Pandangan Sendiri

40 20 0
                                    

Diki:
Kayanya enggak punya sih
Tapi hati-hati aja

Hatinya masih dipenuhi rasa penasaran, tapi kini ada sedikit kelegaan karena mengetahui bahwa Bisma memang tidak sedang terikat dengan siapa pun.

Sekarang, yang perlu Nana lakukan adalah menunggu momen yang tepat untuk mengenal Bisma lebih jauh, tanpa terburu-buru.

"Kalau emang ada jalannya, nanti pasti ada kesempatan," pikir Nana sambil tersenyum.

Dan dengan itu, Nana memutuskan untuk menyimpan perasaan hangat itu dalam hatinya, menunggu waktu yang tepat untuk membukanya kembali, kepada sosok yang mirip dengan ayahnya.

Nana duduk termenung di depan layar ponselnya setelah menerima balasan dari Diki. Hatinya berdebar lebih cepat dari biasanya. Jawaban singkat itu seolah-olah membuka sedikit ruang bagi harapan di dalam hatinya.

"Jadi, Bisma beneran enggak punya pacar?" pikirnya. Rasa penasaran yang sebelumnya hanya sekadar kekaguman mulai tumbuh menjadi sesuatu yang lebih, meskipun ia sendiri belum bisa memastikan apa yang sebenarnya ia rasakan.

Nana berusaha mengingat kembali momen-momen singkat yang pernah ia alami bersama Bisma tadi pagi. Tidak banyak, tetapi cukup untuk membuat hatinya berdebar. Seperti ketika Bisma mengusap-usap kepalanya tadi di sekolah. Sentuhan kecil yang tak disangka-sangka itu membuat pipinya memerah setiap kali mengingatnya.

"Kalau dia punya pacar, mana mungkin dia ngelakuin itu, kan?" Nana mencoba meyakinkan dirinya sendiri, berusaha mencari-cari alasan untuk merasa lebih dekat dengan Bisma.

Pikirannya kembali mengembara, kali ini berputar-putar di sekitar pertanyaan tentang siapa sebenarnya Bisma. Meskipun mereka berada di sekolah yang sama, Nana merasa bahwa Bisma adalah teka-teki yang sulit dipecahkan. Ia ingin mengenalnya lebih jauh, tetapi ada perasaan ragu yang mengganjal. Apakah benar Bisma sebaik yang terlihat? Apakah ia tidak menyembunyikan sesuatu di balik senyumnya yang hangat itu?

Meskipun Diki terkesan tidak suka dengan Bisma, Nana merasa perlu untuk mencari tahu sendiri. Baginya, pendapat orang lain tidak selalu bisa dijadikan acuan. Hanya dengan berinteraksi langsung dan merasakan sendiri, ia bisa menilai siapa Bisma sebenarnya. Nana tidak ingin terburu-buru mengambil kesimpulan hanya karena omongan orang lain. Ia percaya bahwa setiap orang punya sisi baik dan buruk, dan tugasnya adalah menemukan yang mana yang lebih dominan pada diri Bisma.

Tanpa sadar, Nana mendapati dirinya sering kali memeriksa ponsel, berharap ada notifikasi baru, atau sekadar melihat apakah Bisma mengunggah sesuatu di media sosialnya. Ia tahu, mungkin ini adalah fase awal dari perasaan suka yang tak terelakkan. Tapi Nana juga tahu bahwa ia harus berhati-hati.

"Aku enggak mau kecewa," bisiknya pada diri sendiri.

"Inget, Na. Kagum karena dia mirip ayah aja." Nana menepak jidatnya, keras-keras dia menyadarkan dirinya sendiri dari lamunan yang membuatnya tersenyum sendiri.

"Kalau emang bener-bener suka, nanti pasti ada jalannya," pikir Nana, mencoba menenangkan diri.

Sambil tersenyum kecil, ia menutup aplikasi WhatsApp dan meletakkan ponselnya. Hari ini, ia memilih untuk menikmati perasaan ini tanpa terlalu banyak berpikir. Besok, siapa tahu apa yang akan terjadi.

˖°𓇼🌊⋆

Wina yang sedari tadi memperhatikan putrinya dari ambang pintu hanya bisa menggeleng-geleng kepala, melihat Nana yang malah berbaring di atas kasur dengan masih mengenakan seragam sekolahnya. Dengan pandangan yang penuh pengertian, Wina menunggu sampai Nana menyadari kehadirannya.

Nana akhirnya menangkap tatapan Wina yang berdiri di ambang pintu. Ia sudah tahu betul apa yang akan Wina suruh.

"Iya, ini aku mau mandi, Bunda," ucap Nana cepat, sambil segera mengambil handuk dan melangkah menuju kamar mandi.

Setelah mandi, Nana merasa segar dan wangi. Dia membawa ponselnya kembali ke meja rias. Sambil menyisir rambutnya yang masih basah, tangannya sibuk membuka layar ponsel. Melihat notifikasi yang muncul di layar membuat pipi Nana mengembang senyum. Matanya sedikit menyipit saat membaca notifikasi bahwa Bisma sudah mem-follow back akunnya di Instagram.

Tanpa berpikir panjang, Nana segera mengetik pesan.

Aurellianajela:
Hai

Di sisi lain, Bisma yang sedang asyik bermain game Mobile Legends, sedikit terganggu oleh notifikasi dari akun yang belum dikenalnya. Usai menyelesaikan gamenya, Bisma membuka pesan tersebut dan mencoba mengingat siapa pengirimnya.

"Ha? Siapa ini?" Bisma tidak mengenal nama lengkap dari Nana. Untuk memastikan, dia membuka profil Instagram Nana dan melihat sekilas berandanya.

"Dia suka ya sama gue?" ucap Bisma dengan nada sedikit kegeeran, tanpa menyadari betapa polosnya Nana.

Tak lama kemudian, Nana mendapatkan balasan singkat dari Bisma, dan lagi-lagi pipinya mengembang senang. Rasanya seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya.

Namun, kegembiraannya sejenak terputus oleh suara Wina dari lantai bawah.

"NANA, MAKAN MALAM DULU!" suara teriakan Wina terdengar jelas, memanggil putrinya.

Dengan cepat, Nana segera menyimpan ponselnya dan beranjak ke bawah untuk menemui Wina, yang sudah menyiapkan makan malam untuknya. Meski begitu, senyum kecil tak pernah lepas dari wajahnya, menyimpan kebahagiaan kecil yang baru saja ia rasakan tanpa di sadari.

Merah di pipi Nana masih membekas, ia masih tersipu malu mengingat kejadian di sekolah dan balasan singkat dari Bisma. Dengan senyum yang tak juga memudar, Nana menghampiri Wina di dapur.

"Wah, ada apa nih putri Bunda senyum-senyum?" tanya Wina dengan nada menggoda.

Wina merasa heran melihat wajah ceria Nana malam ini. Setiap hari, Wina hanya melihat putrinya dengan ekspresi datar, bahkan terkadang terlihat murung. Namun, kali ini, Nana tampak berbeda. Ada kilau kebahagiaan yang jarang Wina saksikan sebelumnya.

"Bunda," sahut Nana pelan, masih dengan senyum yang melekat.

Wina, yang sedang menyiapkan makan malam, melemparkan senyum manis sambil menaruh piring berisi nasi dan lauk pauk di hadapan Nana.

"Di sekolah, ada anak yang wajahnya mirip sama Ayah," kata Nana sambil tersipu malu.

Deg! Wina tiba-tiba merasa jantungnya berdebar. Wajahnya seketika berubah pucat.

"Kenapa Bunda kaget gitu?" tanya Nana, tanpa basa-basi.

Wina, yang merasa tiba-tiba cemas, meminum segelas air putih untuk menenangkan diri.

"Siapa namanya?" tanyanya, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang.

"Bisma," jawab Nana, "Dia ganteng, pokoknya mirip Ayah."

Deg! Kembali jantung Wina berdetak kencang. Ekspresinya tak bisa disembunyikan, dan Nana mulai merasa ada sesuatu yang aneh.

"Nana suka sama dia?" pikir Wina dalam hati.

"Entahlah," jawab Nana dengan malu-malu, menganggukkan kepala sambil tersipu.

Wina mencoba mencerna informasi ini. Sejenak, pikirannya melayang ke masa lalu, mengingat wajah suaminya yang telah tiada. Namun, ia segera menarik napas panjang, berusaha tetap tenang dan bijaksana.

"Nana, kamu tahu kan, tidak semua orang yang mirip secara fisik itu sama sifat dan karakternya?" tanya Wina pelan, ingin memastikan bahwa putrinya tidak hanya terpesona oleh kemiripan fisik.

Nana mengangguk, "Iya, Bunda. Tapi dia baik, kok. Setidaknya dari apa yang aku lihat."

Wina tersenyum tipis, lalu berkata, "Yang penting, Nana tetap berhati-hati, ya? Jangan mudah terbawa perasaan hanya karena kemiripan. Kenali dia lebih dalam dulu, oke?"

Nana mengangguk, merasa lega bisa berbicara dengan Bundanya tentang perasaannya, meski belum sepenuhnya paham mengapa Wina terlihat begitu khawatir. Sementara itu, Wina dalam hati bertekad untuk lebih memperhatikan perkembangan hubungan Nana dengan Bisma, tanpa membuat putrinya merasa diawasi.

OMBAK BERSORAK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang