Bab 5

1 2 0
                                    

Pagi hari yang cerah. Sinar mentari mengintip dari celah gorden, hingga cahayanya berhasil membangunkan seorang gadis cantik yang sedang terlelap. Canya meregangkan otot tubuhnya dan menutup mulutnya yang menguap. Dia lalu duduk dan menatap ke arah jendelanya yang sudah terang. Setelah itu, dia berdiri dan mengambil handuk dan pakaian gantinya. Dia lalu pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Hingga dia selesai, dia pun keluar dari kamarnya dan membantu sang ibu untuk menyiapkan sarapan. Hari ini jadwal kuliahnya siang, jadi dia bisa bersantai terlebih dahulu.


Sedangkan di sebuah rumah yang terlihat mewah. Seorang pria berusia 23 tahun sedang duduk di atas kasurnya. Dia menatap sebuah foto, foto sang almarhumah istrinya yang selalu ia rindukan. Dia sangat menyesal, karena menyia-nyiakan istrinya itu.

*Tok, tok, tok.

Pria itu berjalan dan membuka pintu kamarnya yang diketuk oleh seseorang. Saat pintu terbuka adiknya berdiri dan menatap dirinya dengan datar.

“Masih aja galau, bukannya cari kerja kek. Cari yang lain kek,” ucap Bella.

“Mau cari kerja di mana dek, kan kamu tau aku Cuma lulusan SMP.” Fahrul sangat risih setiap hari selalu disindir oleh adiknya.

Sang adik selalu mendesaknya agar mencari pekerjaan. Tapi apakah dia bisa mendapatkan pekerjaan di saat dia hanya lulusan SMP. Bahkan ijazah SMP-nya ditahan karena dulu dia belum membayar uang SPP, karena semua uangnya harus diarahkan untuk dana pernikahannya dulu.

“Ya makanya, dulu nikah cepat bet. Takut gak boleh nikah kalo gak cepat gitu?” Bella melipat tangannya di dada. Dia lalu menatap kakaknya.

“Karena kakak dan istri kakak itu, kak Ferdy jadi di penjara sekarang.” Bella melanjutkan perkataannya. Dia lalu berbalik dan melenggang pergi meninggalkan kakaknya. Dulu, kejahatan Ferdy akhirnya terbongkar setelah beberapa bulan meninggalnya Aprilia.

Kejahatannya terungkap oleh dirinya sendiri, dia mengakui semua apa yang dilakukan pada Aprilia karena dia merasa selalu dihantui oleh rasa takut. Dia juga mengaku jika Aprilia selalu menerornya.
Fahrul menghela napas, dia lalu keluar dan mengambil kunci motornya. Dia akan mencoba mencari pekerjaan yang bisa menampung seorang lulusan SMP sepertinya ini. Kerja apa pun akan dia sanggupi asal tidak dicap sebagai beban keluarga saja. Minimal dia bisa memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri, tidak bergantung pada orang tuannya yang sudah tua. Selama ini Fahrul hanya bekerja saat ada seorang warga yang memerlukan bantuannya, seperti mengantarkan barang. Memindahkan barang-barang orang lain. Dia akan diberikan upah atas pekerjaannya.

***

Saat ini, di sebuah aula. Banyak orang sedang berkumpul dan duduk di kursi masing-masing. Althaf, Canya, Kenandra dan Arin berdiri di belakang panggung dan mendiskusikan tentang urutan kegiatan yang mereka laksanakan. Seperti yang dibicarakan oleh mereka beberapa hari lalu, mereka bergabung di sebuah perkumpulan yang dibentuk oleh pemerintah. Tujuan dari organisasi itu adalah untuk mencegah dan memberi penerangan bagi anak-anak muda agar tidak terjerumus pada pernikahan dini dan hal-hal yang merusak masa depan mereka. Organisasi itu dibentuk oleh pemerintah dan membuka pendaftaran anggota bagi anak-anak muda yang ingin bergabung. Mereka akan diberi materi agar bisa memberikan materi pada remaja lainnya, dan saat ini, sebuah acara sosialisasi pertama sejak Althaf dan yang lainnya bergabung.

“Nanti yang jadi moderator, Elvi. Yang jadi pembawa materi pertama Canya, lalu gue dan Ken, lalu penutupan Amanda dan Arin.” Althaf memberi tahu urutan dan tugas masing-masing. Karena mereka adalah anggota baru, para senior mereka memberi kesempatan untuk mereka menunjukkan kemampuan mereka di sosialisasi saat ini.

“Enggak, gak, gak. Gue gak jadi penutup. Gue yang sama Althaf. Kenandra sama Arin.” Amanda memprotes, dia ingin mengganti posisi.

“Gak usah ngeyel! Ini udah disiapin sama Althaf betul-betul,” ucap Kenandra. Namun Amanda masih tetap bersikeras, Althaf menghela napasnya lalu menuruti permintaan Amanda. Sebelum acara utama dilangsungkan, ada beberapa pertunjukan dari anak-anak muda berbakat yang direkrut oleh Althaf sendiri. Dia sengaja mengundang mereka agar menunjukkan jika anak-anak muda bisa berkreasi dan memiliki bakat. Elvi, salah satu teman mereka di organisasi itu maju dengan senyuman pasta giginya. Dia lalu mengambil mikrofon, dan mengucapkan salam pembuka.

“Oh iya, sebelumnya saya lihat para hadirin antusias sekali datang ke acara kita ini ya. Kalau bisa mari kita absen dulu... Jika saya panggil yang cowok, maka semua cowok harus nyahut oke?! Begitu sebaliknya.” Elvi sangat pandai dalam menjadi moderator. Dia memiliki tata bahasa yang sangat santai, tidak terlalu formal.

“Cowok mana suaranya?!!”

“OYYY!!!” Semua hadirin laki-laki langsung berteriak.

“Hm, lumayan. Kita coba yang cewek. Cewek mana suaranya?!!”

OYYYYY!!!!”

“Wah? Ternyata cowok kalah sama cewek. Hahaha mungkin cowok-cowok belum pada makan?” semua yang hadir tertawa dengan perkataan Elvi.

“Di sini saya sebagai moderator, berterima kasih atas kehadiran teman-teman semua. Terima kasih juga kepada wali kota, tamu spesial kami yang hadir pada hari ini.” Elvi tersenyum pada wali kota yang duduk di depannya.

Elvi membuka sedikit percakapan dan membuat suasana menjadi hangat. Setelah cukup memberi kata sambutan, dia akhirnya memanggil Canya. Karena di urutannya Canya adalah penyampai materi pertama. Canya datang dengan sangat anggun, semua terpana dengan kecantikannya. Dia berdiri di atas panggung dengan percaya diri, dan menyampaikan materi yang ia bawa dengan sangat bagus. Tidak ada sama sekali kata yang berbelit dan tidak terdengar nada gugup. Dia juga berbicara dengan lantang.

“Jadi narkoba sangat berdampak buruk bagi kesehatan tubuh dan orang lain. Bayangkan, saat kita sudah kecanduan narkoba dan kita tidak memiliki uang atau barang itu lagi? Pasti berbagai cara akan kita lakukan untuk mendapatkannya, yang baik bahkan yang buruk. Tidak sedikit juga beberapa kasus pencurian, perampokan dan bahkan pembunuhan yang terjadi akibat pecandu narkoba yang ingin mencari uang untuk mendapatkan barang yang ia inginkan.”

“Jadi, mari kita sama-sama menghindari dan mengajak orang-orang di sekitar kita agar menjauhi narkoba. STOP NARKOBA, CERAHKAN MASA DEPAN! Sekian dari saya, jika ada pertanyaan, kritik dan masukan tentang pidato saya silahkan!” ucap Canya, dan seorang pria tua yang mengenakan jas dokter menunjuk tangan.

“Saya tidak ingin bertanya, memberi kritik atau masukan. Saya hanya ingin memuji, penjelasan kamu tentang menteri ini sangat mudah dipahami. Orang tidak bosan mendengarnya, saya sebagai dokter memberikan A plus untuk kamu,” ucapnya, Canya tersenyum dan mengangguk. Seketika tepuk tangan semua tamu langsung terdengar. Canya mengakhiri pidatonya dengan perasaan yang sangat bahagia. Dia kembali ke belakang panggung dan melompat-lompat kegirangan.

“Akhhh, gue senang banget.” Canya kegirangan.

Selamat!!” Althaf mengucapkan selamat dan hampir memeluk Canya. Dia tidak sadar, namun untungnya suara deheman Kenandra membuatnya sadar.
Canya diam membeku saat menyadari apa yang akan dilakukan Althaf. Canya tak marah, namun dia hanya terkejut.

“Jabat tangan aja!” Canya mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Althaf. Tak jauh dari mereka, Amanda sedang menatap dengan kesal. Kenapa Althaf begitu dekat dengan Canya?

Young Marriage: Love Edelweis [END] [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang