Bab 4

5 2 0
                                    

“Kenapa juga dia ada di sana sih? Mana gue tau, ini bukan salah gue,” ucap Canya.

Sedangkan Althaf. Dia masih bengong dan belum bisa mencerna kejadian yang berlalu dengan cepat itu. Reaksi Canya tadi membuatnya ingin tertawa terbahak-bahak. Sangat lucu. Setelah itu tak lama, Canya keluar dan sudah selesai mandi. Marlina dan Althaf sedang mengobrol, Canya duduk di samping ibunya.

“Kak Althaf. Ada perlu apa?” tanya Canya dengan canggung. Dia masih malu dengan kejadian tadi.

“Gak ada, Cuma mau berkunjung aja,” ucap Althaf.

“Dari mana tau alamat gue?” tanya Canya lagi.

“Gue tanya sama dosen,” ucap Althaf dan Canya hanya mengangguk.

“Kebetulan nak Althaf ada di sini, kita makan malam sama-sama,” ucap Marlina sambil menatap keduanya. Althaf menatap Canya yang juga menatapnya dengan lembut.

“Ayo!” Marlina menarik tangan keduanya menuju meja makan. Mereka duduk dan mulai menyendok nasi ke piring masing-masing.

“Makasih Loh Bu, udah ajakin Althaf makan bareng,” ucap Althaf sambil tersenyum. Apalagi saat ia memakan masakan di depannya. Dia seketika teringat dengan masakan ibunya. Althaf terdiam beberapa saat hingga kemudian tersenyum dan mulai makan lagi.

...

Setelah makan malam bersama. Saat ini mereka sedang mengobrol di ruang tengah.

“Bu, sebenarnya tujuan Althaf ke sini, mau ngajak Canya jalan-jalan,” ucap Althaf, meminta izin ibunya Canya.

“Aku janji bakal jagain Canya, Hm, atau Ibu juga ikut aja. Biar rame,” ucap Althaf.
Marlina menggeleng. “Kalian aja! Ibu percaya sama kamu kok, tapi pulangnya jangan larut!” Marlina memperingatkan keduanya.

Althaf mengangguk dengan semangat. “Makasih Bu.” Sedangkan Canya, dia sedang tersenyum sendiri. Dia sangat senang diajak jalan-jalan oleh Althaf. Bahkan mereka baru mengenal tapi Althaf sudah mengajaknya jalan-jalan. Apakah Althaf sudah punya kekasih? Mungkin belum, tidak mungkin dia mengajak Canya jalan-jalan saat dia punya kekasih. Akhirnya Canya pun bersiap-siap. Memakai baju terbaiknya dan berdandan rapi. Setelah selesai dia keluar dari kamarnya, dan hal itu membuat Althaf cengo lagi. Canya bertambah cantik di matanya. Padahal outfitnya sederhana. —Memang orang cakep mau diapakan tetap cakep—pikir Althaf. Setelah itu mereka pun pamit dan berjalan bersama keluar dari rumah menuju motor Althaf.

“Hm, emangnya Lo gak punya pacar? Ngapain Lo ngajak gue jalan?” tanya Canya.

“Punya sih,” ucap Althaf dan Canya langsung berhenti kenapa Althaf mengajaknya jalan sementara Althaf punya kekasih. Canya tidak mau jadi perusak hubungan orang lain.

“Jangan salah paham dulu! Pacar gue itu Lo!” ucap Althaf.

Canya mengangguk dan ber ‘oh’ ria. Dia sempat gagal fokus sebentar hingga ia memekik. “APA?!” Althaf mengerutkan keningnya dengan suara Canya yang melengking.

“Iya, gue bercanda. Gue masih jomblo, tapi kalo Lo mau sama gue ya. Bisa aja,” ucap Althaf.

Canya menyunggingkan senyumnya. “Siapa juga ya mau sama Lo. Eh, walaupun Lo ganteng Lo gak masuk kriteria cowok idaman gue ya,” Canya berkata dengan sinis. Tapi dia malah tertawa dalam hatinya.

“Hm, gini-gini semua cewek di kampus ngincar gue ya!” ucap Althaf.

“Dih, pede Lo. Awas jatoh ke atas!” ucap Canya. Mendengar itu Althaf tertawa lepas. Hingga tertawanya menular pada Canya.

...

Mereka sampai di sebuah kafe yang sangat bagus. Kafe ini bertemakan kesederhanaan, karena bangunan kafe itu berhiaskan bambu.

“Wah bagus banget, Lo pintar banget cari,” ucap Canya. Althaf tersenyum penuh kebanggaan. Mereka akhirnya masuk dan di dalam, Kenandra dan Arin sedang menunggu mereka.

“Loh? Kak Ken, sama pacarnya juga ikut?” tanya Canya, dan Althaf hanya mengangguk. Mereka berjalan menghampiri keduanya. Saat Canya dan Althaf sampai di meja, Arin langsung berdiri dan mengulurkan tangannya.

“Kita belum kenalan. Kenalin nama gue Arin Casandra,” ucap Arin sambil tersenyum hangat. Canya sempat mengira jika Arin ini orang yang sombong. Karena saat pertama kali melihatnya tatapannya sangat dingin.

Pacar gue, cantik kan?” tanya Kenandra dengan sangat bangga. Althaf menggelengkan kepalanya. Mereka pun duduk dan memesan makanan mereka. Pelayan datang dan menanyakan apa menu yang ingin mereka pesan.

“Hm, kalo saya chicken garlic sama jus jeruk,” ucap Althaf. Pelayan itu mengangguk dan menatap pada pelanggannya yang lain.

“Kalo saya, samain aja sama Ayang Arin,” ucap Kenandra sambil tersenyum. Arin tersenyum dan dengan senang hati memesan makanan untuk kekasihnya. Setelah selesai memesan, mereka akhirnya mengobrol dan menunggu pesanan mereka tiba.

“Oh iya Canya, Lo di fakultas kedokteran? Berarti kita bisa sering jumpa dong, soalnya gedung fakultas kedokteran dan sastra dekat,” ucap Arin.

Canya mengangguk. “Itu lebih baik kak, gue belum kenal siapa pun dan gue bisa mulai dengan kalian,” Althaf diam dan menatap Canya. Dia juga mengeluarkan ponselnya dan membuka sebuah formulir dan menunjukkannya pada Canya.

“Hm, gue Cuma mau nanya aja. Lo minat atau gak itu urusan belakangan. Ini, perusahaan papa gue dan pemerintah melakukan kerja sama. Membangun sebuah organisasi pencegah pernikahan dini. Nah di sana kita bakal dikasih penjelasan tentang cara menghindari pernikahan dini dan mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama,” ucap Althaf. Canya tertegun, seakan sebuah luka lama yang berkropeng dikupas kembali. Dia mengingat almarhumah Aprilia.

“Kok Lo diam? Lo mau ikut apa gak? Soalnya Lo kan jurusan kedokteran, nah besok juga di kampus gue bakal orasi di depan semua orang untuk memperkenalkan tentang organisasi ini,” ucap Althaf. Canya terlihat berpikir. Memang tidak lah mudah. Namun apa salahnya membantu banyak orang supaya tidak menjadi korban seperti kakaknya. Dalam masalah ini kebanyakan yang menjadi korban adalah wanita sendiri. Jadi, yang bisa memberi pencerahan adalah wanita lain.

“Gue mau!” ucap Canya dengan semangat. Hal itu membuat Althaf bahagia, dia bisa melihat Canya setiap hari di perkumpulan.

“Berarti deal! Besok, saat gue bertanya siapa yang mau join Lo yang harus nunjuk tangan pertama!” ucap Althaf. Canya mengangguk.

“Hm! Sepertinya bakalan ada yang cinlok nih! Tiap hari ketemu di perkumpulan. Siapa tahu bakal jatuh hati?” ucap Kenandra dengan tertawa girang dan Arin juga ikut tertawa. Sepertinya Arin mendukung Kenandra.

“Apaan sih kak?! Mana pantas gue kalo sama kak Althaf. Dia yang spek pangeran lah gue? Spek pembantu di sinetron kisah nyata,” ucap Canya. Sebenarnya dia sangat malu karena Kenandra dan Arin menggodanya. Dia hanya berbicara asal untuk menyembunyikan wajahnya yang malu-malu. Sedangkan Althaf, dia diam-diam memperhatikan reaksi Canya. Dia berpikir Canya sangat lucu jika sedang merasa malu seperti itu.

...

Setelah selesai dari kafe. Sekarang Althaf sedang dalam perjalanan untuk mengantar Canya pulang. Althaf mengantarkan Canya hingga ke depan pintu rumahnya. Karena seorang pria gentle itu mengajak anak gadis orang jalan-jalan dan harus berani mengantarnya langsung ke depan pintu rumahnya. Bukan diantar sampai gang depan saja!

“Cie! Yang lagi kasmaran?! Habis nge-date ya?” ternyata Marlina belum tidur. Dia bahkan sedang meminum teh dan menonton televisi dengan volume kecil, pantas Canya tidak mendengarnya. Canya berjalan dan mendekati ibunya. Duduk di sampingnya dan menyalami ibunya.

“Kok ibu belum tidur sih? Udah jam 10 loh?!” ucap Canya. Dia sangat mencemaskan ibunya, tubuh yang sudah mulai tua itu sangat rentan dengan segala hal.

“Ya udah, aku ke kamar,” ucap Canya saat pertanyaannya hanya dibalas senyuman oleh sang ibu. Dia berjalan dengan malas ke kamarnya, dia membersihkan diri dan mulai tidur.

Young Marriage: Love Edelweis [END] [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang