Renjun mengerjapkan matanya disaat dingin menyentuh kulitnya, merasakan angin malam yang membawa aroma tanah basah. Pandangannya kabur sejenak sebelum menjadi jelas kembali. Dia melirik ke sekitarnya mengamati dinding gua yang dilapisi es dan mendapati pemuda dengan surai perak duduk di bibir gua.
Pemuda itu duduk dengan tenang, tatapannya kosong dan terarah pada jurang gelap di depannya. Rambut peraknya berkilauan samar di bawah cahaya bulan, membuatnya tampak seperti makhluk dari dunia lain. Ada sesuatu yang misterius dan memikat tentang cara pemuda itu duduk, seperti sedang menunggu sesuatu atau seseorang.
Melihatnya Renjun segera bangun, dia berjalan dengan hati hati menghindari batu batu tajam di gua itu. Setiap langkahnya terdengar pelan di tengah kesunyian malam. Ketika dia mendekati pemuda itu, hatinya berdebar tak menentu antara rasa penasaran dan sedikit kekhawatiran.
Renjun menempatkan dirinya di samping pemuda itu, duduk dengan hati-hati di atas batu yang sedikit lebih hangat daripada tanah di sekitarnya. Dia memandang pemuda itu dengan seksama, memperhatikan setiap detail wajahnya yang tenang namun penuh dengan rahasia.
"Kita sudah berbincang lama tetapi aku belum mengetahui namamu," ujar Renjun, suaranya pelan namun jelas di tengah kesunyian malam. Pemuda itu menoleh, memperhatikan Renjun dengan mata yang dalam.
Renjun tidak memakai jaketnya, karena hawa di bibir gua tidak terlalu dingin dan juga tidak terlalu panas. Dia merasakan kehangatan yang samar dari tubuh pemuda di sampingnya, memberikan sedikit kenyamanan di tengah malam yang sepi.
"Jaemin." ujar nya.
Renjun sedikit memiringkan kepalanya, lalu tersenyum manis dengan pipinya yang sedikit merona saat menyadari Jaemin masih menatap nya dengan senyum tipis menghiasi wajah tampan nya.
"Aku Renjun, Huang Renjun."
"Ahh... ternyata benar kau lah pemuda asing itu," ujar Jaemin dengan suara tenang. Renjun yang masih kebingungan hanya bisa menatapnya dengan alis terangkat. Melihat ekspresi itu, Jaemin pun melanjutkan ucapannya.
"Aku tidak pernah menemukan keluarga Huang di benua Arthesia," tambahnya dengan nada yang sedikit lebih lembut.
Renjun tertawa pelan mendengar penjelasan Jaemin. Hei, apakah Jaemin seorang pengelana benua ini? Bagaimana dia bisa langsung menyimpulkan begitu? Pikiran itu membuat Renjun merasa sedikit kagum sekaligus penasaran.
Sedangkan Jaemin yang melihat Renjun tertawa pun sedikit tertegun. Senyum Renjun sangat indah dengan kekehannya yang terdengar merdu seperti musik malam. Wajahnya yang terkena pantulan api unggun di belakangnya membuatnya semakin terlihat sangat menawan. Jaemin merasakan detak jantungnya sedikit lebih cepat, tersihir oleh keindahan yang sederhana namun begitu memikat dari Renjun.
Berhenti tertawa, Renjun pun memalingkan sedikit wajahnya saat Jaemin masih menatapnya dengan lebih dalam dibanding sebelumnya. Merasa sedikit canggung, Renjun berdeham pelan sebelum akhirnya membuka suara.
"Ekhem, emm... apa makna kata ditubuh mu itu?" tanyanya dengan nada sedikit gugup, matanya mencuri pandang pada Jaemin yang tetap memperhatikannya dengan intensitas yang sama. Renjun berharap pertanyaannya bisa mengalihkan perhatian Jaemin dari dirinya, setidaknya untuk sejenak. Namun, sepertinya percuma saja karena Jaemin terus menatapnya dengan seksama, seolah olah dirinha akan menghilang jika dia memalingkan wajahnya barang sebentar saja.
"Kau tau artinya?" bukannya menjawab, dia justru malah menanya balik membuat Renjun sedikit kesal dengan rona dipipinya yang masih terlihat.
"Tolong bunuh aku. Larilah dengan mereka."
Jaemin sempat terkejut sejenak lalu terdiam dengan raut yang kebingungan. Renjun menyadarinya, ternyata pria itu tidak menjawab karena dia tidak tau artinya. Tulisan yang ada di tubuh Jamein menggunakan aksara Hanzi kuno jadi dia sedikit tau meskipun kata selanjutnya dia tidak mengetahuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arthesia || JaemRen
Fantasy[JaemRen] ❝Bertahan hidup di dunia yang bahkan tidak pernah kau percayai.❞ start : Min, 28 april 2024.