Author POV
Malam itu, seorang remaja pria dengan seragam putih abu-abu tengah berdiri di atas jembatan. Di bawahnya mengalir sungai besar dengan arus yang kencang. Sambil memegangi besi penyangga jembatan, ia merangkak naik melewati besi pembatas. Ia akan menghempaskan dirinya dan terjun bebas ke arah sungai yang arusnya kencang itu. Sungguh tubuhnya gemetaran saat ini. Perlahan air mata turun dari sudut matanya.
Aksinya itu kini mengundang perhatian dari para pengendara yang lewat. Beberapa orang membujuknya agar tidak meloncat. Namun telinga remaja pria itu seolah menuli. Dengan sesenggukan, ia menahan perasaannya yang saling bertolak belakang. Ia tidak ingin melakukannya, namun ia sudah tidak kuat dengan perundungan yang ia dapat di sekolah.
Ia merasa sendirian saat ini dan tidak memiliki siapapun untuk berbagi. Semua orang yang ia kenal di sekolah, hanya bisa mencemooh dan mengejeknya. Baik itu lewat media sosial atau bahkan lewat tindakan langsung. Orang tuanya, jelas menganggap hal ini hanyalah masalah sepele yang dialami remaja, tanpa sedikitpun mau mendengar isi hati sang anak.
Seorang wanita berumur 30 tahunan kemudian mendekatinya perlahan dan dengan hati-hati.
"Dik mau ngapain? Disana dingin loh. Kamu yakin mau terjun bebas?" tanya wanita itu, mendistraksi konsentrasi remaja pria itu.
"Biar aja. Biar semua pada senang. Kalau udah lihat aku mati, mereka pasti bahagia. Toh ga ada yang peduli juga sama aku." balas remaja pria itu sesenggukan,
"Siapa yang bilang? Orang tua kamu pasti kehilangan kamu."
"Keduanya sudah bercerai dan hidup masing-masing. Mereka juga gak peduli kok aku hidup apa enggak. Jangankan peduli, mendengarkanku pun, mereka gak mau. Udah deh, mbak, gak usah ganggu aku. Percuma. Aku bakal pada niat aku."
"Aku peduli. Ayo berteman mulai sekarang. Gimana? Mau? Aku Sandra." ucap wanita itu sambil menjabat tangannya ke arah remaja pria itu.
"Percuma, gak akan ada yang ngerti keadaan aku. Pergi sana. Jangan ganggu aku." usir remaja pria itu dengan kasar. Intonasinya meninggi. Ia menatap wanita itu dengan sorot kemarahan.
"Kan belum dicoba. Oke aku ceritain kisahku dulu ya. Dulu aku korban bully loh. Malah mereka main fisik. Semua karena keberanianku memprotes tindak kecurangan yang dilakukan beberapa siswa demi mendapatkan nilai yang tinggi di angkatanku. Dengan cepat, satu sekolah memusuhiku. Menganggap aku mencari muka kepada guru dan lain sebagainya. Padahal aku hanya mencoba bersikap jujur. Kamu tahu, orang-orang yang aku kira sahabat, saat itu mulai mengerjaiku. Mengunciku di kamar mandi kemudian menyiramku dengan air bekas pel. Bahkan aku sempat dipukul karena terus melawan. Semua perlakuan buruk itu harus aku terima selama satu tahun setengah. Aku ingat, aku sering menangis sepulang sekolah. Ibuku jarang ada di rumah. Tidak ada tempat untuk bercerita. Mengadu pada guru pun percuma. Mereka hanya mendamaikan kami. Tanpa ada sangsi serius. Rasanya setiap hari bagai di neraka. Selalu saja ada yang mengerjaiku. Seolah aku pantas untuk dikerjai. Bukankah manusia itu seperti baling-baling yang bergerak kemana angin bergerak?" ucap Sandra sambil menatap nanar pada kekosongan di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
12 AM
FanfictionOne Shot Stories. Mostly using NCT and Seventeen members as a role.