tapi gue baru tahu sama sikap Kiana kayak gini Sya, gue kira yang dia bilang ke lo kalau gak bakal deketin Naren itu benar Sya."

Anansya berjalan menuju kamarnya. Dia ingin nangis dan menjawab perkataan Renaya. Tapi tidak mungkin ia lakukan itu didepan mami dan kakaknya.

Eca semakin penasaran, sebenarnya apa yang dibilang oleh Renaya sampai membuat putrinya itu terdiam membeku. Jalannya pun sudah tidak beraturan lagi. Tetapi Eca tidak menanyakan itu pada Anansya. Dia tahu bahwa itu adalah urusan anak remaja.

Anansya sampai dikamarnya, ia duduk di pinggir kasurnya. Air mata miliknya telah berjatuhan di pipinya. Entah kapan itu juga dia tidak tahu. Menahan rasa cemburu itu memang tidak enak, tapi harus gimana lagi.

"Sya, jawab gue Sya, hallo. Sya!
Anansya mengusap air matanya lalu ia menarik nafasnya dengan perlahan dan membuang juga dengan perlahan. Ia ingin merasa tenang dulu ngomong dengan Renaya.
"Syaaaa..."
"Iya, Re, gue dengar lo kok," ucapnya.
"Sya, lo nggak apa-apakan, Sya?"
Air mata itu pun terjatuh lagi dipipi Anansya saat Renaya menanyakan hal itu. "R-re, gue cemburu Re sama apa ya-yang lo bi-bilang, Re. Hiks," Anansya menangis, memang sakit. Cemburu itu tidak bisa ia tahan. Sebenarnya jadi Anansya itu tidak ada haknya untuk cemburu terhadap Naren. Tapi kenapa harus sama sahabatnya sendiri.

Tak lama pun. Ada satu kontak lagi yang menelpon nomor Anansya. Ia mengusap air mata yang berjatuhan dipipinya. Lalu melihat kelayar handphonenya. Ternyata Kiana yang menelpon dirinya.

"Re, gue ditelpon Kiana, bentar gue jawab dulu, kalau dia bilang apa-apa nanti gue kasih tau sama lo," ucapnya.
"Oke, tapi bagus tu suara lo, biar nggak kelihatan habis nangis, nanti si Kiana curiga."
"Aman,"

Anansya pun mengangkat telpon dari Kiana. Tetapi ia terlebih dahulu memperbaiki suaranya agar gak kelihatan habis nangis seperti yang disuruh Renaya.

"Iya, Ki, kenapa," Anansya pura-pura tidak terjadi apa-apa.
"Sya, abaikan yang komenan tweet gue ya Sya, mereka cuman ngaur, dan iya gue emang pergi jalan sama Naren."
"Ha, memang apa yang ditweet lo, gue gak tau Ki," ucap polos Anansya.
"Lo lihat aja Sya kalau lo mau tau,"

Anansya pun melihat tweet Kiana seperti yang disuruh Kiana. Ia melihat begitu banyak komenan orang yang mengatakan bahwa Kiana cocok dengan Naren. Tetapi ada satu komen yang membuat Anansya kaget. Dikomenan itu menyatakan 'tapi bukannya ada ya satu cewek yang dekat sama Naren juga? Gue lihat-lihat mereka juga cocok, dan kayaknya tu cewek juga suka sama Naren'

Setelah membaca komenan dari netizen tersebut Anansya melototkan matanya. Ia tidak menyangka bahwa ada orang yang memantau dirinya dan Naren. Dan ternyata netizen itu tahu Anansya menyukai Anansya.

Semakin Anansya menscroll sampai kebawah. Ternyata Kiana merespon komenan dari netizen tersebut. 'iya nama tu cewe Anansya, dia suka sama Naren dan dekat juga' setelah membaca balasan dari Kiana Anansya sontak kaget. Ia langsung menanyakan hal itu pada Kiana.

"Maksud lo apa Ki, kenapa lo harus sebut-sebut nama gue ditweet lo?" tanya Anansya dengan suara lantang.
"Sya, maaf Sya, gue balas kayak gitu biar orang gak cie-ciein gue sama Naren."
"Memang kenapa kalau dicie-ciein, toh juga lo dekat sama Naren, sampai jalan gitu, katanya sih tadi sama gue dan Renaya lagi sibuk urusin rumah, tau-taunya lagi jalan sama Naren," kekeh Anansya.

"Sya, gak gitu Sya, gue itu tadi gak sengaja ketemu Naren dijalan, jadi gue sama dia barengan aja, lagian juga dia yang ngajak Sya bukan gue. Gue gak bakalan suka lagi sama Naren Sya, janji, dan gue juga gak bakalan ambil Naren dari lo sampai kapanpun itu."

Anansya menatap sinis dinding kamarnya. Rasa kesal itu kembali mendarah daging. "Gue gak ngelarang lo buat dekat atau pun suka bahkan lo kalau mau pacarin tu si Naren gue gak masalah. Tapi jangan lo bawa-bawa nama gue ditweet lo apalagi yang berhubungan dengan Naren, paham," jelas Anansya, ia langsung mematikan ponselnya.

Anansya sangat kesal. Lagi dan lagi ia harus mendapatkan kabar soal ini. Dan bahkan namanya sudah tertera diakun sosmed Kiana. Anansya tidak suka jika namanya dibawa-bawa apalagi dengan netizen sok tau.

"Ahk," Anansya mengacak rambutnya dengan kasar.

Prustasi yang ia dapatkan sekarang semakin dalam untung mendapatkan Naren. Kenapa hubungannya selalu saja begini. Kalau tidak cinta beda agama pasti lawannya sahabatnya sendiri. Lebih sakit cinta segitiga seperti ini apalagi dengan sahabat kita sendiri dari pada cinta beda agama.

HAI HAI GAISSS, KEMBALI LAGI DENGAN ZIZELL. GIMANA? PASTI SERU KAN CERITANYA. MAKASIHH BUAT YANG VOTE YAAA. BUAT KALIAN YANG PENASARAN SAMA AKUN SOSMED AKU LIHAT DICHAPTER BERIKUTNYA YAA. SELAMAT MENUNGGU BAB SELANUTNYA.

AKU, KAMU, DAN SAHABATKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang