Lembar kesebelas

467 92 6
                                    

Mahasiwa baru, ya kini aku sudah resmi menjadi mahasiswa setelah menjalankan orentasi beberapa hari. Dan hari ini adalah hari sudah dimulainya belajar mengajar.

Kemarin saat orientasi saat berangkat dan pulang diantar jemput oleh mas Agam karena memang dilarang membawa kendaraan pribadi bagi mahasiswa baru.

Sedangkan kini sudah di perbolehkan membawa kendaraan pribadi, untuk sementara motor matic milik mas Agam yang biasa kugunakan untuk mengantar budhe ke pasar, kupakai sebagai alat transportasiku.

Memang di awal ayah hendak mengirimkan motor milikku, tetapi dilarang oleh pakdhe yang mengatakan biar pakai motor milik mas Agam saja, karena memang tak terpakai sejak mas Agam membeli motor sport yang merupakan kendaraan alternatif mas Agam jika waktu ke kantor sudah mepet.

"Budhe Uci berangkat ya"

Kucium tangan budhe pamit ke kampus di sangat pagi sekali, karena masuk kelas di jam ke nol.

"Bawa bekal ya Ci, itu udah mama siapkan di kotak bekal"

"Iya budhe"

Kuisi botol air minumku dari dispenser, kemudian tak lupa bekal yang disiapkan budhe juga kumasukan kedalam tas bekalku.

Keluar dari dapur setelah pamitan dengan budhe berpindah ke samping rumah, terlihat pakdhe yang memandikan burung-burung di sangkarnya, yang berkicau riang setiap pagi hari.

"Pakdhe Uci berangkat"

"Minta saku enggak?"

Kalau dengan pakdhe aku sedikit berani karena beliau yang begitu santai berinteraksi dengan para keponakannya.

"Boleh"

Beliau terkekeh kemudian, merogoh uang di dalam saku celanannya, yang tenyata berisi uang pecahan lima ribuan dan dua ribuan.

"Kembalian beli makanan burung tadi"

Dihitung oleh beliau ternyata ada dua puluh delapan ribuan, di serahkan semuanya kepadaku.

"Lumayan buat beli bakso pakdhe"

"Kalau kurang minta suamimu"

Ucapnya dengan terkekeh karena aku yang mengacungkan jari jempol, tentunya beliau pasti mengelus dada melihat menantunya yang meminta uang saku kepada mertua.

Motornya sudah di panaskan oleh mas Agam, dan juga tak lupa sudah di lap begitu bersih oleh pemiliknya.

" Mas Uci berangkat ya"

Pamitku yang saat ini berubah, mungkin dahulu kadang hanya berjabat tangan kini mas Agam mengarahkan tangannya untuk kucium, seperti saat dia pamit berangkat kerja.

Dan adegan ini sudah hampir dua bulan masih saja membuat kinerja jantungku bekerja lebih keras.

"Ini di kunci dong dek"

Tangan mas Agam yang terulur mengancingkan pengait helm yang kata diiklan sampai bunyi klek , lagi-lagi membuatku gugup.

Ya momen-momen yang seperti inilah yang kadang kala terasa tak biasa bagiku.

"Assalamualaikum"

Pamit ku segera meninggalkan rumah, selain terburu berangkat pagi juga ingin segera menyelamatkan wajahku yang kurasa memanas, dan ku pastikan menjadi blush on alami di pipiku.

"Waalaikumsalam, hati-hati"

Sahutan mas Agam yang kulihat dari spion sebelum aku berbelok setelah keluar gerbang mas Agam masih berdiri untuk melepas kepergianku.

Sepuluh menit sampai di kampus, dengan kukendarai motor dengan kecepatan kilat, mungkin jika budhe sedang ku bonceng pasti beliau berteriak-teriak sambil menjewer kupingku yang tak kunjung memelankan laju motor.

SUCITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang