Rosé menatap pemuda yang kini sedang asyik tidur dengan kasurnya dengan pandangan malas. Pagi - pagi sekali Jeonghan sudah masuk kedalam kamarnya dan tertidur disana, hal yang akhirnya harus membuat rosé bangkit dari kasurnya sendiri karena tidak mungkin dia tidur bersama dengan Jeonghan, dirinya masih sayang nyawanya dan tentu tidak ingin dipenggal oleh sang kakak—Scoups.
Mereka berdua memang dipaksa menginap di Villa ini, selain acara yang selesai cukup larut Hujan kembali turun kemarin malam, hal yang akhirnya membuat Jeonghan mengiyakan tawaran dari keluarga Wonwoo.
Rencananya sore nanti mereka akan pulang, awalnya rosé akan mengajak jeonghan pulang pagi ini, tetapi melihat raut kelelahan pemuda itu rosé jadi tidak tega.
Dan untuk kejadian semalam, rosé masih berharap tidak ada seorangpun yang mengetahuinya, bahkan saat ini rosé enggan untuk keluar, dirinya tidak ingin berpapasan dengan pemuda bernama Jeon Wonwoo itu.
"Kenapa melamun disana?" Rosé yang sedang duduk didepan jendela menoleh, Jeonghan sudah duduk dengan muka bantalnya, pemuda itu kemudian menepuk - nepuk slot kosong dikasur queen size itu. "Kemari, udaranya cukup dingin dan cocok untuk berhibernasi,"
Rosé melotot horror. "Jika oppa lupa, Seungcheol-oppa memiliki mata batin, kau hanya akan tinggal nama saat pulang nanti." Perkataan dari rosé itu refleks membuat Jeonghan tertawa.
Tak lama keduanya menoleh kearah pintu kamar milik rosé yang tiba - tiba terbuka dengan keras, Jeongwoo adalah pelakunya. Bocah itu bahkan sampai tersungkur jatuh, hal yang membuat rosé refleks bangkit dan membantu bocah itu.
Sementara jeongwoo hanya tersenyum memamerkan gigi susunya. "Selamat pagi, mama." Rosé hanya tersenyum kemudian mengajak jeongwoo lebih masuk sebelum kembali menutup pintu kamarnya.
"Hi, kids." Jeonghan melambaikan tangannya. Sementara jeongwoo mengernyit karena tidak mengenali orang dihadapannya ini.
"Mama, paman ini siapa? Kenapa bisa ada dikamar mama? Apa mama disakiti?" Jeongwoo bertanya dengan nada khawatir diakhir.
Jeonghan tertawa mendengarnya kemudian menyuruh jeongwoo untuk mendekat, anak itu tidak langsung mendekat, dirinya mendongkak menatap rosé, baru setelah rosé mengangguk jeongwoo mau mendekati jeonghan.
"Jadi paman ini siapa?" Jeongwoo bertanya dengan penasaran. Jeonghan sendiri tersenyum dengan usil, "Menurut jeongwoo, paman ini siapa?" Tanyanya balik.
Jeongwoo mengerut tidak suka karena bukan jawaban yang dia terima, melainkan pertanyaan balik.
"Baik - baik drngan jeomgwoo, aku akan mandi." Rosé membawa baju dan peralatan mandinya masuk kekamar mandi, jeonghan hanya memberikan gestur oke.
"Apa paman juga saudara mama? Jeongwoo sampai tidak sadar kemarin mama datang bersama paman bukannya dengan paman Seungcheol."
Jeonghan dengan cepat menggeleng. "Tidak, paman bukan saudara mamamu."
Jeongwoo memiringkan kepalanya. "Jadi?"
"Menurut jeongwoo kenapa paman bisa ada dikamar Mamamu dan mamamu itu tidak marah?"
Jeongwoo tidak menjawab karena pertanyaan yang dilontarkan oleh jeonghan terasa cukup sulit.
Jeonghan kembali tersenyum. "Itu karena Mamamu adalah istri paman, jadi dengan kata lain paman ini bisa disebut Papa juga oleh jeongwoo."
Jeongwoo refleks menjauhi jeonghan, bocah itu langsung menatap jeonghan dengan sinis. "JANGAN BERBOHONG!"
jeonghan hanya mengedikan bahunya tidak acuh. "Yasudah kalo tidak percaya, tapi mulai saat ini panggil paman dengan sebutan papa."