18. PRADIKTA KAFIN

8 6 1
                                    

     Satu minggu telah berlalu, Ayu menghabiskan hari-harinya di rumah sakit. Sampai akhirnya hari ini dia diperbolehkan pulang oleh dokter.

"Hayu pulang ke rumah, jangan ke kosan. Bunda suruh si Bibi beresin kamar tamu buat kamu nya, biar gak usah naik turun tangga."

Ayu memanyunkan bibirnya, sebenarnya dia ingin pulang ke kosannya. Tapi jika bundanya sudah bertindak apa boleh buat.

"Mau mampir ke kos dulu Bun, ambil buku-buku sama laptop," ujar Ayu mengutarakan keinginannya.

"Nadhira telfon Kak Dikta ya Tan, buat jemput kita ke sini," saran Nadhira.

"Oh enya atuh sok Nadh, boleh. Si Diktanya henteu sibuk kan yah?"

"Enggak kok Tan, bentar ini Nadhira telpon dulu.

Beberapa saat kemudian Dikta datang menghampiri mereka, seperti yang dikatakan Nadhira. Jika berhubungan dengan Ayu, apapun itu pasti pria ini akan langsung menurutinya entah sedang sibuk ataupun tidak.


****

     Dikta dengan sigap mendorong kursi roda yang dinaiki Ayu. Dia benar-benar merawat gadis itu dengan baik. Sedangkan, Ayu sebaliknya, dia selalu memberitahukan kepada Bastian apa saja yang dia lakukan. Seperti saat ini contohnya, dia sibuk selfie dan mengirimkan foto-fotonya kepada kekasihnya itu mengabari tentang kepulangannya dari rumah sakit. Dia sama sekali tidak bisa berhubungan dengan Bastian, karena saat karantina kekasihnya itu tidak diizinkan menggunakan handphone. Biarlah, dia tidak peduli mengenai hal itu, yang dia inginkan hanyalah memberitahukan segala hal yang terjadi kepadanya.

"Yu, udah dulu atuh HPnya, masuk mobil dulu," ujar Kinanti saat mereka sudah sampai di depan mobil Dikta.

"Oh, iya," Ayu berusaha berdiri dengan bertumpu pada kaki kanannya.

"Aku gendong aja Yu," ucap Dikta. Ayu menolak, tapi penolakannya tak dihiraukan sedikitpun.

"Makasih."  Dikta membalas ucapan Ayu dengan senyuman.

"Udah. Ayo jalan. Gue duduk depan ya Kak," pinta Nadhira yang sudah menaruh kursi roda Ayu di bagasi.

Setelah semuanya siap, Dikta melajukan mobilnya menuju kosan Ayu. Selama perjalanan mereka banyak mengobrol, celotehan Nadhira membuat suasana meriah dan hangat. Jalanan yang macet seolah-olah semakin mengeratkan keakraban yang terjalin diantara mereka.

"Nanti yang ngambilin laptop sama buku-buku gue lo aja ya Nadh," pinta Ayu.

Wajah syok Nadhira seolah-olah mengutarakan isi hatinya, "Barang-barang lo kan banyak Yu, masa sendirian sih," rengeknya.

"Biar sama Tante Nadh, sekalian kamu ge da harus bawa baju-baju yang di rumah takutnya teh gak cukup," sahut Kinanti yang duduk di samping Ayu.

Hal yang benar-benar Ayu hindari akhirnya terjadi. Nadhira benar-benar tidak bisa diajak kerjasama. "Jangan Bun, biar Nadhira aja, kalo susah kan ada Dikta yang bisa bantuin. Aku gak mau di tinggal sendirian, ikut naik juga kan gak bisa, kamar aku di lantai tiga loh Bun," ucap Ayu berusaha menghentikan Kinanti.

"Iya gapapa atuh Bunda gé bisa ikut bantuin biar cepet. Kamu paling ditinggalin juga bentar ah, tong sok manja gitu geura kata Bunda gé." Tentu saja Kinanti menentang ucapan Ayu, dia ingin mempersiapkan semua hal yang akan Ayu butuhkan di rumah nanti.

Ayu berpura-pura batuk, memberikan kode kepada Nadhira. Tapi sayangnya gadis itu hanya planga-plongo tidak mengerti. Sementara mereka sebentar lagi akan sampai di kosan.

"Gak bisa Bun, udah Bunda di sini aja, capek tau bolak balik naik tangga. Barangnya dikit kok Bun, Nadhira sama Dikta pasti bisa ngambil semuanya cuma sekali naik. Kan cuma buku-buku sama baju." Ayu menekankan kata 'Baju' di akhir kalimat, berusaha memberikan kode pada Nadhira.

KISAH KASIH MASAYU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang