Dunia ku

122 23 8
                                    

"Kau dan Haechan memiliki kuncinya."

Renjun terdiam mendengar penuturan dari Mark. Pikirannya segera melayang ke sebuah aplikasi di ponselnya. Dengan sigap, ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan membuka aplikasi tersebut. Ia menekan ikon kunci yang berada di aplikasi dan tiba-tiba sebuah kunci muncul di tangannya, dihiasi dengan ruby merah yang berkilauan. Meskipun kunci itu terlihat cantik, Renjun tahu bahwa ini bukan saat yang tepat untuk mengaguminya.

Ia segera berjalan menuju Haechan dan mengambil ponselnya dari saku jaket tebalnya, yang anehnya masih terlihat utuh meskipun sudah terpental kesana kemari. Melakukan hal yang sama seperti pada ponselnya sendiri, ia membuat kunci yang sama muncul. Tanpa menunggu lama, ia menyerahkan kedua kunci tersebut kepada Mark.

Mark memandang kedua kunci itu dengan penuh tekad sebelum meletakkannya di bawah pohon besar yang kokoh. Pohon itu menjulang tinggi, seolah menjadi penjaga rahasia yang tersembunyi. Ia merasakan ketegangan di udara, mengetahui apa yang harus dilakukan tidak akan mudah. Dengan tangan kirinya, ia menyentuh batang pohon itu, sementara tangan kanannya direntangkan ke samping, bersiap untuk melakukan dosa besar karena telah menganggu tatanan waktu dua dunia.

Bisikan aneh mulai keluar dari mulutnya, terdengar begitu cepat dan terburu buru, seolah olah itu adalah mantra kuno yang penuh kekuatan. Keringat mengalir deras dari dahinya, tetapi Mark tetap fokus. Ia tahu bahwa kesalahan sekecil apa pun bisa berakibat fatal.

Tiba-tiba, cahaya hijau laut muncul dari tangan kirinya yang memegang batang pohon. Angin kencang berhembus dari pohon tersebut, menciptakan pusaran besar yang mengelilingi pohon dan tubuhnya. Angin tersebut begitu kuat sehingga Renjun dan yang lain tidak bisa melihat apa yang sedang dilakukan Mark.

Renjun mengerjapkan matanya saat butiran tanah kecil terhempas ke wajahnya. Di dekatnya, Jeno memeluk Beomgyu dengan Haechan yang berada di belakangnya, mencoba melindungi keduanya dari kekacauan yang sedang terjadi.

Haechan merasakan dejavu. Kejadian ini mengingatkannya pada sesuatu yang pernah ia baca di buku favoritnya. Ia berusaha mengingat detail detailnya, berharap menemukan petunjuk.

Di dalam pusaran angin, Mark masih terus melafalkan mantra yang sudah Ia pelajari bertahun tahun. Rasa sakit yang mengerikan mulai menjalar dari tangan kanannya yang direntangkan. Ukiran hijau gelap muncul di kulitnya, menjalar dari kaki hingga ke wajahnya. Saat ia membuka mata, mata kuning terangnya bersinar dengan intensitas yang menakutkan.

"Dewi Artesywa, kabulkanlah permintaan dari anak yang telah melanggar aturan dunia. Apapun konsekuensinya, anakmu ini akan menerimanya." ucapnya dengan tegas, menatap pohon dengan tatapan penuh harap.

Cahaya hijau dari tangan kirinya mulai meresap ke dalam tubuhnya. Mark menggertakkan giginya, menahan rasa sakit yang amat sangat saat cahaya itu merasuki dirinya. Cahaya itu kemudian mengalir ke dalam pohon melalui tubuhnya, membuat tubuhnya terpental keluar dengan tangan kirinya yang hancur.

Renjun segera berlari menghampirinya dengan panik. Chenle dengan sigap mengeluarkan kekuatan healing-nya untuk menghentikan aliran darah dari lengan Mark yang terputus. Mereka berdua bekerja dengan cepat, mengetahui waktu mereka terbatas.

Mark menatap ke arah pusaran angin yang masih berputar dan muncul cahaya biru terang menyala, menyilaukan mata mereka. Semua nya memejamkan mata, merasakan perih yang menyengat.

"Wow, sejak kapan ada pintu di situ?" seru Jaemin tiba-tiba. Mereka semua membuka mata dan melihat pohon itu telah berubah menjadi sebuah pintu tua, sama seperti yang Renjun dan Haechan lihat di gang kecil depan supermarket.

Renjun segera bergegas ke pintu tersebut. "Itu bukan lemari es, kan?" Ia menoleh ke arah Haechan, dan mereka berdua tertawa kecil mengingat momen pertama kali mereka masuk ke dunia ini. Yang lain menatap mereka dengan bingung, tidak sepenuhnya mengerti apa yang sedang terjadi.

Arthesia || JaemRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang