17. BERPISAH

11 8 5
                                    

     "Tante Nadhira pulang dulu ya," izin Nadhira kepada Kinanti yang sedang memijit lengan Ayu.

"Eh iya Sayang. Kadé nya di jalannya. Ati-ati," jawab Kinanti memberikan tangannya untuk dicium Nadhira.

"Saya juga pulang dulu Tan. Salam buat Om Abimanyu," ucap Dikta yang juga akan pulang.

"Iya. Anterin Nadhira pulang ke kosnya dulu ya Dikta, jangan pulang sendirian kasian."

Dikta mengiyakan ucapan Kinanti kemudian pergi bersama Nadhira.

"Kamu juga pulang gih Yang!" titah Ayu kepada Bastian yang masih anteng memainkan handphonenya bersantai di sofa.

"Iya Bas. Kamu teh kan harus siap-siap buat besok. Lancar-lancar ya audisinya," sahut Kinanti.

Bastian sudah tak bisa mengelak lagi, hari sudah semakin sore dan sudah tidak ada waktu lagi untuk persiapannya besok.

"Kamu ati-ati ya. Cepet sembuh. Jangan nakal-nakal, dengerin apa kata Dokter sama Bunda," ucap Bastian mengelus lembut rambut Ayu.

"Iya. Kamu juga jaga kesehatan di sana. Kalo ada waktu telfon aku."

Bastian mengangguk, kemudian mengecup kening Ayu sekilas.

"Bastian pulang dulu Bun. Besok pagi pasti mampir dulu ke sini."

"Iya atuh sok ati-ati ya. Bunda doain semoga kamu menang," ucap Kinanti kepada laki-laki yang sudah dia anggap seperti anaknya itu.

"Jangan lupa makan, jaga kesehatan. Eh kamu teh besok berangkatnya cuma sendirian, bareng temen-temen?"

Bastian mengangguk.

"Duh lamun weh Ayunya gak sakit, mungkin Bunda bisa nganterin kamu ke tempat audisi. Maaf ya Bas, Bunda cuma bisa doain dari sini aja."

"Iya gapapa Bun, makasih. Ya udah ya Bastian pulang dulu. Sayang aku pergi dulu ya, see you!"

"See you. Semangat Sayang, jangan lupa kabarin aku!"



****



     Pantulan di cermin menunjukkan tajamnya sorot mata hitam laki-laki tampan dan berhati lembut. Dia sedang menata rambutnya menggunakan Pomade. Kemudian beralih membetulkan kerah jaket yang pakainya. Setelah selesai Bastian memakai sepatu putih casual favoritnya sebelum akhirnya pergi menyeret koper dan benar-benar pergi meninggalkan rumah ini untuk waktu yang lama untuk pertama kalinya.

"Kamu berangkat sekarang?" tanya seorang pria paruh baya brewokan yang sedang menonton tv di ruang tamu.

"Iya Yah, harus pagi-pagi banget karena mau ke rumah sakit dulu. Bastian pamit, doain," jawab Bastian mencium punggung tangan ayahnya.

"Iya. Kalo ada apa-apa bilang."

Bastian bergegas pergi di antar supirnya, menuju rumah sakit. Antusiasnya selalu dihantui bayang-bayang Ayu yang harus dia tinggalkan sendirian. Dia tidak pernah membayangkan akan menjalani hubungan jarak jauh dengan kondisi Ayu yang sakit parah seperti itu. Dia tidak ingin membiarkan Ayu sendirian, tetapi dia juga tidak bisa melepaskan impiannya begitu saja. Dia harus merelakan satu hal agar bisa mencapai hal lainnya.

Kekhawatirannya kepada Ayu bukannya tidak beralasan, dia memang percaya kepada Ayu, tetapi siapa yang bisa menjamin bahwa Dikta akan diam saja. Siapapun itu pasti akan memanfaatkan situasi ini. Mencuri kesempatan dalam kesempitan. Dikta jelas-jelas memiliki kegigihan yang sangat tinggi dalam memperjuangkan apa yang dia inginkan. Sementara, waktu yang diberikan olehnya bisa sangat banyak, satu bulan, dua bulan atau bahkan lebih. Dan itu sangat cukup untuk bisa menggoyahkan hati Ayu.

KISAH KASIH MASAYU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang