10. LULUH

12 11 2
                                    

     Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya Masayu datang dengan membawa dua mangkok bakso di tangannya. Raut wajah gadis itu terlihat tegang, keringat mengucur deras dari pelipisnya.

"Sini Yu duduk." Nadhira menepuk-nepuk kursi di sebelahnya yang berhadapan langsung dengan Dikta.

Ayu duduk, menunduk, fokus dengan makanannya.

"Apa kabar Yu? Kaki kamu masih sakit?" Dikta memulai pembicaraan diantara mereka.

"Baik, udah sembuh," jawab Ayu tanpa sedikit pun mengangkat kepalanya untuk melihat Dikta.

"Kuliah lo gimana Nadh, lancar-lancar aja kan?"

"Beuh lagi panas-panasnya kak. Iya kan Yu?" Nadhira menyenggol Ayu meminta persetujuan, dan Ayu hanya mengangguk menjawabnya.

"Maklum lah ya, semester empat."

Menyadari gelagat Ayu yang aneh, otak jahil Nadhira mendadak encer. Gadis dengan rambut di kepang itu menepuk-nepuk pundak Ayu, "Yu, itu Tante Kinanti ngapain, kok bisa ada di sini?"

"Apa Nadh!" pekiknya melotot, dia berdiri dengan kepala yang celingak-celinguk mencari-cari keberadaan ibunya yang Nadhira bicarakan.

"Dimana Nadh, mana?"

"Gak ada kok Yu, ngapain juga coba nyokap lo di sini."

Ayu berdecak kesal, dia kembali duduk menunduk memakan baksonya. Nadhira yang gemas dengan tingkah sahabatnya itu mengangkat dagu Ayu menghadapnya.

"Kenapa sih nunduk terus, bakso lo gak bakalan ada yang nyomot kok Yu."

Dikta mengulum senyumnya melihat tingkah Ayu, sepertinya dia tahu alasan Ayu melakukan itu.

"Ih diem deh lo, gue lagi makan juga," ucapnya memperingati Nadhira. Kemudian memalingkan wajah, membuang muka. Sebisa mungkin dia harus menghindar dan tak boleh bertatapan mata dengan Dikta.

"Lo kalo makan kayak anak SD ya, belepotan." Tak disangka-sangka Dikta malah mengelap bibirnya menggunakan tisu.

Ayu benar-benar tidak bisa menghindar, matanya bertemu dengan mata hitam Dikta, membuat perasaan aneh itu kembali menjalar di seluruh tubuhnya, dadanya berdebar-debar. Nadhira yang menonton kejadian ini, sebisa mungkin menahan tawanya agar tidak pecah. Dia yang juga tahu, sahabatnya itu menghindari Dikta karena malu. Dikta sendiri mengatakan padanya bahwa Ayu menangis di pelukannya saat gadis itu menjadi korban penjambretan para preman kemarin malam.

"Nah udah beres, kan kalo gini jadi makin cantik."

Ayu kembali memalingkan wajah, tapi kali ini bukan karena malu melainkan karena salah tingkah, pipinya pasti sangat merona sekarang.

"Gue nanti malem mau ke kosan. Lo mau dibawain apa?"

"Yu ditanyain tuh." Nadhira menyenggol lengan Ayu yang tak kunjung menjawab pertanyaan Dikta.

"Hah, enggak, gak usah gue gak butuh apapun."

"Yakin? Kak Dikta baik kok lo mau apa? Bilang aja, pasti langsung dibawain."

"Iya Yu, bilang aja."

"Enggak, gak ada, gak usah."

"Kenapa sih lo, salting ya, pipi lo merah gitu," ucap Nadhira yang dengan sengaja menggoda Ayu.

"Enggak kok, ini bakso gue pedes makanya pipi gue merah."

"Oh gitu, serius gara-gara bakso bukan gara-gara yang lain?"

"Apaan sih lo Nadh!"

Nadhira dan Dikta bertukar tatapan, mengulum senyum, Ayu menjadi sangat berbeda jika sedang dimabuk asmara begini.

KISAH KASIH MASAYU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang