Nana berusaha menenangkan diri, merasakan jantungnya yang berdebar kencang.
"Hmzzz, bukan, bukan. Aku... aku kagum aja sama kamu, karena kamu... hmzzz, wajah kamu mirip ayah aku," jelas Nana sambil menyentuh wajah Bisma dengan lembut menggunakan telunjuknya.
Sentuhan itu membuat Bisma tersenyum tipis, tetapi senyum itu tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Harapannya pupus mendengar bahwa perasaan Nana terhadapnya lebih didasari pada kemiripan wajahnya dengan ayah Nana daripada perasaan romantis.
"Begitu ya," ucap Bisma singkat, berusaha tetap tenang meski ada sedikit ketidaknyamanan yang menghampiri.
Nana tampak ragu sejenak sebelum melanjutkan, "Lebih tepatnya... almarhum ayah," ujarnya dengan suara yang lebih lirih dan nada yang murung. Wajahnya berubah menjadi sendu, mengingat kembali kenangan tentang ayahnya yang sudah tiada.
Mendengar itu, Bisma sedikit terkejut dan merasa bersalah. Dia menatap Nana dengan penuh pengertian, merasa telah menyinggung sesuatu yang sensitif.
"Maaf, aku enggak tahu...," bisiknya, mencoba menenangkan perasaan Nana.
Namun, Nana segera menggelengkan kepala, mencoba menghapus rasa bersalah Bisma.
"Enggak apa-apa, kamu enggak salah apa-apa kok," katanya dengan senyuman lemah.
"Aku justru seneng bisa mengingat ayah lewat kamu," tambahnya, berusaha meyakinkan Bisma bahwa kehadirannya bukanlah sesuatu yang membawa kesedihan, melainkan sebuah penghiburan bagi hati yang pernah terluka.
Bisma menghela napas lega, meskipun ada perasaan campur aduk dalam dirinya. Dia merasa senang karena Nana masih mempercayainya dan terbuka, tetapi di sisi lain, ia tak bisa menahan rasa kecewa karena perasaan Nana bukanlah seperti yang ia harapkan.
Mereka duduk dalam keheningan beberapa saat, angin sepoi-sepoi bertiup lembut, membawa kedamaian di tengah kesedihan yang singkat itu. Nana merasa lebih tenang setelah berbicara dengan Bisma, sementara Bisma sendiri merasa semakin terikat dengan Nana, meski dengan cara yang berbeda dari yang dia bayangkan.
"Aku mau cerita, dengerin ya," pinta Bisma, tatapannya penuh harap.
Nana menoleh ke arah Bisma dan tersenyum.
"Tentu, aku dengerin," jawabnya, memberi isyarat bahwa dia siap mendengar apa yang ingin Bisma sampaikan.Bisma pun mulai menceritakan kehidupannya, berbagi hal-hal kecil yang membuatnya bahagia. Dia berbicara tentang hobinya, hal-hal yang dia sukai, dan kebiasaan sehari-harinya. Nana mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa senang bisa mendengar lebih banyak tentang sisi pribadi Bisma yang belum pernah dia ketahui sebelumnya.
Setelah beberapa saat, Nana juga ikut berbagi. Dia bercerita tentang hal-hal yang dia sukai, termasuk hobinya membaca buku dan menonton film, meski preferensinya berbeda dari Bisma. Namun, saat Bisma berbicara tentang film favoritnya, Nana merasa tertarik.
"Kamu nonton film Romeo dan Rinjani deh, itu seru banget tau," saran Bisma dengan penuh semangat, matanya berbinar-binar.
Nana berpikir sejenak. Dia tahu bahwa Romeo dan Rinjani adalah film bergenre romantis, genre yang sebenarnya tidak terlalu dia sukai. Namun, melihat antusiasme Bisma, dia merasa tidak enak untuk menolak. Lagi pula, ini adalah film yang disarankan oleh Bisma, dan dia ingin mencoba untuk memahami apa yang membuat Bisma begitu menyukai film ini.
Dengan senyum lembut, Nana mengangguk.
"Iya, nanti aku coba nonton," jawabnya, meskipun dalam hatinya ada sedikit keraguan. Dia merasa, mungkin dengan menonton film itu, dia akan memiliki lebih banyak topik untuk dibicarakan dengan Bisma.Bisma tampak sangat senang mendengar tanggapan Nana.
"Itu film favorit aku, aku enggak pernah bosan nonton Romeo dan Rinjani berkali-kali," jelas Bisma lagi-lagi penuh semangat.Nana tersenyum melihat semangat Bisma yang begitu besar terhadap film itu. Ada sesuatu yang menghangatkan hatinya ketika melihat seseorang begitu bersemangat tentang sesuatu yang mereka sukai.
"Kalau gitu, aku bakal nonton deh," ujar Nana dengan senyum tulus.
Bisma tersenyum lebar, jelas sekali bahwa dia sangat senang Nana bersedia menonton film itu.
"Kalau kamu udah nonton, kita bisa ngobrolin banyak hal soal film itu. Siapa tahu, kamu jadi suka juga," ujar Bisma, matanya penuh harapan.
Nana hanya tersenyum lagi, merasa bahwa mungkin ini awal dari sesuatu yang lebih besar antara mereka. Meskipun mereka memiliki minat yang berbeda, tetapi usaha untuk memahami satu sama lain adalah hal yang membuat mereka semakin dekat. Dan di bawah pohon itu, mereka berdua merasa lebih terhubung, seperti dua hati yang perlahan-lahan mulai memahami satu sama lain melalui hal-hal kecil yang mereka bagi bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
OMBAK BERSORAK
RomanceKebahagian sudah di reggut paksa, seperti ombak yang menghantam dataran menjadi hancur lebur tak tersisa. Dengan sisa-sisa kepingan kehancuran, seorang gadis menutup dalam jiwa yang tak bisa di utarakan, membuatnya tak sadar bahwa kehidupan yang se...