Tuhan, Ijinkan Aku Bahagia

55 3 0
                                    

Aku Ilana, aku berumur 32 tahun saat perusahaan tempatku bekerja selama tujuh tahun memutuskan ikatan kerja kami secara sepihak. Karena masalah intern perusahaan, pihak eksekutif harus mengambil tindakan untuk mengurangi jumlah pegawai yang ada. Dan aku menjadi salah satu yang terkena dampaknya. Perusahaan memaksa kami untuk menulis surat pengunduran diri yang membuatku tak dapat menuntut uang pesangon. Mereka hanya memberikan santunan sesuai keinginan hati mereka dan kami pun tak dapat menuntut.

Aku tak memiliki banyak pilihan. Merasa trauma dengan tempat kerja lamaku. Aku pun mencoba peruntungan lain dengan mengikuti sebuah LPK yang akan mengirim tenaga profesional di bidang kesehatan ke Jepang. Ya, pelatihan untuk menjadi seorang perawat lansia. Sungguh melenceng dari jejak karirku sebelumnya yang seorang staf administrasi perpajakan. Tapi tak mengapa, aku akan mencoba pekerjaan ini. Begitu pikirku. Bukankah aku menyukai pekerjaan sosial?

Namun sebelumnya aku harus mengikuti kelas online Bahasa Jepang yang terasa semakin sulit hari demi hari. Bahasa jepang itu sulit dan aku baru menyadarinya. Dengan memori jangka pendekku yang terbatas, beberapa hal seperti struktur bahasa dan kosakata menjadi sulit untuk aku ingat.

Tugas terus berdatangan dan menumpuk. Membuatku muak dan stres. Sesungguhnya setelah aku dipecat dari kantor lamaku. Aku tak berkeinginan lagi untuk mencari pekerjaan di daerah tempatku tinggal. Entah trauma atau merasa tak percaya diri akan kemampuanku. Aku kini hanya menggantungkan harapanku pada LPK ini. Aku Merasa, aku harus mencari pengalaman baru di negara lain. Namun rutinitas monoton ini terus membuatku bosan dan kehilangan minat.

Tepat setelah tiga bulan dari proses belajar bahasa secara online, diadakan tes N5. Peserta yang diperbolehkan hanya mereka yang telah menyelesaikan tugas-tugasnya. Sementara aku, mendapati diriku gagal dalam menyelesaikan tugas tepat waktu. Hal ini membuatku stres dan kecewa pada diriku sendiri. Aku benci kegagalan. Kegagalan kecil bahkan mampu memicu pikiran negatifku.

Terlalu tenggelam dalam perasaan kecewa. Secara impulsif, aku memutuskan hubunganku dengan seorang pria yang baru saja berjalan sebulan. Semua karena aku yang berpikiran pendek. Aku menyalahkan perasaan dan waktu yang aku habiskan untuknya.

Mengira tak akan patah hati. Nyatanya aku salah. Aku patah hati. Aku sangat menyukai pria itu, dan sejujurnya aku mendapatkan dopamin dari hubungan kami yang menyelamatkanku dari banyaknya pikiran buruk. Namun kini, aku harus kehilangan pemberi semangatku. Sebuah pencapaian bagus, Ilana. Kau telah merusak semuanya. Aku tenggelam dalam kesedihan. Satu-satunya hal yang bisa aku lakukan hanyalah menyelesaikan tugas-tugas gila ini dan mengikuti ujian.

Sebulan berlalu dengan cepat. Tepat setelah menyelesaikan rentetan tugas. Aku bersiap untuk tes. Aku berusaha sebaik mungkin untuk tes kali ini. Berharap akan keberhasilan namun hasil yang aku dapatkan adalah sebaliknya. Aku gagal. Aku kembali kecewa. Kali ini lebih parah.

Oh iya, sebelum menerima hasil tes itu, aku sempat mengalami peristiwa tak mengenakan. Aku mendapatkan pelecehan seksual dari seorang kenalanku. Peristiwa ini semakin menambah rasa traumaku. Kepercayaanku pada pria memudar. Ditambah dengan keluarnya hasil ujian yang mengecewakan seolah membuat duniaku hancur. Tuhan, mengapa nasibku belakangan sangat buruk? Aku juga ingin bahagia. Kau tahu aku bekerja cukup keras untuk ini? Aku menangis sembari memukul tembok hingga kepalan tanganku memerah. Berusaha menyalurkan amarahku.

Aku tak memiliki tabungan yang cukup, tes ini adalah harapanku. Sebelum bisa mengikuti serangkaian kelas offline dan tes lanjutan di LPK ini. Namun baru tes pertama saja aku sudah gagal. Aku depresi. Aku tenggelam dalam kekecewaan dan kesedihan yang bertumpuk. Pikiran untuk bunuh diri menguasaiku, namun terus kutahan. Aku bahkan menarik diri dari pertemanan.

Merasa ini semakin parah. Aku berinisiatif untuk pergi ke psikiater. Aku tak ingin begini. Aku harus bangkit. Dokter kemudian memberikanku beberapa obat yang dapat membantu menenangkan serta menekan impulsivitas. Perlahan keadaanku membaik. Aku mulai membuka pertemananku dan mulai berdamai dengan traumaku pada pria. Toh tidak semua pria adalah penjahat kelamin.

Tepat di awal Juli 2023, aku mulai mendapat kabar baik. Karya cerpenku terpilih untuk diterbitkan. Sebuah pencapaian yang sangat tak terduga. Sebuah hobi yang bahkan sempat kutinggalkan karena berpikir bahwa ini tak akan berhasil. Bahkan tidak hanya satu, tapi empat sekaligus. Sungguh kuasa Tuhan.

Tidak hanya itu. Aku akhirnya lolos tes N5. Tes yang membuatku stres beberapa bulan ini. Aku melonjak kegirangan. Oh Tuhan, ini adalah sebuah pencapaian yang sungguh tak pernah kukira akan berhasil. Tuhan mengabulkan satu persatu doaku. Setelah serbuan badai tanpa henti, pelangi itu kini terlihat sangat indah. Terima kasih Tuhan.

Tamat

Amanat : Jangan pernah menyerah pada apa yang sangat kamu inginkan. Kadang dunia memusuhi kita, dan hanya pada Tuhan kita meminta pertolongan. Dan selalu ingat, masalah mental adalah masalah yang tidak bisa hanya kita biarkan begitu saja. Minta pertolongan tenaga ahli di saat kamu benar-benar membutuhkannya.

Bio Narasi : Nama saya Ilana, saya mulai menulis di tahun 2021 akhir. Awalnya menulis hanya menjadi wadah saya untuk lari dari masalah dan perasaan stres. Namun dukungan banyak teman membuat saya semakin percaya diri. Semoga karya saya bisa memberikan manfaat ke banyak orang. Terima kasih.

12 AMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang