Sabtu malam, bukan malam minggu untuk pasangan sepertiku dan mas Agam. Kami berdua sedang berada di salah satu mall untuk mengantarku berbelanja keperluan untuk Ospek besok senin.
Minggu kemarin aku tak jadi berbelanja karena saat sore hari mas Agam yang menawariku untuk berbelanja sesuai janjinya, aku menolaknya dengan beralasan tidak enak badan, tetapi lebih tepatnya tidka enak pikiran dan hati setalah mengetahui calon yang dibawakan mbak Ratna untuk mas Agam tetapi ditolak oleh kedua mertuaku.
"Bola buat apa sih dek?"
Aku yang sedang bingung memilih bola plastik dengan berjongkok terkagetkan oleh mas Agam yang tiba-tiba ikut berjongkok di sampingku.
"Buat topi"
"Topi apa?"
"Ya nanti di belah, kasih tali dari rafia terus jadi deh topi"
"Ohh, terus nyanyi deh"
Lanjut mas Agam yang menanggapi penjelasannku.
"Topi saya bundar, bundar topi saya"
Terasa geli mendengar mas Agam yang bernyanyi pelan disampingku sambil ikut memilih bola, hingga membuatku menyahut melanjutkan lirik lagu topi saya bundar.
"Kalau tidak bundar bukan topi saya"
Terbahak-bahak berdua setelahnya, menyadari kerandoman sikap kita.
Selain berbelanja barang-barang persiapan menjadi mahasiswa baru, juga singgah untuk membeli laptop yang minggu lalu tertunda.
Berjalan beriringan sambil salah satu tangan kami yang menenteng belanjaan, hendak menuju lantai khusus gerai elektronik, tetapi mas Agam lebih dulu mengajak membeli perhiasan yang pernah di janjikan saat kami sesudah menikah.
"Mas dulu kan janji buat beliin dek Uci seperangkat perhiasan, sekarang dek Uci pilih sendiri yang sesuai dek Uci"
Ucapnya saat kami sudah berada di tempat toko perhiasan.
"Disini bagus kata mama kadar emasnya, tapi untuk sementara pilih emas dulu ya, jangan berlian"
Peringatan mas Agam sambil tersenyum saat aku menoleh kearahnya yang berada di sampingku.
"Uci enggak keberatan kok mas, udah di kasih yang kemarin aja"
Tolakku yang merasa memang tak butuh akan perhiasan, karena aku tak menyukai memakainya, bahkan aku tak memakaikan di tubuhku.
"Enggak, ini adalah hak dek Uci"
Degg
Mendengar kata hak yang disebutkan mas Agam membuat hatiku tersentil, apalagi mengingat salah satu yang di bahas di kajian kemarin, dimana salah satu jamaah yang bertanya tentang wanita yang tidak memberikan hak suami.
"Tapi mas"
"Sudah pilih, di tungguin kakaknya"
Menurut akan permintaan mas Agam, karena memang salah satu karyawan toko sudah berdiri di hadapan kami yang siap melayani kami.
Pertama kami diarahkan ke etalase yang berisi cincin, mas Agam mengambil alih barang belanjaan yang ada di tanganku.
"Mas ini harus sepasang apa enggak?"
"Enggak, mas kan cowok enggak boleh pakai emas. Pilih untuk dek Uci saja"
Beberapa kali aku mencoba di jariku, dan sesuai permintaan mas Agam untuk ditempatkan di jari manis.
"Mas pilih mana?"
Kuajak mas Agam untuk ikut memilih, selain aku bingung juga mas Agam yang membelikan jadi kuminta pendapat darinya.
