8. Yatim-piatu

14 5 3
                                    

Suasana pemakaman kini tampak sepi, hanya menyisakan satu gadis dgn pakaian serba hitam nya.

Dirinya menangis sedari tadi, mengingat semua sikap sang ibu kepada nya selama hidup tdk membuat nya sakit hati. Melainkan saat ibu nya meminta maaf di saat-saat terakhirnya membuat nya seakan-akan menjadi manusia paling bodoh di dunia.

"Ma', mama kenapa ikut ninggalin Zea? Papa udah pergi, sekarang mama, Zea belum ngerasain kasih sayang mama.. Hiks.." lirih Zea dgn sesegukan, air matanya masih mengalir deras.

"Zea udah gak punya siapa-siapa lagi ma! Zea sekarang yatim-piatu!!" Zea yg awalnya jongkok, langsung mendudukkan diri di atas tanah, ia tdk peduli dgn pakaian nya lagi!.

"Ma! Kenapa mama gak ajak Zea!! Zea sendiri ma!" ucapnya dgn air mata yg makin mengalir deras.

Tangannya terangkat memegang gundukan tanah di depannya, dengan perasaannya yg teramat kacau diri nya langsung memeluk gundukan tanah makam, mama nya.

Rintik hujan kini bergantian turun ke bumi, namun gadis itu tak ada niatan ingin meninggalkan makam ibunya. Entah kenapa rasa sakit yg ia alami sangat sulit untuk dia ucapkan melalui kata-kata.

"Ma! Zea pamit ya! Nanti setiap hari sabtu Zea datang kok, sama kayak Zea yg selalu datang buat ngejenguk papa! Zea pamit! Assalamu'alaikum!!" namun baru beberapa langkah dirinya langsung tumbang penglihatannya menggelap, Zea dia tidak sadarkan diri.

***
"Eugh...!" suara leguhan gadis yg tengah terbaring dgn selang infus di tangan nya, terdengar.

Dengan perlahan gadis itu membuka matanya, aroma obat-obatan memenuhi indra penciuman nya.

"Sstt.. Aku di-mana?" ucapnya memegangi kepalanya yg berdenyut sakit.

Ceklek....

Suara pintu terbuka mengalihkan pandangan gadis tersebut. Terlihat seorang dokter dan satu suster masuk ke dalam ruangan itu.

"Zea, sudah sadar? Bagaimana apa ada yg sakit?" tanya dokter perempuan itu, terlihat masih muda.

"Engga kok dok, cuman pusing dikit, Oh ya kok aku bisa tiba-tiba di rumah sakit, seingat Zea, Zea ada di makam mama!?" tanya gadis itu yg tak lain Zea sendiri.

"Tadi ada yg orang baik yg bawa Zea kesini dalam kondisi tidak sadar kan diri!" ucap dokter Dian, sambil memeriksa apakah Zea sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.

"Orang baik? Siapa dok?" Zea kembali bertanya.

"Saya juga tidak tahu, dia tdk memberi tahu identitas nya, dia hanya membawa Zea dan membayar biasa pengobatan Zea!" jawab dokter Dian tersenyum ke arah Zea.

Zea hanya diam, ia sibuk memikirkan siapa orang baik itu?

"Zea, nanti kamu sudah bisa pulang, tapi tunggu cairannya habis dulu ya, baru boleh pulang!" ucap dokter Dian menatap lembut Zea.

"Iya makasih dok!"

"Kalau begitu saya keluar dulu, masih ada pasien yg harus saya tangani!" pamitnya, dan pergi meninggalkan Zea sendiri dgn berbagai pikiran di benaknya.

***
"Kenapa lo manggil gua?" tanya Lizi, mendekat ke Liza yg tengah duduk di sofa yg berada dikamarnya Liza sendiri.

"Gua butuh bantuan!" ucap Liza melirik Lizi yg baru duduk di samping nya.

"Bantuan?!" ujar Lizi menaikkan sebelah alisnya.

"Hm.. Gua butuh bantuan lo buat nyakitin si Zea!!" ucap Liza menggepalkan tangan nya.

"Ngapain lo mau nyakitin dia? Dia buat salah? Eh jgn sampai lo mau ngulangin perlakuan kita kemarin?! Lo lupa waktu itu kan si Dina cuman gabut!" tanya Lizi, walaupun mata nya fokus ke layar handphone nya yg menayangkan dracin disana.

𝐓 & 𝐙 {ᴛɪᴀɴ&ᴢᴇᴀ} [𝚃𝚊𝚑𝚊𝚙 𝚁𝚎𝚟𝚒𝚜𝚒]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang