Lembar ketiga belas

470 106 7
                                    

Rencana liburan dadakan dari mas Agam, sambil menunggu mesin cuci yang sedang bekerja aku menyiapkan barang bawaan secepat kilat sesuai arahan mas Agam.

Selesai menjemur pakaian yang juga dibantu mas Agam, aku bersiap untuk pergi kuliah mengganti baju untuk kekampus.

Budhe Arni mewanti-wanti mas Agam untuk hati-hati dan selalu menjagaku, karena budhe Arni terlihat cemas setelah mas Agam pamit akan mengantarku ke kampus dan sekalian langsung berangkat liburan.

"Agam, nak sudah enggak usah di masukin ke hati, namanya juga kalian proses dari sepupu kemudian jadi suami istri, mama mengerti kalau kalian belum melakukan, enggak usah di pikirin omongan orang"

Setelah kuiisi air minum di botolku, hendak mengambil bantal leher yang berada di almari kaca depan kamar budhe aku mendengar suara budhe yang menasehati mas Agam, karena pintu tak di tutup sempurna sehingga suara dari dalam kamar terdengar jelas dari tempatku.

"Selain adik sekarang Uci istri Agam Ma, siapa lagi yang membela dia"

"Mama tahu, sudah enggak usah di perpanjang nanti kalau mas mu dengar, mereka berdua bertengkar lagi kasihan anak-anak"

Jam sudah menunjukan hampir jam sepuluh, selain aku tak mah terlambat aku juga ingin mengakhiri perdebatan ibu dan anak yang mana aku merasa bersalah.

"Mas Agam"

Kupanggil namanya seolah mencari keberadaan suamiku, hingga mas Agam keluar dari kamar budhe Arni.

"Mas telat nanti Uci udah setengah sepuluh lebih"

"Sudah siap semuanya bawaan kamu?"

"Sudah kok"

Melihat budhe Arni yang keluar kamar, langsung aku salami dan mencium tangan wanita yang kini telah menjadi ibu mertuaku.

"Pakai jaket ya nduk, hati-hati"

Kuanggukan kepala mengiyakan apa yang budhe pesankan. Kemudian tak lupa pamit kepada pakdhe yang duduk di teras rumah.

"Ci"

"Iya pakdhe?"

Saat sesudah kucium tangan beliau hendak masuk kedalam mobil, pakdhe memanggilku membuatku menoleh.

"Jangan lupa bawa sampho"

Ucapnya dengan terbahak, tentunya menggoda ku dan mas Agam, karena ucapan mas Agam tadi yang di tangkap pakdhe adalah sebuah leluconan, karena beliau tak mengetahui kejadian sebelumnya, berbeda dengan budhe yang terlihat menegur sang suami.

"Pahh"

Aku hanya tersenyum merespon pakdhe yang menggoda aku dan mas Agam, setelahnya segera aku masuk kedalam mobil karena mas Agam memperingatkan ku akan jam kuliah.

Sesuai apa yang mas Agam janjikan, saat aku didalam kelas mas Agam menungguiku di tempat parkir, beruntungnya kelas hari ini hanya dua jam jadi tak sampaj dhuhur kelas sudah selesai.

Pamit kepada Nanda dan Tantri pulang terlebih dahulu dan tak ikut dengan mereka yang mengajak jalan di akhir pekan seperti biasa.

"Sama mas mu?"

"Iya"

"Oh acara keluarga?"

Kuanggukan kepalaku tanda membenarkan, keduanya tahu jika aku tinggal dirumah saudara, kakak dari orang tua ku, dan mereka juga tahu jika mas Agam adalah kakak sepupuku, hanya sebatas itu, karena aku sendiri merasa belum siap untuk memberi tahu teman-temanku akan statusku.

Bahkan di akun sosial mediaku, tak ada satu pun foto mas Agam, tetapi untuk pertemanan kami saling mengikuti, tetapi tidak pernah ada interaksi di dalamnya.

SUCITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang