Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Author's POV
Seorang wanita dengan langkah tergesa-gesa memasuki sebuah gedung tinggi di daerah Surabaya. Ini adalah wawancara kerja ke-5 nya dalam 3 bulan ini terakhir ini. Wanita itu begitu bersemangat. Ia membutuhkan pekerjaan itu. Sudah setahun lebih ia menganggur. Semua uang simpanannya sudah habis terpakai untuk membayar biaya hidup dan sekolah adiknya.
Selama ini lamarannya jarang sekali lolos seleksi. Rata-rata perusahaan di negara ini memberikan batasan umur untuk lowongan tertentu. Sementara umur wanita itu tidak lagi muda. Tahun ini ia berumur 33 tahun. Ia telah melamar ke banyak tempat, mendapat panggilan wawancara namun hasilnya nihil.
Memasuki jam istirahat, sosok wanita itu terlihat keluar dari. Ia langkahkan kakinya dengan berat. Wajahnya tertekuk lesu. Sesekali ia menarik nafas panjang. Lagi, ia gagal mendapatkan pekerjaan. Wanita itu kemudian duduk di sebuah kursi sambil terus menghembuskan nafas kasar. Mencari kerja di negara ini bisa sangat menyulitkan. Ia kini merasakan sendiri. Dunia telah berkembang, begitu pula dengan skill yang dibutuhkan.
Sambil melihat foto idolanya di ponsel, ia paksakan diri untuk tersenyum. Ia terus mengikuti kelas-kelas online untuk meningkatkan skillnya. Bahkan ia mengikuti sebuah pelatihan kerja dan bahasa asing ke Jepang, namun semuanya masih terasa sia-sia. Bahasa Jepang cukup sulit. Kendati lulus di dua ujian SSW, wanita itu gagal dalam ujian JFT dengan perolehan poin yang sangat mendekati nilai kelulusan.
Ia segera mencari sebuah masjid terdekat. Tiba-tiba saja ia ingin mengadu kepada Sang pemilik kehidupan. Ia ingin berkeluh kesah. Ia merasa telah melakukan banyak hal untuk bisa meraih impiannya. Namun jalannya terasa sangat berat. Kegagalannya dalam ujian JFT membuat langkahnya sempat terhenti. Tidak hanya memerlukan biaya yang tidak sedikit, pendaftarannya pun sangat ketat ditambah dengan ujian yang sulit.
Setelah menemukan masjid terdekat, wanita itu segera mengambil air wudhu untuk bersuci. Kemudian, ia mulai melakukan ibadah sesuai kepercayaannya. Seusai beribadah, ia mulai berdoa, dadanya sesak, air mata turun dari sudut matanya.
"Ya Allah, aku hanyalah satu dari banyaknya hambamu yang memohon. Hamba sungguh lelah. Tolong bantu hamba untuk dapat menentukan jalan hidup hamba. Jika memang Jepang bukan menjadi jodoh hamba, maka tolong beri pengganti yang lebih baik. Hamba mohon ya Allah. Cukupkanlah rejeki hamba. Jangan biarkan hamba berpikiran hal bodoh bahkan hingga harus menjual harga diri hamba."
Ia berdoa sambil berusaha menahan agar tangisnya tidak terdengar. Matanya memerah. Kembali menelan kekecewaan. Selama ini ia terus berdoa. Dan tidak ada keraguan apapun untuk kekuasaan Tuhannya. Tapi bukankah manusiawi jika seseorang sedih bahkan kecewa atas kegagalannya? Ia akan kembali bersemangat esok hari, namun untuk hari ini, biarkan ia bersedih dan tenggelam dalam kekecewaan.