Lembar keempat belas

452 105 7
                                    

Sesampainya di kawasan wisata, lebih dulu mas Agam mencari tempat penginapan karena berencana besok sebelum subuh harus sudah berangkat ketempat destinasinya, melihat matahari terbit adalah tujuan kita.

Masuk ketempat penginapan, mas Agam terlebih dahulu membersihkan badan dan menunaikan sholat asyar, dan aku pun mengikutinya untuk membersihkan badan.

Selesai berganti pakaian dan keluar dari kamar mandi, mas Agam sudah tak ada di kamar, entah pergi kemana karena tak pamit.

Memilih untuk merebahkan badan di kasur yang terasa nyaman, dan menarik selimut untuk menghangatkan badan karena rasa dingin sudah mulai terasa meskipun di dalam kamar sudah ada penghangatnya.

Ketikan pintu terdengar, sepertinya mas Agam yang tadi keluar tak membawa kunci kamar.

Benar mas Agam lah yang tiba dengan tangan kanan dan kiri yang membawa makanan, sepertinya dia benar-benar kelaparan.

"Makan di kamar aja dek, di luar dingin banget"

Jaket yang di pakai mas Agam di lepasnya ketika dia mulai berkeringat oleh efek makanan panas dan pedas, begitu pun denganku yang merasakan hangat di tubuh, dan rasa dingin mulai menghilang.

"Nanti malam kita kemana mas?"

Disela-sela makan kutanyakan tujuan untuk malam ini, karena mas Agam tadi hanya mengatakan ingin melihat matahari terbit besok pagi, dan dini hari harus berangkat.

"Tidur aja, dingin poll kalau malam nanti kamu kena flu kalau dingin-dingin"

Kecewa rasanya jauh-jauh perjalanan, hanya berpindah tempat tidur malam saja untuk malam ini.

Benar apa yang mas Agam bilang setelah sholat isya mas Agam sudah bersiap untuk tidur, sudah menarik selimut hingga dadanya bahkan ponselnya pun sudah diatur waktu untuk bangun nanti.

"Awas sampai susah bangun, mas tinggal kamu"

Teguran mas Agam saat melihatku yang masih bermain ponsel dan lampu kamar tersisa lampu untuk tidur.

Lebih dulu kuisi daya ponsel, untuk persiapan berfoto besok, dan menyusul mas Agam untuk berlindung di balik selimut dari rasa dingin.

"Pakai jaket, Uci enggak bisa nafas rasanya"

Aku kembali bangkit untuk melepas jaketku, menyisakan baju tidur panjangku, kaos kaki, yang menurutku cukup hangat apalagi dengan tambahan selimut yang tebal, lain hal nya dengan mas Agam yang memakai hodie untuk pakaian tidurnya.

"Nanti mas kasih nafas buatan kalau enggak bisa nafas"

"Ogah bau"

Seperti biasanya kami bercanda di rumah saat-saat tertentu, mas Agam tetaplah mas Agam kakak sepupuku tak berubah sama sekali, mungkin dia tetap menganggapku adiknya jadi keromantisan seperti suami istri itu tak ada dalam hubungan kami.

Rasa kantuk cepat menghampiri, tetapi rasa dingin semakin terasa. Tanpa sadar kudekatkan tubuhku kepada mas Agam mencari kehangatan, begitu pun mas Agam yang ini pertama kalinya memelu tubuhku erat, mendekapku dalam dadanya seolah memberikan kehangatan.

Terasa nyaman mengantarku kealam mimpi, hingga terbangun karena alarm yang berasal dari ponsel milik mas Agam.

Mas Agam kembali memeluku, kali ini tidak saling berhadapan melaikan memeluku dari belakang setelah mematikan alarm ponselnya.

"Jam berapa mas?"

Dengan rasa kantuk kupastikan waktu saat ini, setelah merasakan mas Agam yang kembali menarikku dalam pelukannya.

"Jam setengah dua, tidur bentah setengah jam habis itu bangun"

Suara serak mas Agam menandakan memang masih mengantuk, apalagi dengan hawa dingin membuat kita malas untuk beranjak keluar dari dalam selimut .

"Dek uci siap-siapa dulu aja"

Ucap mas Agam lagi, karena kami tak kembali menutup mata hanya saja malas untuk beranjak bangun.

"Mas Agam dulu aja"

"Dek Uci kan yang lama siap-siapnya"

"Males bangun Uci"

"Kenapa?keenakan di kelonin?"

"Ihh mana ada"

Dan kali ini aku benar-benar tersadar jika sejak semalam aku memang berada dalam pelukan mas Agam yang memang sungguh terasa nyaman, bahkan aku yang lebih dulu mendekat mencari kenyamanan dalam dekapannya.

Hingga terasa kecupan di puncak kepalaku, membuatku akhirnya terbangun untuk memilih bersiap-siap, dan selain itu kecupan itu membuat jantungku berdebar hebat, tak ingin mas Agam menyadarinya aku lebih memilih menghindar.

Lebih dulu bersiap-siap, dan kemudian membereskan barang bawaan karena sepulang dari melihat matahari terbit, Mas Agam akan mengajak mengunjungi telaga warna setelahnya kami akan langsung pulang, karena besok hari senin kami harus kembali kerutinitas dengan mas Agam bekerja dan aku masuk kuliah.

Langit masih petang saat aku dan mas Agam keluar dari penginapan tetapi di luar sudah banyak orang-orang beraktivitas, dan sepertinya tujuan kami rata-rata sama, yaitu akan melihat matahari terbit di Sikunir.

Lumayan ramai jalanan menuju ketempat wisata ini saat akhir pekan, lampu jalanan yang begitu terang kini terlihat terang akan sorot lampu-lampu dari motor dan mobil yang melintas.

"Mas hati-hati"

"Enggak jadi tidur lagi kamu dek?"

"Enggak, takut Uci jalannya kayak gini ninggalin mas Agam melek sendiri"

"Tumben ngerti"

"Iya lah dari pad Uci tidur terus kebangun beda alam"

Usapan tangan mas Agam terulur dikepalaku, dan hal seperti ini lah yang saat ini terasa tak nyaman, padahal saat-saat dahulu perhatian-perhatian ini terasa biasa saja.

"Nyetir tangan dua mas"

Terkekeh pelan mas Agam mendengar teguranku, pastinya mas Agam mengira aku yang takut karena jalanan yang lumayan curam.

Tak berapa lama kami sampai di tempat parkir untuk mobil, sebelum turun kuperbaiki dahulu jaketku, syal yang kugunakan untuk menghangatkan leher, dan juga penutup kepala yang bisa menutup telinga .

"Dek Uci pakai sepatu"

Aku yang masih memakai sendal meskipun sudah memakai kaos kaki, teringat jika memang berbeda memakai sepatu atau sendal karena hanya memakai kaos kaki rasa dingin masih bisa menembus hingga sampai di kulit.

Mulai berjalan untuk menuju pintu masuk yang lumayan berjarak, disana berada mushola dan sudah banyak para wisata yang tiba lebih dulu dari kami, entah pukul berapa mereka berangkat.

"Mas subuhan dulu, dek Uci nunggu disini ya"

Mas Agam memintaku menunggu di salah satu batu besar, karena tempat-tempat duduk sudah penuh akan para pengunjung, dan waktu sholat subuh memang kurang beberapa menit lagi.

Dalam kesendirian, rasa kantuk, bosan membuatku tiba-tiba tertarik dengan tas kecil milik mas Agam yang berisi ponselnya.

"Isinya apa ya hape cowok tu"

Saat akan kubuka ternyata zonk, terkunci menggunakan sidik jari dan wajah, membuat jiwa wanita sepertiku menjadi semakin penasaran, padahal aku hanya ingin tahu aplikasi apa yang mas Agam punya dan isi galeri fotonya.

Karena selama tiga bulan menikah mas Agam terlihat tak tertarik secara nafsu terhadapku, meskipun aku juga merasa belum siap, tetapi menurut mbak Asti sebagai laki-laki dewasa seharusny mas Agam sudah meminta hak nya itu.

"Jangan-jangan mas Agam enggak tertarik sama cewek"



Vote bintangnya ya guys

SUCITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang