Film Romeo & Rinjani

26 14 1
                                    

Nana duduk di kursi belajarnya, menatap layar laptop pink yang berkilauan. Stiker-stiker yang menghiasi permukaan laptop itu mencerminkan kepribadiannya yang ceria dan kreatif. Namun, saat ini, alih-alih membuka materi pelajaran, ia memutuskan untuk menonton Romeo dan Rinjani, film yang direkomendasikan oleh Bisma.

Sejak awal film, Nana mencoba memahami alur cerita dan emosi yang dihadirkan oleh karakter-karakternya. Namun, semakin dalam ia menonton, semakin sulit baginya untuk terhubung dengan cerita cinta yang mendalam dan emosional itu. Adegan demi adegan romantis berlalu di layar, tapi perasaannya tetap datar. Nana tak bisa mengerti bagaimana Bisma bisa menyukai film genre romantis, sampai ia menontonnya berulang kali.

"Genre ini enggak cocok sama gue," Nana mendesah sambil menggelengkan kepala. Ia menekan tombol pause, mengambil napas panjang, dan mengirim pesan singkat kepada Bisma.

Nana:
Aku enggak suka genre romantis.
Aku payah dalam urusan cinta

Di tempat lain, Bisma sedang duduk di ruang keluarga dengan Gita, adiknya yang duduk di kelas 1 SMP, yang kini berada di sampingnya. Ponsel Bisma bergetar, menandakan ada pesan masuk. Ia meraih ponselnya dan membaca pesan dari Nana. Keningnya mengernyit saat membaca, tetapi tak lama kemudian senyum kecut muncul di wajahnya. Nana memang jujur, pikirnya, tapi ia berharap Nana bisa lebih menyukai film yang ia rekomendasikan, apalagi film genre romantis.

"Kenapa nih orang?" gumam Gita dalam hatinya.

Gita, yang sedang duduk di sebelah Bisma, menatap kakaknya dengan mata yang sipit seperti bulan sabit. Kulitnya bersih, giginya rapi dengan sepasang gigi kelinci yang menggemaskan, hidung mancung, dan rambutnya yang lurus jatuh lembut di bahunya. Gita adalah sosok yang sempurna sebagai seorang gadis remaja. Wajah cantiknya sering kali menjadi pusat perhatian teman-teman Bisma ketika mereka bermain di rumah, sering kali membuat Bisma merasa canggung. Namun, saat ini, pikirannya sedang sibuk dengan pesan dari Nana.

"Kenapa Kak Bisma senyum-senyum sendiri?" tanya Gita sambil menatap kakaknya dengan penasaran.

"Enggak ada apa-apa, cuma pesan dari teman aja," jawab Bisma dengan nada yang tak terlalu meyakinkan. Tapi di dalam hatinya, ia merasa sedikit frustrasi. Nana dan dia jelas memiliki selera yang berbeda, terutama dalam hal film. Tapi di balik itu semua, Bisma tahu bahwa mereka masih bisa menemukan cara untuk saling memahami, meskipun lewat genre yang berbeda. Gita, yang masih duduk di kelas 1 SMP, tidak menyadari kompleksitas perasaan kakaknya, tapi ia selalu ada untuk mendukungnya, meskipun hanya dengan kehadiran yang tenang di sisinya.

"Ah, sudahlah, enggak usah dipikirin," Bisma berkata pelan kepada dirinya sendiri, lalu memutuskan untuk fokus pada hal lain. Tapi dalam benaknya, ia masih ingin Nana merasakan sedikit dari apa yang ia rasakan terhadap film itu, walau mungkin tidak sekarang.

Gita yang sedari tadi asyik menikmati film sambil mengunyah ciki-cikian, merasa kesal dengan kakaknya, Bisma, yang terus-menerus bergerak dan tersenyum sendiri sambil memeriksa ponselnya. Keberadaan Bisma yang tidak bisa diam itu sangat mengganggu kedamaian Gita.

"Ganggu banget, ah! Sana ke kamar aja, deh," ucap Gita dengan nada kesal, berharap bisa kembali menikmati film tanpa gangguan.

Namun, Bisma tidak segera beranjak. Ia masih penasaran dengan pendapat adiknya.

"Bentar, menurut kamu film Romeo dan Rinjani gimana?" tanyanya sambil memandang Gita.

"Seru banget kok," jawab Gita singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. Jawaban yang sederhana itu cukup membuat Bisma tersenyum kecil, meskipun ia tahu bahwa Gita tidak terlalu mendalami film seperti yang ia harapkan dari Nana.

"Udah, ah! Sana! Ganggu aja!" Gita mengusir Bisma sekali lagi, kali ini dengan nada lebih tegas.

Bisma akhirnya mengalah. Ia bangkit dari kursinya dan melangkah keluar dari ruangan, menuju kamarnya sendiri. Di sepanjang perjalanan, pikirannya masih tertuju pada pesan Nana. Sesampainya di kamar, ia mengambil napas dalam-dalam dan membalas pesan Nana dengan hati-hati, mencoba menemukan kata-kata yang tepat agar tidak membuat Nana merasa tidak enak.

Bisma (Ayah):
Aku tahu kamu enggak suka genre romantis, tapi terima kasih sudah coba nonton. Mungkin lain kali kita bisa nonton film yang kamu suka bareng-bareng

Tulis Bisma, sambil berharap pesan itu bisa membuat Nana merasa lebih nyaman.

Nana Anak Ips:
Iya

Bisma (Ayah):
Yaudah nonton anime aja
Anime memang paling seru kan, wkwkwk

Bisma menunggu balasan dari Nana, tetapi pesan yang ia kirimkan tidak kunjung dibalas. Ia mencoba untuk tidak terlalu memikirkan hal itu, dan akhirnya memutuskan untuk membuat story di WhatsApp. Ia memilih foto yang diambilnya saat berada di puncak gunung, sebuah pemandangan luar biasa dengan lautan awan yang menyelimuti seluruh lembah di bawahnya. Cahaya matahari yang terbit memperindah panorama itu, membuat siapapun yang melihatnya terpesona.

Sementara itu, Nana yang sedang berusaha fokus pada hal lain, tiba-tiba melihat notifikasi bahwa Bisma baru saja mengunggah story baru. Rasa penasaran membuatnya membuka story tersebut, dan seketika pandangannya tertuju pada pemandangan indah yang ditampilkan di layar. Lautan awan yang putih dan luas, serta langit yang berwarna jingga keemasan, begitu memukau di mata Nana.

"Wow, indah banget," gumam Nana, terkesima oleh keindahan alam yang terpampang di depan matanya. Tanpa berpikir panjang, ia dengan polos mengomentari story Bisma, menulis.

Nana Anak Ips:
Gunung yang indah!

OMBAK BERSORAK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang