Lembar Kedua

863 99 8
                                    

Pagi ini aku terbangun merasakan tubuhku nyeri di beberapa tempat, sejenak aku lupa akan hari kemarin saat aku tertidur, mungkin tidurku semalam benar-benar pulas, karena rasa capek yang sangat luar biasa, bukan dari fisik tapi capek akan pikiran juga.

Aku belum ingin beranjak dari tempat tidur, rasanya ingin kembali memejamkan mata hingga suara yang pertama kudengar, dan kuingat jika kakak sepupuku itu kini telah menjadi suamiku sejak siang kemarin.

"Subuhan Dek"

Panggilan adik bukan karena aku sebagai istrinya, tetapi sejak dulu mas Agam selalu mengawali nama saudara dengan sebutan adik, mas atau mbak, sungguh sangat sopan.

Aku mendengar jika itu bukan sekedar peringatan tetapi perintah, hanya saja rasa capek pada tubuhku membuatku semakin malam beranjak dari tempat tidur.

"Dek Uci jangan lupa sholat subuh"

Kembali suara mas Agam terdengar setelah perintah pertamanya enggan kulakukan, kembali kini suara perintah kedua terdengar dan diikuti suara pintu kamar di buka kemudian ditutup.

Bodo amat dengat apa yang diperintahkan mas Agam , aku kembali terlelap entah berapa saat, hingga kini suara mama yang membangunkanku.

"Uciii udah siang kamu cepet sholat, terus keluar hari ini kita pulang sama mas Agam juga, kamu ambil barang-barang besok kembali kesini ikut mas Agam"

Seketika aku bangkit dan duduk dengan terkaget akan kalimat panjang lebar mama.

"Uci kan belum mulai kuliahnya Ma"

Protesku segera mendapat pelototan dari mama karena kini aku bukan hanya tinggal untuk kuliah di Yogjakarta tetapi mengikuti suami yaitu mas Agam.

"Lahhh ya kamu harus tinggal disini, ikuti mas Agam, kamu kira nikah kemarin bercandaan, hanya konten"

"Tapi ma, Uci masih ada urusan di Kediri masih mau bikin perpisahan sama geng Uci"

Memang minggu depan aku dan para sahabatku akan kumpul untuk terakhir kalinya, karena kami akan berpisah diberbagai kota, dengan aku di Yogjakarta, dan teman-temanku ada yang di Malang, Surabaya, Semarang, Bandung, Jakarta.

"Nanti gampang dibahas lagi, yang terpenting sekarang kamu mandi, sholat subuh terus siap-siap pulang"

Mungkin jika bukan aku pengantin wanitanya, kami sekeluarga sudah pulang sejak kemarin malam hanya saja berbeda dengan rencana kami.

Sehabis mandi dan sholat, masih menggunakan celana pendek dan kaos milik mas Agam, yang semalam aku kembali meminjam bajunya, tetapi untuk pagi ini aku kembali menemui masalah.

"Mas"

Panggilku lirih, sedikit malu ingin mengutarakan kepada mas Agam akan permintaanku untuk memecahkan masalah yang kuhadapi.

Mas Agam yang telah kembali masuk kedalam kamar, dengan duduk pada kursi meja kerjanya sedang bermain ponsel mendongak.

"Ya kenapa?"

"I_tu mas"

"Apa?"

"Uci boleh buka itu enggak?"

Kutunjuk seperangkat pakaian dalam yang merupakan barang seserahan dari pengantin pria untuk pengantin wanita, hanya saja sejak awal seserahan itu bukan untukku meskipun akulah yang akhirnya menjadi pengantin wanitanya.

"Buka aja, itu punya kamu kan sekarang"

Segera kuhampiri seserahan yang masih berada di dalam box yang di hias begitu indah, semoga saja ukurannya tak jauh dari ukuran badanku, dengan sedikit menahan malu karena  selain itu kini aku tak memakai pakaian dalam.

SUCITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang