Lembar ketujuh

481 99 14
                                    

Sudah satu bulan aku menjadi isteri dari mas Agam, hari ini budhe berniat membuat selamatan, tradisi orang jawa dalam memperingati sebulan pernikahan.

Sejak kemarin aku sudah sibuk di ajak budhe belanja kepasar, dan hari ini di dapur sejak pagi sudah ada beberapa orang juru masak yang menyiapkan makanan, dan aku siangnya bertugas untuk mengambil kue dan belanja buah sesuai arahan budhe.

Sejak pagi aku belum beristirahat sama sekali, karena budhe dan asisten rumah tangga yang ikut repot di dapur, membuat Kirana seharian akulah yang menjaganya.

Saat aku berangkat mengambil kue dan membeli buah apa yang budhe minta, Kirana sedang tertidur di kamar milik budhe, seperti biasanya dia tidur siang.

Dan saat aku kembali kerumah entah apa yang terjadi, tiba-tiba mbak Ratna terlihat marah denganku, meskipun tidak langsung mengutarakan, tetapi dari nada bicaranya yang biasa lembut kali ini terdengar sangat menyakitkan.

"Dek Uci bisa dewasa enggak sih? Ya gini masih jiwa anak-anak mana ngerti tanggung jawab?"

Aku yang benar-benar tak mengerti apa yang dimaksud oleh mbak Ratna, hanya bisa melongo saat dia dengan sewot berkata demikian dan melengos pergi dari hadapanku.

"Budhe, ini kue dan buahnya"

Tangan kanan dan kiri menenteng kantong-kantong plastik juga paper bag yang di dalamnya berisi kue-kue untuk suguhan.

"Nah ini mbak Ucinya"

Asisten rumah tangga budhe Arni yang juga biasa semua orang memanggilnya budhe, berseru saat aku mengeluarkan kotak-kotak kue dari dalam paper bag.

"Iya kenapa ya budhe?"

"Tadi waktu mbak Uci keluar buat beli kue, Kinara mbak Uci tinggalin dimana?"

"Dikamar eyangnya budhe, kenapa ya?"

"Anaknya tadi tiba-tiba keluar rumah udah sampai depan pagar rumah, untungnya umma nya pas pulang kerja"

"Hah, serius?"

Budhe Arni entah ada dimana tetapi asisten rumah tangga beliau sepertinya memberikan jawaban kenapa mbak Ratna tadi tiba-tiba marah kepadaku.

"Tapi tadi anaknya tidur loh budhe, udah Uci tutup juga pintu kamarnya, cuma pintu samping saja yang kebuka karena Uci pikir banyak motor parkir kan di samping rumah"

"Terus budhe Arni dimana ya budhe?"

"Di dalem kamar, tadi mbak Ratna kayak marah-marah gitu"

Bergegas aku masuk kedalam rumah, menuju kamar tidur budhe Arni, merasa bersalah rasanya dengan semua orang rumah ini, meskipun aku sebenarnya merasa benar akan yang sudah aku lakukan.

Tik,tok,tok

"Budhe"

Kuketuk pintu kamar beliau dengan memanggil budhe Arni yang memang ada didalam kamar.

Ceklek

Pintu kamar terbuka terlihat budhe Arni sedang membereskan tempat tidur, tetapi dengan raut wajah yang sedang banyak berpikir.

"Budhe maafin Uci ya"

"Maaf apa to Uci?"

"Maaf karena Uci, hampir aja Kirana keluar dari rumah"

Tiba-tiba mbak Ratna dengan menggendong Kirana menggunakan selendang datang dan menyahut apa yang kukatakan, sungguh mengerikan marahnya orang pendiam.

"Bukan hampir dik Uci, tetapi udah keluar rumah bahkan sudah sampai gerbang depan, kalau sampai ke jalan raya dan kenapa-kenapa, memangnya kamu mau tanggung jawab"

SUCITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang