Author's POV
Seorang gadis muda terlihat tertidur dengan gelisah. Kepalanya bergoyang ke kiri dan kanan, peluh keluar mengalir dari keningnya. Kemudian ia berteriak dan terbangun histeris. Ia melempar bantal serta barang-barang lain di sekitarnya seolah mengusir seseorang tak kasat mata di depannya. Setelahnya, ia menangis sejadi-jadinya. Dadanya kembali sesak oleh fragmen kenangan itu.
Fragmen kenangan sialan yang entah kenapa kini selalu muncul dan mengganggu tidur gadis itu. Bayangan seorang pria bertubuh tegap dan besar dengan kulit gelapnya tengah menindih tubuh sang gadis. Sang gadis mencoba berteriak, namun mulutnya dibekap. Ia mencoba melawan, namun tenaga lelaki itu lebih besar. Ia memperlakukan sang gadis dengan kasar, seolah tak memedulikan teriakan kesakitan dari sang gadis.
Gadis itu kembali menangis karena ingatan biadab itu. Ia memukul-mukul kepalanya sendiri. Berusaha melupakan tiap fragmen kenangan itu. Namun dipukul sekeras apapun, perasaan bersalah dan tak berharga itu tak kunjung hilang. Serangan paniknya tiba-tiba saja muncul.
Ia coba untuk mengatur nafas sambil meminum segelas air dari atas nakas. Perlahan ia coba untuk menenangkan diri. Ia terjaga hingga fajar menyambut. Namun itu lebih baik. Setidaknya kenangan itu tidak muncul saat ia terjaga.
Saat matahari mulai naik, kesadarannya perlahan hilang. Rasa kantuk yang teramat mendatanginya. Ia rindu tidur yang cukup. Namun, keinginan sesederhana itu saja, masih sulit untuk ia dapatkan. Sudah dua minggu gadis ini mengurung diri di dalam rumah. Ia menolak keluar dengan siapapun. Membatasi diri dengan dunia luar. Seolah sedang berlindung dari sesuatu.
Gadis itu takut. Takut peristiwa malam itu terjadi lagi padanya. Hal itu terlalu mengerikan bahkan untuk sekedar diingat. Gadis ini juga malu dan tak memiliki keberanian untuk menceritakan kisah tragisnya kepada orang lain. Gadis yang awalnya periang kini berubah menjadi pemurung. Hal ini tentu disadari oleh orang-orang terdekatnya. Terutama oleh sang ibu.
Seorang teman dari gadis itu kemudian diundang datang oleh sang ibu. Ia ingin anaknya setidaknya berinteraksi dengan dunia luar. Kekhawatiran yang mendalam terpancar di wajahnya manakala ia memandang ke arah pintu kamar sang anak. Ia berharap dengan kedatangan Tiara, sang anak mau membuka diri dan menceritakan segala keluh kesahnya selama ini.
Menjelang sore hari, seorang gadis cantik dengan rambut lurus sepunggung mengetuk pintu berornamen pahatan itu. Baru setelah ketukan ketiga, pintu rumah terbuka. Menampakan sosok sang ibu dan juga suaminya yang baru saja pulang dari bekerja. Itu adalah Tiara, sahabat dari Citra, gadis yang sampai sekarang masih mengurung diri di dalam kamar.
Kedua orang tua Citra menyambut baik kedatangan Tiara, kemudian mulai menanyakan kapan terakhir kali ia berkomunikasi dengan anaknya. Tiara menjawab sudah dua minggu ini ia tidak berkomunikasi dengan Citra. Membuat kedua orang tiara tertunduk lesu. Namun sang ibu meminta tolong kepada gadis itu untuk berkomunikasi dengan anaknya, yang dijawab anggukan oleh Tiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
12 AM
FanfictionOne Shot Stories. Mostly using NCT and Seventeen members as a role.