Gate barat

156 28 3
                                    

Di ruangan penginapan, suasana hangat terasa saat mereka menikmati makan siang dengan menu pilihan Renjun. Teokbokki yang pedas dan Onigiri Chicken Spicy Mayo, disertai minuman Olate apple dan Coffee, membuat suasana semakin menyenangkan. Mereka kembali berdiskusi tentang makna kutukan Jaemin dan petunjuk yang mereka miliki. Haechan yang biasanya tidak sabar kali ini tampak lebih tenang, berusaha mendengarkan setiap pendapat yang keluar dari mulut teman temannya, tentunya sambil menikmati makanannya.

Jaemin yang selama ini selalu merasa terasing dan takut, kini merasakan adanya harapan. Meskipun perjalanannya penuh dengan ketidakpastian, ia tahu bahwa ia tidak lagi sendirian. Suasana hati Jaemin yang sedikit lebih tenang ini membawa pengaruh positif dalam diskusi mereka.

"Bukannya ramalan itu mengatakan tujuh orang? Satu lagi siapa?" ujar Jeno tiba tiba, membuat yang lain terdiam sejenak.

"Sepertinya misi kita adalah untuk menemukan yang terakhir dan memecahkan kutukan Jaemin." ujar Renjun, mencoba memecahkan keheningan.

"Mungkin ada petunjuk lain yang bisa membantu kita memahami kutukan ini dan bagaimana cara mengatasinya." kata Chenle sambil terus menelisik kata kata terakhir di tubuh Jaemin. Jisung yang duduk di sebelahnya, mendengus kesal melihat betapa seriusnya Chenle. Haechan yang melihat raut kesal dari Jisung pun langsung mendengus geli, menyadari bahwa Jisung sedikit cemburu.

"Aku mendengar dari kakekku, jika ingin mendapatkan informasi datanglah ke rumah teh Arthanaya. Di sana para bangsawan dari seluruh penjuru berkumpul." kata Jeno, mengingat kata kata kakeknya yang selalu memintanya menemani saat neneknya sedang marah.

"Jisung, nanti malam kamu pergilah ke rumah teh bersama Renjun." ujar Chenle tiba tiba, membuat Jaemin menoleh dengan wajah tidak setuju.

"Kenapa harus Renjun?" tanya Jaemin dengan raut wajah tampak tidak setuju. Chenle hanya melirik sekilas lalu melanjutkan ucapannya.

"Karena hanya Renjun yang memegang koin emas, lagi pula wajahnya terlihat menawan seperti bangsawan kekaisaran. Jika ia bertanya dengan nada lembut dan anggun, mungkin para hidung belang itu akan langsung memberi jawaban tanpa sadar." jawab Chenle, sembari menelisik wajah Renjun yang terlihat sangat menawan untuk ukuran seorang lelaki. Rumah teh memang hampir sama seperti rumah bordil, namun cara mereka bertukar informasi lebih halus karena sebagian mereka adalah para bangsawan kelas atas. Mereka yang terlihat anggun dan cantik akan menarik perhatian para bangsawan, lalu setelahnya mereka akan meminta untuk ditemani minum teh dan mengobrol. Di situ lah mereka harus menggunakan kecerdikan untuk mengorek informasi tanpa terlihat sedang bertanya.

"Lagi pula Renjun cepat tanggap menerima informasi. Jika Haechan yang pergi, mungkin kita tidak akan mendapat apapun selain bencana." lanjut Chenle sambil tertawa keras, melihat Haechan yang mengangkat tangannya seakan mengancam akan membunuhnya.

Meskipun masuk akal, Jaemin tetap kesal dengan ucapan Chenle yang seakan menyuruh Renjun menggoda pria hidung belang di rumah bordil. Jaemin malah menyarankan Jeno saja yang pergi, yang langsung dihadiahi pukulan dari Jeno dan Haechan. Yang mana membuat tawa Chenle menggelegar.

"Jeno memang menawan, tetapi jika kau yang pergi, mungkin saja bukan mendapatkan tawaran minum teh tetapi dia mungkin akan membawa yang lebih besar, seorang Jugun Ianfu." kata Chenle sambil tertawa, merujuk pada sebutan untuk wanita penghibur. Haechan yang mendengar semakin marah, wajahnya memerah.

"Yakk!! Kenapa tidak kau saja yang kesana bersama Jisung, kalian bisa langsung tidur di sana." kata Haechan dengan muka memerah. Jeno yang melihatnya hanya tersenyum gemas lalu mengacak rambut Haechan.

"Apa kau lupa aku sedang membawa kehidupan lain? Jika aku ke sana, mereka bisa mencium nya, tak akan ada yang mau mendekatiku. Apalagi jika bersama Jisung, dia mungkin akan memenggal beberapa kepala." jawab Chenle.

Arthesia || JaemRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang