Dunia baru, status baru menjadi nyonya Agam, aku udah di boyong mas Agam ke Jogja, pulang kerumah budhe meskipun perkuliahanku masih bulan depan dimulai untuk ospeknya.
Mas Agam sudah mulai kembali bekerja, dan aku sehari-hari hanya keluar masuk kamar, karena dirumah budhe ada asisten rumah tangga, dan belumnya aku kuliah, serta tada ada teman yang ku kenal di kota ini membuatku hanya bisa makan, tidur, main hp seharian.
"Uci, ikut belanja keperluan dapur yuk"
Budhe yang mengetuk pintu serta memanggilku dan juga menyebutkan alasan beliau mengetuk pintu kamar.
Segera kuiyakan ajakan budhe, karena aku sendiri merasa bosan beberapa hari ini sejak tinggal dirumah ini.
Sementara aku memang belum terbiasa untuk memanggil beliau dengan sebutan mama, karena sekian tahun dan sejak kecil diajarkan memanggil budhe dan tiba-tiba harus diganti mama tentunya butuh proses.
"Belanja dimana budhe?"
"Supermarket sama pasar nanti untuk sayur-sayurnya, biasanya untuk sayur , buah, ikan pokoknya untuk kebutuhan makan belanjanya di pasar tiga hari sekali paling lama seminggu sekali, untuk kebutuhan rumah yang kering seperti sabun, sampo dan teman-temanya itu sebulan sekali, ini kebetulan kemarin banyak yang habis setelah banyak tamu dirumah"
Budhe menerangkan ini itu, dan biasanya beliau di temani mas Agam atau mbak Ratna.
Untuk mas Aris anak sulung budhe ini juga tinggal serumah dengan budhe, karena sejak mbak Ratna isteri mas Aris melahirkan anak kedua, anak-anaknya di asuh budhe dan asisten rumah tangga budhe karena mbak Ratna yang bekerja sebagai guru di salah satu sekolah dasar di yayasan pondok pesantren tak jauh dari rumah budhe.
"Uci, ada yang kamu perlukan ambil aja, ini mama juga belanjain kebutuhan Ratna kok, pampernya anak-anak sama susu juga"
Budhe menunjukan lembaran kertas yang bertuliskan kebutuhan bulanan mbak Ratna dan anak-anaknya. Budhe Arni tipe mertua yang baik memang.
"Uci ambil susunya budhe, lupa kemarin enggak bawa"
Aku yang terbiasa minum susu saat sarapan, karena jarang makan nasi yang tak keburu di pagi hari saat akan berangkat sekolah membuatku kebiasaan itu sampai sekarang ini.
"Ambil aja, kebutuhan kamar mandi kamu sama mas Agam juga Ci, sekarang ada kamu, jadi kamu yang cek ya, mama enggak masuk-masuk kamar kalian lagi"
Menurut akan perintah budhe Arni, kupilih sabun , pasta gigi, sampai sampo dan pembersih wajah untuk mas Agam, aku tahu di kamar mandi mas Agam memakai merk-merk tersebut, kutambah dengan sampo milikku, untuk sabun dan pasta gigi aku bisa pakai apa saja, untuk sampo dan pembersih wajah saja yang kupilih sesuai kebiasaanku.
Tak sungkan aku belanja dengan mertuaku ini karena sebelum menjadi menantunya aku sudah menjadi keponakan tersayangnya, karena beliau yang tak memiliki anak perempuan juga karena bunda saat melahirkanku sudah tak memiliki ibu membuat kedua kakak bundalah yang membantu merawat bunda dan aku bayi.
"Budhe boleh ambil snack sama es krim enggak?"
"Boleh ambil saja, sekalian minta tolong ambilin snack yang kiloan ya buat isi toples dirumah"
"Mau yang apa budhe snacknya?"
"Terserah Uci saja mau apa, sama biskuit juga"
Kuiyakan dengan aku melangkah menelusuri rak makanan ringan, meninggalkan budhe yang memilih teh juga kopi kemasan.
Hampir dua jam berkeliling dan mengantri di kasir, kemudian memasukan barang-barang belanjaan kedalam taksi online yang sebelumnya sudah kupesan sesuai perintah budhe Arni.
"Ke pasarnya besok pagi saja ya Ci, antarin budhe bawa motor, sekarang ini udah waktunya Baim pulang sekolah"
Baim adalah putra sulung mas Aris yang saat ini diusianya tiga tahun setengah sudah di masukan ke kelompok bermain, dan pulang setiap harinya nanti budhe Arni lah yang mengasuh, karena asisten rumah tangga budhe selain membantu beberes rumah juga membantu mengurus Kirana yang merupakan putri kedua mas Aris yang saat ini usia dua tahun.
Karena kedua orang tuanya mengajar di sekolah yayasan sekolah yang full day membuat pagi sampai sore hari mereka bersama neneknya, dan nanti saat malam hari baru mereka tidur di kamar bersama kedua orang tua nya.
Kuiyakan apa yang budhe Arni bilang, akhirnya kami sampai di rumah tepat saat mas Aris menurunkan Baim dirumah, selanjutnya mas Aris putar balik ke sekolah beliau mengajar.
"Sama ante dulu yuk mas Baim ganti bajunya"
Kuajak Baim masuk kedalam kamarnya dan sang adik, lebih tepatnya kamar untuk barang-barang milik kedua kakak beradik ini, yang berisi alamatri pakaian, mainan, meja belajar dan beberapa keperluan dua anak kecil ini.
"Ante habis ini mas Baim, makannya di suapin sama Ante boleh?"
"Boleh"
"Asyik, soalnya mas Baim capek tadi mewarnai banyak banget, tangannya jadi sakit buat makan sendiri"
Alasan yang di buat Baim dengan suara anak kecil yang cadel, membuatku semakin gemas. Selain pintar Baim juga sudah mandiri di usianya yang harusnya masih dimanja dengan kedua orangtuanya.
Saat aku sibuk menyuapi Baim, dengan budhe Arni yang memberi susu botol si kecil Kirana, mas Agam tiba-tiba pulang , suara salam mas Agam memasukin rumah kemudian langsung menuju kamar mandi untuk mencuci tangan dan kaki.
"Tumben pulang Gam?"
"Iya Ma, kebetulan tadi ada acara diluar kantor, mampir rumah mau sholat"
Mas Agam ikut bergabung diruang tengah, dengan duduk di sofa sebelahku, sehingga aku di apit oleh Baim dan mas Agam.
"Dek Uci udah makan?"
"Belum"
Kujawab pertanyaan mas Agam serta kugelengkan kepalaku.
"Mas bawa ikan bakar, makan bareng yuk"
"Bentar masih suapin Baim"
"Tumben mas Baim makan disuapin"
Baim yang ditanya oleh mas Agam hanya tersenyum karena mulutnya masih penuh dengan makanan yang baru kusuapkan.
"Mas Baim setelah makan, langsung bobok ya"
Anak yang penurut, setelah habis kusuapin dan meminum air, Baim dengan mandirinya menuju kamar milik budhe, menyusul sang adik yang lebih dulu dibawa budhe untuk di ajak tidur siang.
Mas Agam mengikuti yang berjalan menuju dapur untuk mencuci alat makanan bekas Baim.
"Makan barengan ya di Uci?"
Kuanggukan kepalaku lagi, ternyata maksud mas Agam bareng adalah makan sepiring berdua, dengan mas Agam yang mengambil nasi dalam porsi makan berdua dalam piring, kemudian dalam piring satunya di letakan ikan bakar lumayan besar lengkap dengan sambal dan lalapan.
"Dik Uci tolong ya ambilin mas air mineral yang dingin"
Perintah mas Agam yang segera kujalankan dan segera mengikutinya menuju ruang tengah, duduk di sofa tempatku menyuapi Baim sebelumnya.
Makan bersama, dalam piring yang sama dahulu sering kita lakukan, bisa dengan Doni, mbak Astri atau dengan yang lainnya, saat-saat kami kumpul bersama.
Tapi entah kenapa makan sepiring berdua kali ini terasa berbeda, membuatku tak leluasa untuk menyuapkan makanan kedalam mulutku.
"Dek Uci kepedasan?"
Pertanyaan mas Agam dengan tangan kirinya yang seolah mengusap keringat yang mengalir di keningku, membuatku segera meraih air mineral dalam botol untuk merilekskan detak jantungku.
"Itu bekas bibir mas lo dek?"
Kali ini aku benar-benar tersedak, terbatuk-batuk sampai mataku mengeluarkan air mata.
Tbc