kehilangan

240 31 1
                                    

Renjun berjalan di antara pepohonan yang tertutup salju, malam itu begitu dingin dan sunyi. Cahaya bulan yang redup terhalang oleh awan tebal yang hanya memberi sedikit penerangan pada jalan yang sedang ia lalui. Suara gemerisik langkahnya tenggelam dalam kebisuan hutan yang dihiasi oleh lapisan salju yang tebal. Ia mengenakan mantel tebal tapi dingin tetap menusuk hingga ke tulang.

Di tengah hutan yang sunyi itu renjun menangis dengan frustrasi. Air matanya jatuh membasahi pipinya yang kemerahan oleh dingin. Ia menjambak surainya yang panjang seakan ingin menghilangkan rasa sakit yang menghimpit hatinya.

Salju turun dengan brutal dengan butiran butirannya menghantam mereka tanpa ampun. Apakah malam ini akan menjadi saksi perpisahan renjun dengan sahabatnya? Renjun tidak tahu bagaimana nasib sahabatnya tetapi hatinya merasa hancur setiap kali memikirkannya. Air mata terus mengalir tanpa bisa ia hentikan seakan rasa sakit dan kehilangan itu tak tertahankan.

Pemuda di sampingnya, meskipun baru mengenal renjun juga merasakan empati yang mendalam. Ia melihat betapa hancurnya renjun, betapa perih yang dirasakannya. Tanpa katakata ia menemani renjun memberikan dukungan dalam diam namun penuh makna.

Di bawah langit yang kelam dan salju yang turun tanpa henti renjun terus berjalan. Ia berharap dengan setiap langkah yang diambilnya semakin dekat pula dengan sahabatnya. Namun dalam hatinya ia juga takut. Takut bahwa malam ini akan menjadi akhir dari segala harapan. Entah mengapa meskipun rasa dingin menggerogoti tubuhnya, rasa hancur di hatinya jauh lebih menyakitkan.

Renjun berusaha kuat tapi air mata dan kepedihan yang dirasakannya terlalu besar untuk ditahan. Ia berharap bahwa jisung dapat menyelamatkan sahabatnya dari kejamnya monster ganas itu, meskipun rasanya sangat mustahil.

Renjun telah menangisi haechan sepanjang jalan dengan matanya yang seudah bengkak dan hidungnya merah. Setelah perjalanan panjang yang penuh dengan air mata itu akhirnya ia tiba di tempat mereka terakhir kali diserang. Dengan hati yang berdebar, ia mencari cari tanda keberadaan Haechan. Namun, pemandangan yang ditemuinya justru membuatnya tertegun.

Di sana, di depan matanya, jaechan terlihat sedang naik di atas bahu seseorang yang tidak dikenal. Haechan mengangkat tinggi tinggi sebuah kepala monster yang telah menyerang mereka, sambil mengucapkan kata kata ambigu yang tidak jelas artinya. Raut wajah renjun yang sebelumnya sedih mendadak berubah datar.

°
°
°

"HAECHAN LEE!!! APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN?? CEPAT TURUN DAN LETAKAN KEPALA MENGERIKAN ITUUU!!" Teriak Renjun dengan marah.

Haechan yang terkejut mendengar teriakan renjun hampir terjatuh dari bahu orang yang dinaikinya.

"Hei, renjun-na! Lihatlahh, aku menang! Aku mengalahkan monster iniiiiii!!!" Serunya masih sambil memegang kepala monster itu.

Renjun hanya bisa menghela napas, mencoba menahan rasa frustasinya. Bagaimana mungkin ia telah menghabiskan begitu banyak energi dan air mata yang khawatir dengan kondisi sahabatnya yang ternyata sedang bersenang senang dengan kepala monster?

Tidak jauh dari mereka juga terlihat jisung yang memasang wajah konyol dan berbicara pada pohon.

"Humpapa Humpapa ulu ullu uluuuu..... Haiyaa haiyaaa ulu ullu uluuu...." Gumam jisung menatap pohon itu sambil mengeluarkan suara suara aneh, seolah olah pohon itu adalah sahabat lamanya.

Renjun merasa kepalanya berdenyut.

"Apa yang terjadi dengan kalian?! Kenapa aku yang harus selalu menghadapi kekonyolan ini?" gumam renjun, disampingnya terlihat chenle yang meringis mendengar gumaman renjun dan tak lama tertawa dengan suara melengking saat menyadari kondisi ini.

Namun di balik kemarahannya, renjun tidak bisa menahan senyum kecil. Melihat haechan, jisung, dan satu orang asing yang konyol itu membuat hatinya sedikit lebih ringan.

°
°
°
°








°
°
°
°

[flashback]

Di tangan kanan pemuda itu tergenggam pedang panjang yang berkilauan yang tampak nya sangat tajam dan mematikan. Dalam detik detik terakhirnya, haechan tersenyum. Meskipun rasa sakit dan kepanikan melanda, ada seberkas kebahagiaan dalam senyumnya. Di akhir hidupnya ia melihat sosok yang selalu ia bayangkan dan ceritakan kepada tenjun dengan tampilan seperti...

Red Dragon.

Bayangan sayap itu memberi kesan kekuatan dan keagungan sedangkan pemuda itu tampak begitu tenang dan kuat. Haechan merasa seolah-olah melihat mimpi yang menjadi kenyataan di saat saat terakhir hidupnya. Dengan senyum kecil yang masih tersisa di wajahnya, haechan mengembuskan napas terakhirnya dan merasa puas bahwa ia tidak hanya mati sebagai korban tetapi sebagai seseorang yang akhirnya bertemu tokoh dari kisah yang selalu ia ceritakan kepada renjun.



Tunggu dulu.



Tokoh?



Sayap?



"RED DRAGON?!!" Ia yang sedari tadi  memejamkan matanya tiba tiba berteriak melotot, membawa tubuhnya untuk kembali menegang. Di depan nya, terlihat seorang lelaki bertubuh tinggi dengan sayap membentang di belakangnya, pupil matanya yang kecil seperti ular melihat kearahnya dengan heran.

Memiringkan kelapa nya heran "Ohh, apa kau sudah menyelesaikan drama mu?" Tanyanya. Sayap yang tadinya membentang dengan gagah dan indah dibelakangnya tiba tiba menyusut hingga menghilang, pupil matanya juga sudah terlihat normal dan sekarang ia justru seperti pemeran antagonis yang menjadi second lead di sebuah novel bergenre kerajaan. Jika ia berada di dunia modern mungkin saja ia menjadi aktor terkenal dengan bayaran termahal dan ia akan menjadi pengikut nomor satunya.

"TUNGGUUU!!!"

"Jangan diisep dulu sayap mu, aku ingin memegangnyaa!" Seru haechan.

Orang itu menghiraukan seruan hachan, tangannya malah mengambil kepala Zragcross yang telah ia bunuh dengan sekali tebasan di leher, hingga membuat nya terlepas dari tubuh. Cairan yang keluar dari tubuh nya itu dimasukan kedalam botol kaca kecil yang ia keluarkan dari dalam sakunya. Menatap haechan yang masih dengan mata melototnya dengan mulut yang terbuka lebar, ia tersenyum kecil dan perlahan mendekatinya.

Tetapi saat ia sudah dekat tiba tiba saja pedang panjang lewat dengan cepat di depannya, jika ia adalah manusia biasa mungkin pedang itu sudah berada di kepalanya. Tapi untungnya ia bukan manusia biasa dan bisa dengan mudah menghindari nya. Di depannya sudah berdiri seorang pemuda dengan tubuh yang ramping dan tinggi yang menatapnya dengan mata yang penuh rasa waspada, entah sejak kapan ia disitu. Sepertinya ia assasin
atau seorang yang berasal dari ...

"Jangan mendekat dan pergilah!"

Katanya dengan nada yang tegas dan berani seolah perkataannya tidak ingin dibantah. Pemuda satunya justru malah menyungingkan senyum miring nya, hoo sepertinya ia menemukan hal menarik setelah keluar dari pengasingan. Berbeda dengan haechan yang mendengarnya langsung melebarkan mata nya yang sejak awal sudah lebar.

"Apa apaan kau inii!! baru dateng udah disuruh pergi, ngajak berantem kau hahh?!" Kata haechan yang asal bunyi. Enak aja orang itu berani beraninya mengusir pahlawan kesiangannya, mau ditaruh dimana muka tampan nya ini?

Jisung menampilkan muka bingungnya, baru saja ia ingin berbicara tetapi terpotong dnegan pemuda di depannya.

"Kita harus melalukan upacara pengeluaran sihir jahat ini dari tubuh Zragcross dulu, jika tidak sihir jahat yang menguasai nya akan berpindah tubuh ke Zragcross yang lain." Ujar pemuda itu.

[flashback off]

























Bersambung....

Arthesia || JaemRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang