bab 2

902 88 2
                                    

Gadis bermata sayu dengan rambut pendek itu telah kembali menampakkan diri. Seolah tengah mengatakan pada mereka bahwa ia masih hidup. Beberapa pasang mata terus melirik-lirik ke arahnya. Terlebih lagi mata milik kaum hawa yang bertanya-tanya tentang kehadirannya. Sedangkan si tokoh utama, hanya duduk diam sembari memainkan ponselnya dengan tenang. Menghiraukan bisikan bisikan yong tanpa mereka sadari dapat ia dengar.

Tak terkecuali Flora dan kawan-kawan. "Tumben banget masuk sekolah. Kesambet?" Tanya Flora tanpa melihat ke arah objek yang dibahas, agar tidak ketahuan jika mereka tengah menggibahinya.

Marsja mengedikkan bahu. "Dapet hidayah kali."

"Pasti gara-gara habis digrebek Bu Feni," sambung freya.

Azizi diam. Selalu saja tidak banyak bicara ketika topik pembicaraan mereka selalu mengarah pada gadis misterius itu. Namun untuk kali ini, Azizi tidak tahan untuk tidak bercerita.

"Aslinya... Tadi malem, waktu gue keluar beli karton titipan Marsha. Gue ketemu dia." Setelah pendahuluan yang Azizi berikan, ketiganya langsung membenarkan posisi, merapatkan diri agar lebih nyaman menyimak cerita Azizi.

"Terus terus?"

"Kemaren, kan, lagi name tuh, curhatannya Bu Feni. Jadi, karna kepikiran, ya udah gue samperin."

"Dia gigit nggak?" Seketika sikutan kasar Marsha berikan, membuat Freya mengaduh

"Gue ajak ngobrol bentar. Terus gue bilangin kalo Bu Feni nyariin dia terus dan nyuruh dia masuk Lah ternyata masuk beneran," lanjut Azizi menceritakan semuanya secara singkat.

"Jangan-jangan dia cuman nurut sama lo. Zee," celetuk Marsha dan disambung dengan godaan Flora

"One and only counter-nya Adel. Cie, cie." Azizi tau mereka hanya bercanda. Namun hal tersebut mampu membuatnya menatap mereka sinis.

"Dih?" Azizi mengalihkan perhatiannya pada Adel yang masih anteng duduk di bangku. Terlihat enggan bergerak walau se-senti. Sendirian dan bahagia dengan dunianya, tanpa ada niatan untuk sekedar menyapa. dan bergabung dengan lainnya.

Tanpa Azizi sadari, tatapannya yang terlalu lama itu membuat yang ditatap ikut mengalihkan pandangan. Della tidak mau jika tiga makhluk di depannya ini nanti akan menggodanya hanya karena mencoba untuk berbincang dengan Adelia. Perlu diingat bahwa Azizi memiliki gengsi yang selalu dijunjung tinggi hingga melampaui batas jika ia bersama teman-temannya.

Della kembali bertanya dan menebak-nebak. apakah karena Adelia tidak mau terlihat menyedihkan sehingga memilih untuk membolos? atau karena enggan terus ditanya mengenai alasannya tidak masuk oleh tiap guru yang tengah mengajar? Lagi-lagi pertanyaan yang hanya bisa dijawab langsung oleh gadis tersebut. Membuat Azizi dan kesendiriannya kembali saling berdialog mempertahankan pendapat masing-masing. Kesendiriannya yang berteriak mendekat dan egonya yang berteriak sebaliknya. Salahkan saja kepada rasa penasaran yang selalu mengganggu Azizi, juga egonya yang haus terhadap jawaban pasti.

Ya, walaupun hal itu pula yang membuatnya dicap sebagai si anak pintar di kelas. Kesunyian yang sudah menjadi makanan sehari-hari, menemaninya untuk memikirkan hal-hal tak berarti. Sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan hingga sekeras itu.

"Samperin nggak ya?" Gumamnya tak henti henti Azizi menggerak gerakkan bibirnya menimang-nimang.



ʕ⁠'⁠•⁠ᴥ⁠•⁠'⁠ʔʕ⁠'⁠•⁠ᴥ⁠•⁠'⁠ʔʕ⁠'⁠•⁠ᴥ⁠•⁠'⁠ʔʕ⁠'⁠•⁠ᴥ⁠•⁠'⁠ʔʕ⁠'⁠•⁠ᴥ⁠•⁠'⁠ʔʕ⁠'⁠•⁠ᴥ⁠•⁠'⁠ʔ







Malammya Azizi ngin mencoba pergi ke jembatan itu lagi, namun jam telah menunjukkan pukul 20:10.

Kata Papa, tidak boleh keluar malam-malam terlebih jika sedang sendiri. Kecuali jika memang mendesak

all we want  [ZEEDEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang