Setelah puas mengobrol, Canya meninggalkan Hasan dan Gisella di ruangan. Canya memutuskan untuk berjalan-jalan melihat betapa mewah dan luasnya gedung pencakar langit itu. Saat berpapasan dengan beberapa pegawai, Canya tersenyum dan dibalas senyuman oleh yang lain.
“Ya, cepat antarkan ke tempat saya.” Lalu tiba-tiba pintu terbuka tepat di hadapan Canya. Dia hampir menabrak pintu itu, Canya sangat kesal siapa yang membuka pintu secara mendadak.
“Heh, hampir gue kena.” Canya ingin marah, tapi setelah melihat siapa yang akan ia marahi, Canya langsung tersenyum.
“Oh, ternyata Lo. Maaf, gue gak tau. BTW thanks ya buat bantuannya semalam.” Canya langsung tersenyum cerah. Namun pria yang semalam menolongnya hanya mengangguk, lalu kembali meninggalkan dia.
Canya mendengus, saat ada seorang wanita lewat Canya menghentikannya.“Eh, yang itu namanya siapa?” Canya terlihat seperti ibu-ibu yang selalu ingin tahu semuanya.
“Oh, pak Steven? Dia baru di sini Non. Tapi bapak sudah sangat mengandalkan dia, dia menjadi salah satu orang kepercayaan bapak,” kata wanita itu. Setelah itu dia meninggalkan Canya yang masih diam di tempat.
...
Malam hari.
Canya sedang membaca sebuah buku di balkon kamarnya, dan ada beberapa buku lain di sampingnya. Itu adalah beberapa buku yang perlu ia baca kembali sebelum mereka berangkat untuk acara sosialisasi besok. Canya sudah tidak sabar, apa lagi mereka bisa mengunjungi salah satu gunung indah di Nusantara. Canya juga sangat senang dengan satu hal, yaitu bunga Edelweis yang biasa ada di sana.
Memang, bunga kesukaannya itu bukan hanya bisa di dapatkan di sana, bisa di tempat lain atau ada di toko bunga. Tapi, itu sudah menjadi impiannya. Setelah selesai membaca semua buku yang ada di sampingnya, Canya memutuskan untuk tidur dan menunggu sampai esok tiba.
...
Keesokan harinya, pukul 10.33, Canya sedang berada di halaman aula organisasi. Mereka sedang bersiap-siap, ternyata hanya sedikit saja yang ikut dalam acara sosialisasi ini. Hanya Canya, Kenandra, Arin, dan empat anggota lainnya. Mereka semua berangkat dengan menggunakan sebuah mobil Van berwarna abu-abu dengan Kenandra sebagai sopirnya. Mereka semua banyak membahas tentang desa, dan beberapa materi yang akan mereka jelaskan di sana. Mereka semua juga sangat bersemangat karena bisa sekalian jalan-jalan ke gunung Bromo menikmati keindahannya yang sangat luar biasa.
Perjalanan mereka cukup jauh, tapi mereka menikmati setiap detiknya. Kebersamaan dan keceriaan yang terpancar sangat terasa di dalam mobil itu.
...
Sekitar pukul 18.43 mereka sampai di desa, dan beberapa warga serta kepala desa setempat sudah menunggu di balai desa. Mereka telah mengabari pihak desa sebelumnya, dan kepala desa telah menyiapkan tempat untuk mereka. Sosialisasi kali ini lebih singkat dibanding sosialisasi yang mereka lakukan di desa-desa lain sebelumnya. Jika sebelumnya mereka bisa menghabiskan waktu hingga satu Minggu, tapi sekarang mereka hanya akan menghabiskan waktu tiga hari di sini.
Topik sosialisasi mereka kami ini adalah kekurangan gizi pada anak atau yang biasa di sebut dengan stunting. Setelah mereka pergi ke kamar masing-masing, dan menyimpan barang-barang, mereka memutuskan untuk langsung beristirahat saja. Perjalanan mereka cukup melelahkan.
***
Di kediaman Wijaya.
Gisella dan sang suami sedang membicarakan sesuatu yang sangat penting, kerut di dahi Hasan menandakan dia sedang berpikir keras. Dia sedang menimbang-nimbang perkataan sang istri, Gisella memberikan usulan jika mereka mencari pria yang pantas untuk Canya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Marriage: Love Edelweis [END] [Terbit]
Teen FictionCanya harus merelakan kekasihnya untuk selamanya karena kecelakaan, saat dia sudah ikhlas, dia dijodohkan dengan pria lain. Namun di saat pernikahannya dilangsungkan, kekasihnya dulu ternyata masih hidup dan membuat kacau di pernikahannya