Sindfire

186 26 2
                                    

Jisung dengan sigap membawa Chenle dan Renjun pergi, mengikuti instruksi yang diberikan oleh Jeno. Meskipun perjalanan tersebut tidak mudah. Jurang itu memiliki banyak jalan bercabang yang membingungkan, dan kemiringan curam membuat langkah mereka semakin berat. Jika Jisung sendirian, mungkin dia sudah sampai sejak tadi namun sekarang dia harus memastikan Chenle dan Renjun tetap aman. Selain itu suhu di dalam jurang terasa sangat panas, membuat perjalanan semakin sulit.

Setelah beberapa waktu, akhirnya mereka tiba di ujung jurang. Jisung menurunkan Chenle dan Renjun dengan hati hati. Renjun sedikit menyipitkan mata saat merasakan hawa yang sangat panas di sekelilingnya. Tidak ada salju di dalam jurang. Dia melihat ke dinding jurang, yang tampak seperti sedang terbakar. Udara di sekitar mereka tampak bergetar karena panas yang intens, menciptakan ilusi gelombang di udara. Renjun merasa sulit bernapas, seolah olah udara panas itu menekan dadanya. Dia menyeka keringat dari dahinya dan berusaha mencari tempat yang sedikit lebih teduh untuk berlindung dari panas yang menyengat itu. Meskipun percuma sana, karena di dalam sini tidak ada tempat berlindung dari panasnya.

Chenle terlihat lebih parah daripada nya. Wajahnya memerah, menunjukkan betapa panas dan tidak nyamannya dia. Bajunya sudah basah oleh keringat, menempel erat pada kulitnya.

Chenle berasal dari kepemimpinan kerajaan Crystalwind, sebuah wilayah dengan cuacanya yang lembut. Di sana, suhu udara selalu seimbang tidak pernah terlalu panas atau terlalu dingin, namun selalu ada angin yang menambah kenyamanan. Namun di tempat mereka berada sekarang, suhu sangat berbeda dari yang biasa dirasakan Chenle. Udara panas dan gersang membuatnya sangat tidak nyaman dan kesulitan menyesuaikan diri.

Wajah Chenle memerah dan bajunya sudah basah oleh keringat. Setiap kali keringat menetes di wajahnya, Jisung cepat cepat mengusapnya dengan saputangan. Jisung bahkan sudah melepaskan jaket tebal Chenle sejak tadi, mencoba membuat lelaki-nya lebih nyaman di tengah kondisi yang tidak bersahabat ini.

"Jisung?"

Mereka menoleh dan terlihat seorang pemuda berambut perak dengan mata perpaduan antara emas dan perak yang sangat menambah kharisma menawannya. Dia tidak memakai atasan apapun, memperlihatkan badan tegap dan gagah serta otot otot tubuhnya yang terpampang jelas. Renjun menyipitkan matanya saat melihat banyak sekali tato dengan tulisan rumit di sekujur tubuh kanannya.

Tolong bunuh aku. Larilah dengan mereka.

Hanya itu yang dapat Renjun baca karena setelahnya pemuda itu berjalan ke arah Jisung dan membicarakan sesuatu. Anehnya meskipun jarak mereka cukup dekat, Renjun tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Seperti ada penghalang tak terlihat yang memisahkan suara mereka dari telinga Renjun, membuatnya merasa seolah sedang menyaksikan adegan yang tertutup oleh tirai misteri.

Renjun mencoba fokus berharap bisa menangkap sekilas percakapan mereka, tapi tidak berhasil. Pemuda itu sesekali melirik ke arah Chenle, yang masih terengah engah dan berkeringat deras. Ada sesuatu yang mengganggu di mata pemuda itu, sebuah kekhawatiran yang mendalam atau mungkin rahasia yang belum terungkap. Renjun merasakan ada sesuatu yang besar dan penting sedang terjadi tapi dia belum bisa memahaminya sepenuhnya.

Pemuda itu berjalan diikuti oleh Jisung yang memberi kode kepada Renjun dan Chenle untuk segera mengikutinya juga. Renjun terus memperhatikan pemuda itu sampai dirinya tidak sengaja tersandung.

'Jangan memperhatikan aku, dan berjalanlah dengan benar.'

Renjun melotot horor saat mendengar suara di kepalanya. Ia menatap ke arah pemuda yang sedari tadi ia perhatikan tapi pemuda itu tampak biasa saja, bahkan terlihat acuh tak acuh dengan pandangan yang terus menuju ke depan. Renjun merinding dan cepat cepat mendekat ke arah Chenle, hanya untuk dihadiahi suara melengkingnya.

Arthesia || JaemRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang