bab 17

645 71 7
                                    


"Gue pengen bales dendam."

Entah bagaimana, kalimat itu tiba-tiba saja terucap dari mulutnya malam itu. Di atas jembatan layang yang remang, perasaannya kalut. Menggelayutinya bak parasit yang mulai menguasai inangnya.

Terlebih lagi ketika Azizi menanyakan satu pertanyaan sederhana yang membuatnya makin tak berbentuk "Lo sayang banget sama ibu lo ya?"  .

Tepat setelah ia mendengar pertanyaan itu, sebenarnya Adel ingin langsung menjawab, "iya". Namun yang gadis bermata sipit tersebut lakukan justru terdiam cukup lama. Lalu barulah ia mengangguk. Mungkin, mulai saat itu juga ia akan menyayangi ibu sepenuhnya.

"GARA-GARA KAMU AKU MENDERITA! GARA-GARA KAMU SEMUANYA JADI HANCURI SEMUANYA GARA-GARA KAMU, BANGSAT!!"

Sekarang Adel tau mengapa ibu mengatakan hal itu padanya. Mungkin karena setelah bertumbuh dan ternyata wajahnya mirip dengan ayah, membuat ibu berpikir bahwa Adel itu ayah.

Tapi Adel tidak pernah membenci ibu hanya karena hal itu. Walaupun la tau kalimat-kalimat itu juga mungkin ditujukan padanya. Pernah sekali adel6 bermimpi. Satu mimpi yang terus-menerus muncul. Tersimpan. kekal di sudut otaknya. Selalu terulang dan terus berulang tiada henti. Seolah berusaha mengingatkan siapa dirinya. Seonggok manusia yang tak pernah diinginkan.

Di mimpinya, Adel melihat ibu. Menari bebas dengan senyum bahagia. Sangat bahagia. Seolah itu adalah hari paling membahagiakan di hidupnya. Tanpa ayah..

Tanpa dirinya.

Tante Sekar juga mengatakan hal yang sama. Ibu bahagia ketika mereka masih remaja. Ketika ayah masih menjadi sosok yang begitu. manis dan menyenangkan. Bersama ayah, ibu sempat merasakan kebahagiaan.

Sedangkan dirinya? Melihat senyum ibu saja tidak pernah. Ibu juga seharusnya bisa bahagia andai tidak termakan omongan manis yang menjijikan milik ayah untuk mewujudkan cinta yang tidak ada bedanya dengan sampah.

Dulu, sebelum ibu pergi. Adel  selalu mendengar isakan pelan dan tertahan setiap malam yang terdengar begitu menyakitkan. Mungkin karena disertai dengan andai-andal yang membahagiakan, namun mustahil untuk dikabulkan.

Adel bisa merasakan dengan jelas perasaan sakit hati yang seharusnya ibu rasakan karena telah dikhianati. Seolah selama ini ibu telah hidup di dalam dirinya. Karena pria itu ibu dibenci, karena pria itu ibu kehilangan segalanya, dan karena pria itu Harsha kehilangan ibunya. Dan kini, pria tersebut justru bahagia. Bergelimang harta, hidup tenang seolah tak pernah melakukan dosa.

Adel muak melihatnya. Muak melihat bagaimana pria itu tersenyum tanpa beban. Adel seketika tersadar, kembali ke realita setelah berkelana ke masa lalu cukup lama ketika sebuah pertanyaan melayang kepadanya.

"Lo mau balas dendam kayak gimana?"

Kira-kira, apa yang kalian pikirkan jika mendengar kata balas dendam? Sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal sadis? Atau sesuatu yang melibatkan fisik?

Bagi Adel, hal yang paling penting dari balas dendam bukanlah efek fisiknya. Melainkan efek mentalnya lah yang terpenting. Sebelumnya ia pernah menjelaskan bahwa mental adalah titik pusat dari semua manusia, Sekali mental rusak, maka akan mempengaruhi seluruh kehidupan dari seorang individu.

Maka, itulah yang menjadi topik utama mereka malam ini. Ditanya seperti itu, adel6 terdiam sejenak. Dia sendiri juga tidak tau apa yang harus dilakukan. Baginya yang terpenting adalah, mereka juga harus ikut merasakan rasa sakit yang ia rasakan.

"Pokoknya sesuatu yang bikin mereka kepikiran terus."

Kepikiran terus...?

Azizi menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Kini otaknya juga ikut diperas untuk mencari ide. Lama ruang tengah itu diisi hening, tiba-tiba Azizi menggebrak meja yang memisahkan mereka setelah baru saja mendapat hidayah. Azizi bergerak mencondongkan tubuhnya lebih dekat. Pertanda suasana mulai serius.

all we want  [ZEEDEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang