"lagi? oppa akan meningalkanku lagi?"
Wonwoo menghela nafas kasar kemudian mendekat kearah sang istri yang saat ini sedang berbadan dua. "Aku tidak ingin berdebat, sebaiknya sekarang kau masuk dan beristirahat. Aku akan memanggil Jennie supaya dia menemanimu." Jeongwoo berujar sembari mengengam lengan sang istri
Rosé memalingkan wajahnya. "kenapa? Oppa tau sendiri hari kelahiran anak kita tinggal menghitung hari, tapi kenapa oppa masih saja menomorduakan itu. Oppa memilih pergi ke acara ulang tahun putri rekan bisnis oppa, apa oppa tidak mengerti? Mereka sedang berusaha menjodohkan mu dengan putri mereka!" Rosé berteriak, dirinya hanya kesal karena Wonwoo selalu saja mementingkan pekerjaanya bahkan disaat dia sedang berbadan dua.
Bukan tanpa alasan rosé marah, rosé pernah melihat sendiri wonwoo yang sedang asyik makan bersama dengan sekertarisnya ataupun putri dari kolega bisnisnya, dan wonwoo selalu santai menanggapi seolah itu adalah hal sepele.
"Mereka tahu aku telah menikah."
"Itu tidak menjamin niat mereka, aku ragu apa oppa benar - benar mencintaiku?" Rosé bertanya dengan lirih, sementara Wonwoo menatap rosé dengan pandangan dinginnya.
"Jangan menatapku seolah aku bermain api dibelakang, kau tahu jelas aku hanya mencintaimu."
Rosé berdecih. "Omong kosong, nyatanya sekarang kau memilih menemani wanita lain dari pada istrimu sendiri. Pergilah aku tidak peduli!" Rosé berlalu memasuki kamarnya sedangkan Wonwoo hanya berdiri mematung.
"Maafkan aku, ini terakhir kali aku begini. Setelah aku memenangkan proyek ini, aku janji aku akan fokus padamu dan anak kita, oke?" Wonwoo memeluk tubuh rosé yang bergetar dari belakang, rosé tidak menjawab dirinya perlahan melepaskan pelukan itu dan masuk kedalam kamar, membanting pintu tepat dihadapan wajah wonwoo. Wonwoo sendiri hanya menghela nafas, tak lama pergi meningalkan rumah.
Rosé sendiri langsung saja berdiri didekat jendela, melihat kepergian suaminya. Tanpa dia sadari air mata menetes dari pelupuk matanya. "Jika memang itu untuk memenangkan sebuah proyek, kenapa kamu bahkan rela mendekati anak perempuannya?" Rosé bergumam dengan lirih.
Rosé terbangun saat merasakan getaran diponselnya, dirinya merasa baru saja tertidur setelah lelah menangis karena keoverthingkingannya pada sang suami.
Melihat jam yang terpasang di dingding menunjukan pukul satu dini hari, dalam hati bertanya - tanya kenapa suaminya belum juga pulang padahal sudah selarut ini. Menatap kearah luar, Hujan sedang menguyur kota Seoul dalam hati agak khawatir, apa suaminya baik - baik saja?
Sepertinya juga Jennie tidak datang karena dirinya tidak merasakan kehadiran wanita yang merupakan sepupu sang suami, menatap kembali ponselnya. Rosé melihat ada satu pesan dari nomor yang tidak dia kenal.
Uknown
[send pict]
sepertinya suamimu lebih memilih menghabiskan malam denganku dari pada menemanimu, upss! Jangan marah, salahkan dirimu yang sudah tidak menarik lagi.
Rosé meremas ponselnya, tubuhnya bergetar melihat satu foto yang merupakan suaminya itu sedang memeluk atau bahkan mencium seseorang, rosé tidak bisa berpositif thingking lagi. Dirinya dengan cepat bangkit dan mengepak bajunya dengan asal sebelum kemudian masuk kedalam mobil.
Rosé menangis dirinya mengusap pelan perutnya yang sudah membuncit, "Hal yang paling mama takutkan akhirnya terjadi, tapi tidak apa - apa. Kamu bisa tumbuh hanya dengan kasih sayang mama, kamu tidak akan kekurangan kasih sayang, kita bisa melanjutkan hidup. Walau hanya berdua, oke?" Ujarnya seolah - olah mengajak bayi didalam perutnya.
Rosé tahu ini sangat beresiko, mengemudi dalam keadaan hamil tua ditengah malam dan hujan deras, tapi dirinya tidak punya pilihan selain ini, dirinya bisa memaafkan apapun kesalahan Wonwoo, tapi tidak dengan perselingkuhan. Dirinya tidak akan bisa mentolelir yang satu ini.